Kepemimpinan SDM adalah Kunci Perubahan dalam Organisasi
dalam beberapa tahun terakhir, banyak organisasi telah melakukan berbagai perubahan dalam pengaturan kerja kepada karyawan mereka sebagai akibat dari pandemi Covid. Beberapa diantaranya adalah pola pengaturan waktu kerja yang lebih fleksibel, banyak pihak memperikirakan bahwa sistem kerja ini akan terus berlanjut pada beberapa tahun mendatang.
Namun demikian hal ini menimbulkan banyak pertanyaan diantara pimpinan manajemen organisasi, seperti misalnya bagaimana bisa sebuah organisasi berkembang dengan baik apabila hanya mengandalkan sistem kerja fleksible ? bagaimana manajemen bisa mengontrol kinerja karyawan jika mereka bekerja jauh dari kantor dan tetap bisa produktif ?
Fakta yang terjadi selama pandemi memang menunjukkan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dari mana saja dan dengan waktu yang lebih fleksibel, dan yang lebih penting, memungkinkan karyawan menikmati keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik, kata Suyin Enriquez, Vice President, International HR, Ceridian.
“Setelah menjalani pengaturan kerja yang fleksibel selama dua tahun terakhir, setiap organisasi ataupun perusahaan perlu menemukan cara terbaik untuk mencari formulasi kerja yang sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. Baik secara langsung atapun tidak langsung,” jelasnya lebih jauh.
Berbicara kepada HRM Magazine Asia , dirinya menambahkan, selain itu pengaturan kolaborasi dan koneksi menjadi lebih penting dan akan menjadi hal yang sangat penting dalam bekerja.
Suyin adalah direktur SDM yang telah bergabung dengan Ceridian sejak September 2020. Serta memiliki banyak pengalaman di bidang SDM yang terakumulasi di seluruh wilayah Asia-Pasifik.
Suyin menambahkan, karyawan sekarang mencari organisasi ataupun perusahaan yang memmberika penawaran pengaturan kerja yang lebih fleksibel, dimana mereka diberi kebebasan pilihan tempat bekerja, kapan bekerja dan bagaimana cara bekerja. Jika organisasi tidak dapat menemukan cara untuk menyediakan opsi ini, maka akan terdapat sedikit kandidat yang bersedia bekerja untuk mereka.
Menurut laporan Pulse of Talent tahun 2022 Ceridian, karyawan di Singapura, meskipun masih menghargai renumerasi, namun memiliki pilihan pola kerja jarak jauh dan jam kerja fleksibel sebagai faktor terpenting kedua yang akan membuat mereka mempertimbangkan beragam penawaran dari perusahaan.
Namun demikian hanya sedikit pimpinan organisasi yang menganggap hal tersebut penting untuk diperhaikan. Bahkan kurang dari 50% pimpinan yang bersedia mengadopsi fleksibilitas ke dalam peran dan tanggung jawab pekerjaan untuk membantu perkembangan organisasi.
Suyin memperingatkan, kesenjangan ini jelas memberika indikasi bahwa rencana kembali bekerja mungkin tidak sejalan dengan keinginan karyawan. Hal ini tentunya dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan kryawan mereka di masa depan.
Menurutnya untuk dapat berjalan sukses dalam mengadopsi pekerjaan yang fleksibel, pengalaman karyawan harus menjadi prioritas utama. Karena tidak ada organisasi yang berhasil, kecuali karyawan mereka merasa termotivasi dan terlibat.
“Ini berarti manajemen harus menciptakan peluang untuk kolaborasi antar tim yang lebih baik, dalam hal fungsi serta wilayah kerja mereka. Karyawan juga memiliki keinginan yang sama seperti mereka dapatkan ketika dirinya berinteraksi dengan organisasi lain yang menjadi idola mereka,” tambahnya.
Suyin juga merekomendasikan teknologi seluler sebagai alat bagi setiap organisasi untuk menciptakan pengalaman yang disesuaikan dan terhubung bagi karyawan selama mengadopsi sistem kerja jarak jauh.
“Apakah itu bertukar shift, memeriksa jadwal, atau meninjau gaji mereka. Karyawan menginginkan akses ke kehidupan kerja mereka. melalui perangkat seluler yang tersedia. Karyawan yang memiliki kendali lebih besar atas jadwal mereka sendiri secara lebih baik,” tambahnya.
