Ternyata Jam Kerja di Malam Hari Berdampak Negatif Bagi Kesehatan Jantung

Sekitar 15-20% negara industri telah menerapkan sistem kerja shift bagi para karyawannya. Sistem kerja ini biasanya diberlakukan oleh perusahaan yang beroperasi selama 24 jam per hari seperti call center, hotel, rumah sakit, atau yang lain.
Secara garis besar, kerja shift adalah sistem jam kerja karyawan yang dirancang dan diatur secara bergantian agar suatu perusahaan tetap dapat menyediakan layanan 24 jam setiap hari dalam seminggu (24/7). Pemerintah juga telah mengatur bahwa pembagian kerja shift boleh diterapkan oleh perusahaan yang beroperasi pada bidang jasa kesehatan, pusat perbelanjaan, media massa, serta pengamanan.
Biasanya perusahaan akan membagi jam kerja menjadi beberapa shift seperti 2 shift atau 3 shift. Pembagian shift ini tentu akan berbeda-beda karena setiap perusahaan memiliki kebutuhan yang tidak sama.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Lisbon di Portugal menyebutkan bahwa ternyata pembagian kerja dengan sistem shift memiliki dampak negatif bagi pekerjanya. Karena untuk setiap jam kerja shift (terutama pada malam hari) memiliki kemungkinan menimbulkan gangguan jam alami tubuh seseorang. Sehingga risiko terkena penyakit kardiovaskular meningkat. Oleh karena itu, pekerja shift termasuk yang paling rentan terhadap serangan jantung karena ketidaksejajaran sirkadian atau sering disebut dengan istilah social jetlag.
Dr Sara Gamboa Madeira dari Universitas Lisbon menyebut bahwa setiap orang memiliki jam biologis internal yang terbagi atas shift pagi yang biasanya lebih memiliki semangat bekerja yang lebih tinggi dan mulai menurun semangatnya di malam hari. Kemudian shift malam yang justru memiliki semangat kerja yang sebaliknya.
Perbedaan inilah yang kemuudian menimbulkan circadian misalignment atau kekacauan irama sirkadia dari para pekerja. Dengan kata lain ada ketidaksesuaian antara apa yang diinginkan tubuh dan apa yang dibebankan oleh kewajiban sosial kepada pekerja.
“Studi kami menemukan bahwa untuk setiap perbedaan jadwal jam kerja yang tidak sesuai dengan jam biologis karyawan, akan meningkatkan risiko penyakit,” kata Dr Madeira.
Sebagian besar pekerja (59%) mengalami social jetlag selama dua jam atau kurang, sedangkan sepertiga mengalaminya selama dua hingga empat jam. Semakin besar perbedaannya, semakin tinggi risiko penyakit kardiovaskular. Risiko meningkat sebesar 31% per jam jika terdapat penambahan jam kerja lembur
“Hasil ini membuktikan bahwa ketidaksesuaian irama sirkadian atau jam biologis karyawan dapat merugikan kesehatan mereka. Temuan menunjukkan bahwa staf dengan jadwal kerja yang tidak biasa mungkin memerlukan penelitian yang lebih mendetail untuk kesehatan jantung. Studi longitudinal diperlukan untuk menyelidiki apakah kronotipe terlambat mengatasi lebih baik shift larut malam dan kronotipe lebih awal ke jadwal pagi hari, baik secara psikologis dan fisiologis, ”kata Dr Madeira.
Sumber/foto : hrmasiamedia.com/medicalnewstoday.com


Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS