IntiPesan.com

Badai Widyastuti : Strategi Pengembangan SDM Milenial, Harus Memperhatikan Karakteristik Mereka

Badai Widyastuti : Strategi Pengembangan SDM Milenial, Harus Memperhatikan Karakteristik Mereka

Milenial memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Oleh karenanya, perlu untuk melakukan strategi yang berbeda dalam mengembangkan mereka, termasuk dalam hal keterampilan. Namun hal yang perlu dipastikan bahwa hal ini bukan hanya berbicara tentang bagaimana organisasi men-training milenial. Tetapi bagaimana ekosistem yang dibangun untuk bisa membuat mereka memberikan kekuatan dan kinerja terbaik dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Demikian seperti yang disampaikan oleh Badai Widyastuti Prasthari, Talent Development and Learning Director Danone Indonesia ketika ditemui Redaksi Intipesan pada Rabu (26/2) di Hotel Ritz Carlton Jakartaa seusai menyampaikan sesinya dalam Seminar Psychology At Work.

Badai juga mengatakan, bahwa dalam mengembangkan SDM milenial, kita harus melihat karakteristik mereka. Seperti, milenial yang mudah merasa bosa, belajar sangat cepat dan tidak suka jika mode belajar mereka seperti di sekolah, hanya mendengarkan guru dan mencatat.

“Sistem belajar seperti tentu sudah berakhir dan bukan jamannya lagi,” ungkapnya.

Sehingga yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana organisasi menciptakan program-program, yang menyenangkan dan menantang bagi milenial, sehingga mereka mau belajar. Juga, mereka tertantangan untuk menggunakan kecerdasannya untuk bisa menyelesaikan berbagai macam masalah yang dihadapi dengan caranya milenial.

“Hal ini saya yakin itu bisa lebih bagus dari generasi-generasi sebelumnya,” tuturnya.

Kemudian cara mengembangkan SDM milenial di Danone sendiri, ia mengungkapkan pada awalnya organisasi hanya mendesain sesuai dengan kebutuhan milenial. Namun, pada impelementasinya, ternyata sangat positif dengan generasi sebelumnya.

“Misalnya, waktu training kita memakai gamification. Kita pakai kahut, kita pakai metodenya kaya orang main game. Jadi kalau misalkan mereka di level ini mereka dapat hadiah dan sebagainya. Itu generasi yang lain juga responnya positif,” ungkapnya.

Selain itu dalam mengembangkan SDM, Badai tidak lagi melakukan dengan sistem lecturing, tetapi karyawan melakukan studi kasus, workshop yang mengharuskan mereka presentasi dan sebagainya.

“Kalau bahasa kerennya action learning. Itu buat mereka lebih bermanfaat dibanding bentuknya mereka dengerin,” tuturnya.

Kemudian untuk mengukur keberhasilan yang telah dilakukan oleh organisasi. Pertama kali yang harus dilakukan adalah dengan melihat respon karyawan, dan manfaat yang dihasilkan bagi mereka. Biasanya hal itudapat dilakukan melalui survey dan key practice. Kedua, dengan melakukan sesi tanya kepada para pimpinan masing-masing, apakah ada perubahan perilaku setelah karyawan mengikuti training. Ketiga, dengan melihat dari dampak bisnisnya, apakah mengalami keuntungan atau justru kemunduran.(Artiah)