Masa Depan HR dan AI adalah Kolaborasi, Bukan Kompetisi

AI kini semakin banyak digunakan dalam proses rekrutmen dan manajemen talenta. Namun, muncul pertanyaan penting: bagaimana memastikan kualitas manusia yang direkrut tidak menurun ketika peran manusia digantikan oleh teknologi? Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Maftuha Paisol, Talent Acquisition Manager, Nittoc Construction dalam sesi tanya jawab seminar 9th Asia Pacific HR Forum yang berlangsung bulan lalu di Nusa Dua Bali.
Dirinya juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa dalam rekrutmen, HR tidak hanya menilai kandidat berdasarkan data, tetapi juga melalui intuisi, empati, dan perasaan dalam membangun koneksi.
“Ketika kita mewawancarai kandidat, ada intuisi dan empati yang tidak bisa digantikan mesin. Bagaimana AI bisa memastikan kualitas manusia yang kita rekrut tidak menurun?” tanya Maftuha Paisol.
Menanggapi hal tersebut, Bhuvanesh dari Darwinbox, Singapura, menegaskan bahwa peran AI saat ini masih terbatas pada tahap awal proses rekrutmen. AI lebih banyak digunakan untuk pekerjaan yang sifatnya standar, seperti screening CV atau verifikasi jawaban kandidat.
“Hari ini, AI hanya membantu pada tahap penyaringan awal. Misalnya, memastikan informasi kandidat sesuai dengan CV atau mendeteksi nada bicara saat wawancara awal,” jelas Bhuvanesh.
Ia menambahkan bahwa teknologi AI, khususnya language model, kini bahkan mampu memahami nada suara. Hal ini membantu HR mengetahui apakah kandidat merasa nyaman atau justru terganggu ketika diwawancarai oleh bot. Dengan begitu, HR bisa memutuskan apakah perlu melakukan percakapan tambahan sebelum melangkah ke tahap berikutnya.
Meski demikian, Bhuvanesh menekankan bahwa AI belum matang sepenuhnya dan tetap membutuhkan sentuhan manusia. AI hanyalah alat bantu yang memberi masukan, sementara keputusan akhir tetap berada di tangan HR.
Ia mengutip pandangan Vikram Sinha, CEO Indosat Ooredoo Hutchison, dalam sebuah konferensi AI:
“AI tidak akan pernah menggantikan manusia. AI akan membuat kita lebih cerdas.”
Bhuvanesh menekankan hal ini sebagai kunci: HR tidak perlu takut tergusur oleh teknologi. Justru, AI memberi ruang bagi HR untuk lebih fokus pada aspek strategis, seperti membangun keterlibatan karyawan, mengembangkan talenta, dan menjadi mitra bisnis sejati.
“AI membantu kita menghemat waktu dari pekerjaan rutin yang bisa diotomatisasi. Dengan begitu, HR bisa lebih fokus pada hubungan dengan kandidat maupun karyawan, dan menjalankan peran sebagai partner bisnis yang sebenarnya,” ujar Bhuvanesh.
Kesimpulannya, masa depan HR bukanlah persaingan dengan AI, melainkan kolaborasi. AI mengambil alih tugas teknis, sementara HR memperkuat peran humanis yang tidak tergantikan: intuisi, empati, dan membangun koneksi.


Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS