IntiPesan.com

Perusahaan IT Amerika Mulai Mencari Talent Tanpa Melihat Ijazah Pendidikannya

Perusahaan IT Amerika Mulai Mencari Talent Tanpa Melihat Ijazah Pendidikannya

Pasar kerja AS kian hari semakin ketat. Dengan sekitar 6,7 juta pekerja saat ini, mencari pekerjaan memperebutkan sekitar 6 juta lowongan pekerjaan telah membuat kompetisi untuk pekerja semakin ketat. Salah satu cara untuk melihat permainan ini adalah melalui berbagai terobosan baru yang dilakukan oleh pengusaha, ketika merekrut bakat baru. Salah satunya adalah dengan menempuh kebijakan perekrutan, yang tidak lagi memerlukan ijazah universitas pada bebrapa profesi tertentu.

“Dalam industri teknologi – yang merupakan awal dari tren ini – kami melihat adanya peningkatan jumlah lowongan pekerjaan yang lebih membutuhkan ketrampilan, daripada sebuah ijazah universitas,” kata Cathy Barrera, direktur di ZipRecruiter. Sebuah perusahaan yang ingin merekrut pekerja dengan kemampuan bahasa pemrograman seperti SQL, Python, Java dan HTML yang mencari karyawan dengan keterampilan khusus, daripada talent yang memiliki gelar ijazah dari universitas.

Jenis pekerjaan ini – di mana keterampilan lebih penting daripada gelar – disebut sebagai new collar worker. Istilah ini mendapatkan popularitas pada akhir 2016, setelah CEO IBM Ginni Rometty menggunakannya dalam surat terbuka kepada Presiden Donald Trump.

“Mendapatkan pekerjaan di IBM pada hari ini, tidak selalu membutuhkan gelar sarjana. Karena di beberapa pusat kami di Amerika Serikat, sepertiga dari karyawan kami tidak memiliki gelar sarjana dari sebuah universitas. Karena bagi kami yang terpenting adalah keterampilan yang relevan, dan ini terkadang diperoleh melalui pelatihan kejuruan. Selain itu kami menciptakan dan merekrut untuk mengisi pekerjaan new collar sebagai sebuah pekerjaan yang memiliki peran baru di bidang-bidang tertentu, seperti cyber security, data science, artificial intellegence dan cognitive business,” jelas Ginni Rometty.

Menurut ZipRecruiter jenis pekerjaan seperti ini kemungkinan besar ditawarkan dengan perusahaan kecil dan di kota-kota yang belum tentu dikenal, karena pasar kerja teknologi mereka yang cenderung terbatas.

“Dari hasil penelitian kami mendapatkan bahwa di kota-kota kecil, dimana pekerjaan teknologi menjadi bagian kecil dari lowongan pekerjaan telah membuat new collar worker menjadi sebuah alternatif pekerjaan yang cukup menjanjikan,” jelas Barrera.

Perusahaan tersebut cenderung tidak membutuhkan banyak karyawan dengan gelar sarjana. Sedangkan di kota-kota besar – seperti San Francisco dan Silicon Valley benar-benar dibanjiri oleh talent di bidang IT, sehingga banyak orang mulai berpindah ke lokasi tersebut hanya untuk bekerja di industri itu. Sedangkan di lokasi lain mungkin tidak ada banyak orang dengan keterampilan itu atau banyak orang dengan gelar.

“Jadi di kota-kota kecil tersebut mungkin memiliki pengusaha yang mau memahami, bahwa gelar tersebut belum tentu mencerminkan keterampilan yang mereka butuhkan. Apa yang mereka inginkan adalah seseorang yang dapat memprogram bahasa tertentu dan bukan seseorang yang memiliki gelar sarjana. “jelasnya lebih jauh.

Meskipun fenomena ini adalah gejala dari pasar tenaga kerja yang ketat, Barrera mengatakan ini bukanlah sebuah tren yang akan hilang dalam sekejap. Karena pada industri seperti ini para pekerja dapat memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui kursus sertifikasi, magang atau sekolah kejuruan dan lkemudian baru memperoleh ijazah mereka.

“Ini dapat berlaku untuk pekerjaan apapun dimana peran sentral banyak bergantung, pada keterampilan yang dapat diuji secara langsung. Sehingga dapat memiliki jangkauan yang sangat luas ke dalam hal-hal, yang sama sekali tidak terkait dengan teknologi. Sehingga kita akan bisa melihat sesuatu ketrampilan pekerjaan secara langsung lewat portofolio, daripada mencari calon karyawan yang memiliki gelar sarjana.” ujarnya.

Peningkatan permintaan new collar worker juga dapat membantu mengurangi setengah pengangguran di kalangan anak muda Amerika, dengan cara membantu mengubah cara kita berpikir tentang pendidikan perguruan tinggi yang sering dilihat sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi. Pengangguran terselubung adalah ketika orang mengambil pekerjaan dengan kualifikasi yang terlalu tinggi dan karenanya tidak menggunakan gelar mereka.

Dari data yang diperoleh The New York Fed menyebutkan bahwa, 43,4 persen lulusan perguruan tinggi banyak mecari pekerjaan yang lebih baik dan tidak terkait sama sekali dengan studi mereka di universitas. Dengan kata lain mereka bekerja tidak berdasarkan atas ijazahnya, dan mampu mengumpulkan pendapatan hingga $ 45.000/tahun. Sedangkan 7,7 persen lulusan perguruan tinggi lainnya bekerja di pekerjaan bergaji rendah dan mendapatkan penghasilan $ 25.000 atau kurang selama setahun.

Menurut Barrera kita perlu melihat sedikit lebih banyak perubahan di pasar tenaga kerja, lebih banyak peluang kerah baru ini menjadi tersedia untuk benar-benar berdampak pada keputusan macam apa yang dibuat kaum muda tentang pendidikan mereka.

“Saya berpikir bahwa new collar worker ini adalah sebuah konsep pekerjaan yang banyak melibatkan teknologi pada sebuah industri, dengan anak muda sebagai penggerak utamanya. Ini kemudian dikombinasikan dengan fakta bahwa new collar adalah pekerjaan bergaji terbaik, dimana individu dapat mengasah keterampilan mereka dan mampua memberikan kesempatan untuk pertumbuhan karir yang lebih baik. Kedua hal bersama-sama menjadikan ini sebagai jalur karir yang sangat menarik bagi kaum muda. Itu dapat berkontribusi baik pada individu muda atau keluarga mereka, yang lebih mendorong untuk memilih jalur alternatif daripada sebuah pencapaian gelar tradisional empat tahun. ”ujarnya menutup.

Sumber/foto : marketplace.org/bondlinkcdn.com