Selain fleksibilitas dan memprioritaskan karyawan, kesiapan organisasi dalam menghadapi perubahan telah menjadi ciri utama organisasi yang berhasil melewati masa-masa sulit selama pandemi.
Untuk membangun dan mempertahankan kesiapan organisasi untuk berubah tersebut, budaya siap-perubahan sedikit banyak didorong oleh perilaku dan kinerja para pemimpin mereka. Hal ini menjajdi sangat penting ketika perusahaan menghadapi masa krisis dan memiliki kesiapan dalam mempersiapkan karyawan untuk menghadapi perubahan tersebut.
“Kesiapan dan kemampuan yang ditunjukkan oleh para pemimpin di masa krisis, akan menjadi role model bagi karyawan mereka. Oleh karena itu setiap pemimpin memiliki kesempatan untuk memperkuat peran kepemilikan kustodian mereka dan menciptakan budaya penciptaan nilai berkelanjutan di dunia kerja,” katanya lebih jauh.
Menurut penelitian Ceridian, organisasi dapat membangun kesiapan perubahan ke dalam budaya mereka, dengan beberapa pendekatan utama, termasuk menerapkan strategi keragaman, kesetaraan, dan inklusi (Diversity, Equity, and Inclusion – DEI) untuk menumbuhkan budaya yang menghormati dan menghargai diantara karyawan.
Suyin menambahkan, hal yang terpenting adalah tidak memikirkan DEI sebagai keuntungan, atau tambahan, melainkan sebagai elemen mendasar tentang bagaimana sebuah organisasi beroperasi.”
“Dari rekrutmen yang adil hingga remunerasi yang setara bagi karyawan, hingga menetapkan target terukur untuk peningkatan berkelanjutan, SDM juga dapat membantu organisasi agar memiliki tujuan dan niat ketika berhubungan dengan DEI.” tambahnya.
Dirinya merekomendasikan, setiap pemimpin SDM harus mengambil pendekatan berbasis data untuk mengembangkan inisiatif DEI, dimulai dengan menggunakan data untuk mengisi kesenjangan. Saat mengakses program DEI, metrik utama untuk diukur mencakup data demografis umum yang mengidentifikasi kesenjangan keragaman, serta survei kepada karyawan yang memungkinkan mereka merefleksikan keterlibatan organisasi dan pribadi.
Untuk lebih mendorong keberhasilan inisiatif ini, para pemimpin harus mengadopsi pola pikir yang fleksibel dan terbuka yang menyesuaikan dengan cara kerja baru dan memahami bahwa pendekatan satu ukuran untuk semua tidak lagi berfungsi karena setiap karyawan memiliki kebutuhan unik.
Dalam prosesnya, organisasi membangun kepemimpinan tangguh yang sangat penting untuk sukses di dunia kerja virtual yang semakin tanpa batas.
“Memiliki pemimpin yang kuat dan memilih peremcanaan yang tepat dalam memimpin laryawan untuk masa depan, menjadi sangat penting bagi organisasi untuk menghadapi perubahan secara efektif,” kata Suyin.
Perubahan yang mencakup perubahan pola pikir ketika menghadapi karyawan yang mengalami tekana kerja berlebihan hingga kepada karyawan yang merasa tidak lagi merasa nyaman bekerja di organisasi.
Menurutnya agar berhasil mengelola tenaga kerja yang semakin beragam dengan keyakinan dan prioritas yang berbeda, para pemimpin perlu memiliki ketrampilan dan fleksibilitas yang tinggi. Selain itu juga agar pemimpin bisa mengelola karyawan secara lebih baik dan menuntun mereka menjadi lebih produktif.
“Hal ini setidaknya membutuhkan keterlibatan pinpinan pada dua tingkat – komitmen terhadap tujuan individu dan komitmen terhadap tujuan perusahaan. Tujuan kinerja individu yang jelas dan terukur, terhubung ke organisasi yang digerakkan oleh tujuan di mana tujuan diturunkan ke individu, dapat menciptakan pengalaman karyawan yang lebih baik, dan pada akhirnya menghasilkan tenaga kerja berkinerja tinggi,” kata Suyin.
Sumber/foto : hrmasiamedia.com/inc.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS