Menimbang Rasio dan Emosional Dalam Membuat Keputusan
Mengambil keputusan berdasarkan asumsi atau dugaan menjadi persoalan ketika bersumber pada informasi yang keliru atau tidak lengkap. Sehingga hal itu membahayakan keberlanjutan dan eksistensi dari organisasi atau orang tersebut. Hal sama ketika seseorang mengambil keputusan dalam keadaan emosional yang tidak stabil.
Beragam cara ditempuh oleh seseorang atau sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya. Biasanya, orang dan organisasi tersebut akan mengumpulkan data yang diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan. Metode yang ditempuh pun beragam, mulai dari yang formal seperti poling dan penelitian pasar (market research), hingga informal seperti menanyakan pendapat dan masukan dari teman dekat. Hasil yang diharapkan dari proses ini adalah terwujudnya keputusan yang benar. Namun masih ada beberapa orang yang belum memahami pentingnya keseimbangan emosional dan rasional dalam mengambil sebuah keputusan.
Hal sama mengenai mengambil keputusan juga dibahas oleh Pambudi Sunarsihanto, Human Reosurces Director Blue Bird Group dalam cuitan akun facebooknya Pambudi Sunarsihanto.
Pambudi menceritakan bagaimana ia mengambil keputusan dengan melakukan predictive analytics, untuk membuat sebuah linear trend estimation yang kemudian optimisasikan dengan menggunakan diagram Karnaug, sebuah metode penyederhanaan aljabar Boolean untuk mengeliminasi potensi race condition dengan memanfaatkan pattern recognition ability. Hal itu memerlukan beberapa jam analisa untuk melakukan prediksi itu.
Tentu saja, prediksinya tidak selalu tepat, sering juga salah, ungkapnya. Tetapi saat prediksi itu tepat, ada kebanggan tersendiri dalam diri kita.
Ia menegaskan bahwa dalam mengambil keputusan, haruslah berlaku objektif. Dalam artian, seseorang itu harus tetap objective dalam mengambikl keputusan meskpun itu hal yang tidak ia sukai.
Support with your heart, decide with your brain. Be objective! Bukankah itu yang kita lakukan sehari-hari di pekerjaan kita. Mengkombinasikan agar keputusan kita menyeimbangkan factor emosional dan rasional, ungkap Pambudi dalam cuitannya.
Setiap hari, kita harus membuat keputusan. Setiap hari, otak dan hati kita perlu bekerja bersama.
Intinya apapun yang kita lakukan, kita butuh menyeimbangkan emosional dan rasional.
Menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dan keberhasilan jangka panjang. Selalu ingat bahwa perjalanan bisnis kita adalah sebuah perjalanan panjang. Jangan mengorbankan kesuskesan jangka panjang , hanya untuk menyelamatkan Quarterly KPI kita. Ingat bagaimana perusahaan harus survive dan sukses di masa depan, factor apa yang harus dicapai, buatlah millestone yang selaras dengan itu.Menyeimbangkan antara tujuan perusahaan dan aspirasi karyawan
Seimbangkan antara apa yang perusahaan harus capai dan apa yang karyawan inginkan. Raih tujuan bisnis dengan mengembangkan karyawan , bukan dengan mengeksploitasinya. Rancang rencana tindakan , sehingga karyawan akan belajar dan meningkatkan kompetensi mereka dengan menerapkan rencana aksi kita.
Mulailah dengan tujuan, pertimbangkan emosi tim, dan kemudian buat keputusan yang sesuai. Focus pada objective yang ingin dicapai. Jangan terburu-buru menjadi bulldozer yang terus membabi-buta untuk mengimplementasikannya. Engage your team, listen to them, ask their input. Kemudian adjust your action plan, supaya objective tetap tercapai dengan memperhatikan concern dan input team.
Ingat, dalam kepemimpinan Anda: Sentuh hati mereka, yakinkan kepala mereka, sebelum Anda meminta mereka untuk menggerakkan tangan mereka.
Pambudi mengingatkan, bahwa pada akhirnya tugas seorang pemimpin adalah mempengaruhi tim agar berjalan ke arah yang sama. dalam artinya mencapai tujuan sama. Tetapi untuk mempengaruhi mereka sering kali kita harus mempengaruhi otak mereka dengan argument rasional dan juga menyentuh hati mereka dengan pendekatan emosional.
Sumber/foto : FB Pambudi Sunarsihanto/roberthalf.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS