Sebagian Besar Pemimpin Bisnis di Asia Pasifik Belum Memiliki Kesiapan Digital
Dalam bebrapa bulan ini ada banyak fenomena menarik yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Diantaranya adalah merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia, yang berimbas pada perubahan besar di bidang sosial ekonomi dan mengakibatkan timbulnya New Normal sebagai bentuk adaptasi dari pandemi tersebut. Dimana banyak perusahaan ataupun bisnis mulai mengurangi tenaga kerjanya, hingga mengalihkan sistem kerja yang berbasis fleksible work atau sering disebut dengan work from home.
Work From Home (WFH) kemudian berubah menjadi kata kunci, agar setiap perusahaan dapat terus melanjutkan kegiatannya di tengah ancaman Covid-19. Dimana sistem kerja WFH ini mutlak memerlukan dukungan pemahaman teknologi digital yang memadai bagi semua yang terlibat, sehingga setiap komponen dalam manajemen tetap dapat terhubung dengan baik.
Namun demikian dalam sebuah penelitian terbaru yang dimuat dalam laman hrmasia.com menyebutkan, ternyata sebagian besar pemimpin bisnis di kawasan Asia Pasifik masih kurang memiliki ketrampilan kepemimpinan diigital. Walaupun mereka memang menyadari bahwa ketrampilan tersebut sangat diperlukan bagi organisasi mereka bila ingin berkembang dan bersaing di era Industri 4.0.
Lebih jauh disebutkan bahwa para pemimpin bisnis di negara Singapura, Australia, Cina, Malaysia, India, Jepang, dan Hong Kong menunjukkan bahwa kesadaran akan hal itu telah ada, namun sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa organisasi mereka ‘belum sepenuhnya’ mempersiapkan SDMnya dengan ketrampilan teknologi digital yang memadai.
Akibatnya banyak organisasi tersebut yang tidak mampu merealisasikan digital initiative bagi perusahaannya. Karena para pemimpinnya lebih banyak memfokuskan diri pada optimalisasi cara kerja tradisional, yang notabene tidak terlalu digital minded.
Negara seperti Singapura yang sering dianggap sebagai kawasan yang berada di garis depan transformasi digital, dengan upayanya untuk menciptakan ‘Smart Nation’ telah berhasil melakukan hal ini baik di tingkat perusahaan dan pemerintah. Nmaun demikian banyak pihak yang melihat bahwa masih banyak pemimpin di negara tersebut, yang menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup signifikan. Sehingga belum mampu membuat perubahan besar pada cara mereka dalam bekerja
Memang para pemimpin Singapura memiliki semangat kewirausahaan yang kuat, dan semangat tersebut merupakan motivator yang kuat bagi setiap pemimpin dalam bertindak. Dalam keadaan tertentu kemampuan mencari penyelesaian dalam menghadapi permasalahan, akan menumbuhkan kemampuan mereka dalam mengatasi situasi krisis. Sehingga mereka akan siap menghadapi setiap perubahan yang terjadi.
Namun demikian para pemimpin tersebut terkadang lebih suka beroperasi di lingkungan yang sangat terstruktur, dengan berbasis pada peraturan dan ketentuan perundanga yang berlaku. Hal ini tentunya akan membatasi kemampuan mereka dalam mencari ide-ide baru dan inovatif.
Penelitian yang melibatkan sekitar 2.000 responden dari kalangan profesional bisnis dan SDM, menunjukkan hal yang mengejutkan dimana 59% responden merasa kalau pemimpin senior mereka tidak berbuat banyak untuk mempromosikan budaya inovasi di organisasi. Bahkan sebagian besar dari responden tidak melihat adanya keinginan dari pemimpin dalam mengadopsi hal-hal inovatif, dalam bentuk contoh terkecil di pekerjaan kantor.
Hasil lain dari responden menjukkan pula bahwa lebih dari setengah (51%) responden merasa organisasi mereka menawarkan sangat sedikit, bahkan tidak ada fleksibilitas sama sekali dalam bekerja. Hasil ini mengkhawatirkan banyak responden, karena pada saat sekarang ini telah banyak perusahaan terbaik di seluruh dunia menggunakan teknologi untuk memungkinkan kerja yang fleksibel dengan produktivitas kerja yang tinggi.
Kemudian 61% lainnya berpikir perusahaan mereka tidak pernah sama sekali atau belum memikirkan mengenai pengaturan kolaborasi tim secara jarak jauh. Begitu pula pengaturan kerjasama tim dalam komunikasi secara remote.
Negara Malaysia dan Thailand dalam penelitian tersebut memiliki skoring terendah dalam hal kinerja dengan bantuan teknologi, walaupun demikian kedua negara tersebut telah menunjukkan tanda-tanda adanya peubahan di kalangan pemimpin dalam menyikapi perkembangan teknologi di bidang bisnis tersebut.
Peter Van Deursen, CEO Cargill Asia-Pasifik mengatakan kepada HRM Magazine Asia bahwa para pemimpin yang memiliki keinginan menang dalam sebuah persaingan bisnis, akan selalu mempersiapkan dirinya secara seksama untuk maju ke level berikutnya. Energi (untuk mempersiapkan hal) tersebut akan dengan cepat menyebar ke seluruh komponen manajemen dan semuanya akan ikut bersiap untuk lompatan berikutnya.
“Pola pikir tradisional tidak memiliki tempat di masa depan digital. Para pemimpin harus mampu memberikan contoh dalam mengambil risiko dan mau mengadopsi cara kerja baru dengan bantuan teknologi digital. Jika tidak maka akan segera ketinggalan jaman,” jelasnya.
Sumber/foto : hrmasia.com/mastermessaging.com