Mengenali Delapan Faktor Penghambat Perkembangan Organisasi
Pada setiap usaha untuk membangun atau mengembangkan suatu organisasi bisnis, selalu ada dua faktor yang menyertai: faktor penghambat dan faktor pendorong. Faktor penghambat adalah faktor yang menyebabkan organisasi seolah-olah ditarik mundur. Melangkah ke depan rasanya berat, seperti orang loyo yang tidak lagi memiliki tenaga. Dengan mengetahui faktor-faktor penghambat, diharapkan pimpinan dapat bergerak untuk melakukan perbaikan di sendi-sendi perusahaan yang sudah mengalami keausan.
Ini mungkin mirip dengan peribahasa katak dalam tempurung, hanya melihat di dalam dan tidak tahu atau masa bodoh dengan yang terjadi di luar. Para pimpinan hanya melihat yang ada di dalam boleh jadi memang ada pergulatan politik internal yang membuat manajemen tidak lagi sensitif dengan apa yang terjadi di luar. Hal ini bisa terjadi karena para pemegang saham sibuk memperebutkan posisi atau kepentingan-kepentingan lain yang membuat urusan pengembangan organisasi menjadi terbengkalai.
Fokus ke dalam ini bisa juga disebabkan oleh kegagalan dalam mendeliver pelayanan kepada pelanggan. Pada organisasi besar dimana sudah terbentuk silo-silo (kubu-kubu), orang akan saling menghindar (ngeles) kalau timbul suatu masalah. “Itu bukan divisi kami.” “Kami sudah menawarkan, bolanya berada di pihak sana.” Pendek kata banyak hambatan yang harus dilalui pelanggan sebelum akhirnya mereka mendapatkan pelayanan yang sepantasnya.
1.Market Disruptions.
Terhambatnya perkembangan organisasi bisa juga karena ada market disruptions, ada suatu hingar bingar di luar yang perusahan tidak mampu ikuti. Umumnya ini disebabkan oleh hadirnya teknologi baru yang menyebabkan perusahaan tidak lagi kompetitif. Munculnya email misalnya telah mematikan bisnis surat-menyurat, meskipun masih ada juga yang bertahan. Dokumen penting umumnya memang tidak dikirim via email.
2.Key Performance Indicators (KPI) Merah.
Artinya memang semangat kerja rendah sehingga KPI-nya banyak yang di bawah target. Jika KPI di bawah target maka tidak ada kemajuan di dalam perkembangan organisasi. Organisasi seperti ini hanya akan bertahan kalau ada pengurangan SDM secara alamiah, yang tua pensiun tapi tidak dicarikan pengganti. Pekerjaannya dirangkap oleh karyawan lain. Atau yang pensiun diganti dengan karyawan baru dengan gaji lebih kecil.
Proyek-proyek yang menghasilkan marjin keuntungan tinggi banyak yang tertunda penyelesaiannya. Ini menjadi indikator turunnya pendapatan perusahaan. Ujung-ujungnya adalah keuntungan yang menipis, bonus yang kecil atau malahan tidak ada bonus sama sekali, dan tingkat gaji stagnan.
3.Kehilangan Orientasi.
Umumnya terjadi ketika misi dan visi yang dicanangkan oleh pimpinan tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Contoh, misi perusahaan yang tertulis di dalam akta pendirian perusahaan adalah menyebarkan ilmu pengetahuan melalui buku-buku. Ternyata penjualan buku-buku cetak selalu menghadapi kendala mahalnya harga kertas sehingga memberikan marjin keuntungan yang semakin tipis. Kemudian perusahaan melakukan kegiatan lain di luar operasi untuk mendapatkan uang, tentunya ini dalam akunting masuk ke pendapatan lain-lain. Pendapatan di luar operasi cukup besar, sehingga misi dan visi perusahaan menjadi terbelah.
4.Tidak Fokus.
Karena ingin melakukan beberapa tujuan sekaligus, penggunaan sumber daya menjadi terpecah. Akibatnya di setiap lini tidak ada yang dapat berhasil secara maksimal. Ini mungkin juga akibat adanya berbagai prioritas yang tidak saling mendukung, bahkan ada kesan saling bertentangan.
5.Kompleksitas.
Setelah keputusan diambil, maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan. Mungkin organisasinya sudah sedemikian besar sehingga perusahaan tidak lagi lincah. Bahkan terkesan sistem dan prosedurnya begitu rumit atau berlapis-lapis sehingga menghambat jalannya eksekusi, pelaksanaan suatu pekerjaan atau proyek.
Selain sistem prosedur yang berlapis-lapis, eksekusi juga dapat dihambat oleh berbagai proses yang tidak adil dan metriks (pengukuran aktivitas) yang rumit. Mungkin orang yang bekerja lebih keras kurang dihargai. Sementara yang tidak terlibat langsung malahan mendapat penghargaan. Meskipun hanya berupa kata pujian, pengakuan terhadap siapa yang turut bekerja mendatangkan sukses perlu dilakukan.
6.Pertanggungjawaban yang Tidak Jelas.
Otomatis kalau penanggungjawab tidak jelas, maka dari sisi pelaksanaan juga akan tersendat-sendat. Tidak ada pihak yang serius dalam menangani suatu proyek. Umumnya pertanggungjawaban yang tidak jelas juga dibarengi dengan sistem penghargaan yang tidak jelas. Orang masih berpikir, “Aku dapat apa dengan mengerjakan proyek itu?” Mentalitas sebagai pecundang juga menjadi penyebab, orang tidak bersemangat untuk bergerak mengerjakan suatu proyek.
Ditambah lagi dengan kualitas sumber daya manusia yang tidak mumpuni, maka pelaksanaan suatu pekerjaan atau proyek juga akan jadi masalah. Bisa jadi orang-orang terbaik perusahaan banyak yang kabur, meninggalkan perusahaan. Ada kesenjangan antara tuntutan kebutuhan SDM dengan stok yang tersedia.
7.Ketidakmampuan Melihat Peluang.
Ada peluang-peluang besar yang lewat begitu saja, karena ada ketakutan atau keraguan untuk mengambilnya. Akibat berikutnya adalah terjadinya stagnasi, tidak ada pertumbuhan pada organisasi. Keadaan ini dapat diperparah apabila produk dan jasa perusahaan sudah tidak mutakhir (outdated products and services). Untuk industri yang entry barrier-nya rendah – artinya siapa saja dapat masuk bisnis ini, maka peluang yang ada akan diperebutkan banyak pihak.
8.Tidak Ada Ketegasan.
Pimpinan mentolerir adanya orang-orang yang tidak mampu di dalam organisasi, mungkin faktor-faktor hubungan keluarga atau pertemanan atau faktor belas kasihan. Tidak berani memecat orang-orang yang tidak lagi berprestasi. Apabila ada masalah tidak segera dibicarakan secara langsung, dan lebih senang berputar-putar demi tidak menyinggung perasaan orang lain. Pendek kata tidak ada ketegasan terhadap hal-hal yang menghambat jalannya organisasi.
Sumber/foto : heidrick.com/upjourney.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS