Tiga Cara Mengelola Soft Skill Pada Tim
Suksesnya perusahaan tidak pernah terlepas dari kerjasama diantara pimpinan dengan seluruh stakeholder yang terlibat, terutama karyawan atau tim. Untuk itu djuga diperlukan adanya hubungan komunikasi yang baik dan keseimbangan hardskill maupun softskill diantara mereka yang terlibat.
Tugas seorang pemimpin adalah meningkatkan keterampilan dari angota tim, agar mereka mampu mencapai tujuan dengan baik. Selain itu dengan menunjukkan kemampuan dan keahlian, bisa juga menjadi pemicu bagaimana seseorang menjadi pemimpin yang hebat.
Namun juga perlu untuk diingat bahwa kesuksesan seorang pemimpin, bukan hanya dinilai dari skill dan keunggulan pribadi yang menonjol. Melainkan bagaimana caranya membawa tim menjadi kreatif, inovatif dan sama-sama unggul dalam keahlian dan keterampilan. Sehingga menciptakan kerja sama yang seimbang. Jika pemimpin hanya memikirkan perkembangan individu saja, tanpa adanya perkembangan dari tim. Maka tidak ada kata sukses dalam perusahaan atau organisasi di masa depan. Demikian penjelasan dari Aytekin Tank, founder and CEO, JotForm, seperti dilansir dari laman entrepreneur.com.
Perlu untuk diperhatikan bahwa bekerja selama delapan jam setiap hari dengan tim akan ada elemen penekanan dalan kegiatan tertentu, baik eksternal maupun internal. Tidak peduli seberapa besar seorang karyawan mencintai pekerjaannya, ada saat-saat mereka merasa kelelahan. Hingga hal itu banyak dari kita mengalami stres dan ketidaknyamanan, bahkan berdampak negatif pada kemampuan kinerja.
Tank mengatakan perlu waktu untuk memasukkan soft skill, atau kemampuan, untuk membangun ketahanan dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Fleksibilitas, penyelesaian masalah dan menjadi komunikator yang baik adalah penting untuk mengelola perasaan tegang ini. Mengapa membangun ketahanan membuat kita siap untuk sukses. Seperti yang dikatakan oleh Harvey S. Firestone, bahwa pertumbuhan dan perkembangan orang adalah keberhasilan dari kepemimpinan.
“Menjadi seorang pemimpin berarti menciptakan tempat kerja, yang berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan pribadi tim. Selama 13 tahun pengalaman sebagai CEO telah mengajarkan saya sesuatu, fokus pada produktivitas tanpa kesehatan tidak akan membawa kita pergi ke mana pun,” tuturnya.
Dengan kata lain, jika kita tidak menjadikan kebahagiaan di tempat kerja sebagai prioritas, maka bisnis tidak akan berjalan baik. Ketika orang merasa diperhatikan dan terlibat, kinerja mereka akan meroket. Itu karena fondasi bisnis dibangun di atas empati dan kasih sayang alih-alih tingkat konversi atau mencapai puncak produksi.
“Waktu saya di JotForm, saya telah membuat titik untuk fokus pada pertumbuhan yang memungkinkan tim saya bekerja dengan jam yang normal, dan menjalani aktivitas dan kinerja yang memuaskan. Ini juga berarti menerapkan pendekatan yang meningkatkan ketahanan mereka,” kata Tank.
John Maxwell, penulis sekaligus pembicara di Amerika, berpendapat bahwa untuk menambah nilai kepada orang lain, seseorang harus terlebih dahulu menghargai orang lain. Sebagai seorang pemimpin, penting untuk membangun semangat kerja karyawan bukan malah memberikan tekanan.
1.Membuang Mitos Multitasking.
Ketika karyawan memecah fokus mereka diantara tugas-tugas, burnout terjadi lebih cepat. Alih-alih mendorong anggota tim untuk fokus pada pekerjaan, hal itu justru akan malah membuat mereka semakin kewalahan dalam bekerja.
“Seperti yang saya tulis sebelumnya. Ketika kita asyik dengan satu tugas, kita tidak punya cukup perhatian sisa untuk memikirkan hal lain seperti obrolan kesehatan mental atau khawatir tentang masalah di luar kendali kita. Daripada mengharapkan anggota tim untuk menyulap 10 tugas yang berbeda, mintalah mereka untuk mencurahkan waktu 90 menit untuk pekerjaan yang tidak terputus,” ucapnya.
2.Memprioritaskan Waktu Istirahat.
Saat gangguan kerja menumpuk di kantor, komunikasikan kepada karyawan bahwa kita tidak mengharuskan mereka untuk selalu aktif.
“Misalnya ketika saya memberi tahu tim saya untuk melepas slack dari ponsel mereka, dan tidak menjawab email kantor saat istirahat atau di akhir pekan . Hal ini memungkinkan mereka untuk memutuskan sambungan sepenuhnya dan kembali lebih beristirahat dan mengisi kembali energi” katanya.
Dirinya menambahkan bahwa dengan mempromosikan kesejahteraan fisik dan mental, dapat membantu karyawan merasa lebih kooperatif, kreatif, dan mampu menunjukkan keterampilan kepemimpinan bila perlu.
3.Menumbuhkan Lingkungan yang Mendukung.
Tidak ada yang meningkatkan atau memengaruhi produktivitas dan kinerja, seperti memiliki karyawan yang bahagia. Itulah sebabnya keterlibatan emosional harus menjadi pusat perhatian. Artinya setiap orang harus terbuka dan benar-benar tertarik pada pengembangan pribadi mereka. Mendorong dukungan yang tepat untuk tim berarti bertanya kepada mereka tentang minat di luar pekerjaan. Bersikap hati-hati dalam memberikan respon dan menghabiskan waktu, serta mengembangkan, mengenali keterampilan dan bakat mereka.
“Ketika fokus kita adalah pada kesejahteraan orang, seluruh lingkungan bergeser. Orang-orang diberi energi oleh pekerjaan yang mereka lakukan, dan itu bisa terlihat. Setiap kali saya menghadiri rapat dan menyaksikan masukan dan inovasi kreatif tim saya, saya tahu kami telah membuat keputusan yang tepat. Saya selalu mengingat definisi Orison Swett Marden tentang kesuksesan nyata bahwa tidak ada investasi yang bisa kamu lakukan yang akan membayarmu sebaik upaya untuk menyebarkan sinar matahari dan kegembiraan yang baik melalui pendirian kamu”, tutupnya.(Artiah)
Sumber/foto : entrepreneur.com/themindfool.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS