Lima Perubahan Besar di Dunia Kerja Sejak Pandemi Covid19 Melanda Dunia
Tanpa terasa kita sudah memasuki tahun kedua semenjak pandemi Covid19 mulai melanda seluruh dunia dan mempengaruhi seluruh kehidupan. Serta memberikan dampak yang luar biasa bagi kegiatan bisnis dan perekonomian. Namun berkat krisis ini pula telah membuat banyak pihak mengembangkan praktik dan kebijakan SDM yang ada dengan sangat cepat, sebagai usaha untuk beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan oleh pandemi.
Menurut Jason Averbook, salah satu pendiri dan CEO Leapgen menyebutkan bahwa sebenarnya COVID-19 berfungsi sebagai akselerator — semacam mesin waktu untuk membuat orang berfungsi selaras dengan cara dunia luar bekerja, berpikir, dan hidup selama dekade terakhir. Beberapa pihak memang telah memperkirakan bahwa perubahan pasti akan terjadi pada suatu saat, dan pandemi Covid19 telah mempercepat dorongan untuk perubahan dalam organisasi.
Berikut adalah cuplikan lima perubahan yang terjadi sebagai akibat dari pandemi tersebut, sejak Organisasi Kesehatan Dunia mendeklarasikannya sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020.
1.Merubah cara berkomunikasi
Menurut panduan WHO, untuk mencegah penularan Covid19 maka dianjurkan kepada setiap orang untuk membatasi kontak fisik dengan individu lainnya. Akibatnya banyak kegiatan mulai mengalihkan interaksi mereka melalui bantuan teknologi digital.
CEO Martin Hartshorne menyebutkan bahwa Covid19 telah mempercepat pengembangan alat komunikasi dan kolaborasi, yang telah meringankan banyak beban karena pekerjaan kantor yang menumpuk. Serta mempermudah pengelolaan organisasi secara lebih cepat dan efisien.
Dirnya merujuk pada peningkatan penggunaan beragam aplikasi untuk mendukung pekerjaan kantor, mulai dari Zoom, Microsoft Teams hingga kepada Google Meet sebagai contoh platform populer yang menawarkan kombinasi antara komunikasi dengan partner kerja, konferensi video, jejaring sosial, penyimpanan file, dan pendidikan jarak jauh.
“Covid19 juga mempercepat tren memudarnya pemakaiana emial dalam beberapa kesempatan, bahkan kami telah melewati titik kritis di mana perusahaan mulai mempertimbangkan untuk tidak lagi menggunakan email sebagai sarana utama komunikasi karyawan,” jelasnya.
Hartsthrone menambahkan kini setiap orang berusaha meminimalkan kehadiran fisik di kantor mereka, dan mulai mengandalkan alat digital yang dinamis untuk memenuhi kebutuhan kerja / hidup.
2.Merubah cara perekrutan
Pandemi telah mendorong proses akuisisi bakat dengan memicu perubahan mendasar dalam cara menyelesaikan pekerjaan dan menurut laporan terbaru oleh SAP dan Oxford Economics – Agile Procurement Insights Research – 42% dari pengeluaran tenaga kerja adalah untuk tenaga kerja eksternal.
Menurut Arun Srinivasan, manajer umum di SAP Fieldglass, sebuah perusahaan perangkat lunak untuk perekrutan menyebutkan bahwa pandemi telah membuat pengusaha untuk berpikir secara berbeda tentang status karyawan mereka di masa depan dan cara perekrutan mereka nantinya. Bahkan larena pandemi pula kini deskripsi pekerjaan telah berubah.
Saat membandingkan pekerjaan yang dibuat sebelum Covid19 dengan jabatan pekerjaan serupa saat ini, dia mengatakan ada perbedaan 30% dalam tanggung jawab. Untuk mengisi lowongan kerja, kliennya telah membekali pekerja dengan keterampilan abad ke-21, meningkatkan promosi internal, dan memperluas pencarian bakat mereka ke berbagai wilayah negara atau dunia.
“Organisasi ditantang untuk memikirkan kembali strategi mereka dan [mengidentifikasi] dua atau tiga area teratas di mana mereka ingin membangun pijakan kompetitif mereka sehingga mereka dapat keluar dari krisis ini dengan lebih kuat. Mereka mencoba menemukan calon karyawan terbaik di bidang, yang memiliki kepentingan strategis untuk persiapan menghadapi masa depan yang akan datang setelah Covid19 menghilang,” kata Srinivasan.
3.Merubah cara belajar
Bagaimana kita belajar
Julie Gurican, direktur senior di BenchPrep, perusahaan penyedia training karyawan menyebutkan bahwa kini banyak perusahaan mulai mengadaptasikan perubahan cara training di ruang kelas ke platform digital.
“Organisasi telah menemukan cara untuk mendigitalkan pembelajaran dan memindahkannya ke platform swalayan sesuai permintaan. Bahkan di beberapa universitas dan perusahaan tertentu, opsi tatap muka tidak lagi tersedia,” jelasnya lebih jauh.
Gurican menambahkan bahwa organisasinya dan yang lainnya telah memperluas pembelajaran online untuk menyertakan orientasi. Menurutnya organisasi akan menciptakan lingkungan belajar hybrid, karena karyawan memiliki gaya belajar yang berbeda.
Sementara itu, hambatan terbesar dalam melalkukan digitalisasi pembelajaran adalah kurangnya keahlian teknis dan sumber daya untuk beralih.
“Kita membutuhkan tim yang berdedikasi pada transformasi digital atau mencari tahu bagaimana menerjemahkan konten secara online. Karena setiap orang tidak bisa hanya menyalin dan menempel. Ada banyak pembelajaran sains yang digunakan untuk memastikan bahwa hasil dicapai secara online, ” ungkapnya.
Dia memperkirakan pembelajaran karyawan akan berfokus pada minat atau pilihan karier individu, kemampuan, dan kinerja. Sehingga nantinya proses training akan menyerupai Netflix, dengan mengakomodasi preferensi dan kemampuan belajar dari setiap individu secara spesifik.
4.Merubah persepsi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan karyawan
Patrick Hyland, direktur penelitian dan pengembangan di Mercer, sebuah perusahaan konsultan global menyatakan bahwa dalam laporan terbaruya Mercer’s 2020 Cross-Organizational mennyebutkan bahwa sebagian besar karyawan (91%) merasa organisasi mereka harus memberikan informasi penting agar tetap sehat dan aman. Sementara 72% mengatakan perusahaan harus dengan jelas mengomunikasikan rencana saat ini dan masa depan. Sehingga ketika terjadi PHK setiap karyawan memiliki informasi yang jelas.
Menurut Mercer’s The Future Of Work & The Future of Employee Listening, 61% organisasi berencana untuk menginvestasikan lebih banyak waktu, perhatian, dan sumber daya ke dalam kesehatan mental.
Hampir 90% organisasi juga berencana untuk menerapkan perubahan pasca pandemi ke pekerjaan yang fleksibel, sementara profesional HR kemungkinan akan mengembangkan pemahaman yang lebih terperinci tentang pengalaman karyawan, katanya.
5.Merubah tempat bekerja
Julie Derene, global head talent management di Ceridian, sebuah perusahaan perangkat lunak manajemen sumber daya manusia global menyatakan bahwa beberapa perusahaan bereaksi cepat ketika pandemi pertama kali melanda. Karena mereka menyadari untuk meminimaliri dampak pandemi Covid19 pengusaha harus segera mengatur agar sebagian besar karyawan mereka bekerja dari jarak jauh.
Beberapa tidak memiliki pengalaman mengelola tenaga kerja jarak jauh secara lebih fleksibel daripada yang dibutuhkan dengan praktik operasional, prosedur, dan akomodasi karyawan, katanya. Sekarang, satu tahun kemudian, beberapa orang semakin menyadari bahwa hal itu sangat penting bagi kelangsungan perusahaan mereka di masa depan.
Menurut Pew Research Center sebelum COVID-19, satu dari lima karyawan melakukan telecommuting atau bekerja dari jarak jauh, namun sekarang 71% bekerja dari rumah sepanjang waktu atau hampir sepanjang waktu.
Sistem kerja fleksible juga telah mendorong pemberi kerja untuk memvirtualisasikan aktivitas tradisional di lokasi, menjadikannya lebih banyak sesuai permintaan, secara real-time. Dengan masalah kesehatan mental yang meningkat.
Dengan kata lain pemberi kerja sekarang lebih fokus pada virtualisasi, menyesuaikan, dan memberikan dukungan kesehatan di semua tingkatan kepada pekerja jarak jauh berdasarkan pengalaman individu mereka.
“Banyak dari hal-hal ini sudah akan terjadi dan kami baru saja mempercepat kemampuan dan ketrampilan diri kami untuk menghadapi masa depan,” kata Derene.
Sumber/foto : hrmasiamedia.com/truedigitalpark.com