10 Nilai Kesederhanaan Ingvar Kamprad Yang Menjadi Dasar Budaya Kerja IKEA
Sebagai salah satu peritel terbesar di bidang furniture, IKEA menguasai hampir dua pertiga pangsa pasar industri furniture di Eropa. Mereka tersebar di 389 pada 48 negara (per Agustus 2016) di seluruh dunia, dengan sekitar 172 ribu karyawan dan memiliki jumlah penjualan EUR 33.8 milyar. Setiap tahun toko IKEA dikunjungi oleh 884 juta konsumen, yang selalu mengagumi dan membeli sekitar 9.500 rangkaian produk. Sebuah jumlah yang cukup fantastis.
Dalam melayani pelanggan IKEA memiliki visi untuk menciptakan kehidupan sehari-hari yang lebih baik bagi banyak orang, dengan ide bisnis menawarkan berbagai rancangan yang didesain dengan baik, produk perabotan rumah yang fungsional dengan harga yang sangat rendah sehingga sebanyak mungkin orang akan mampu membelinya. Serta dengan visi ingin menciptakan kehidupan sehari-hari yang lebih baik bagi semua orang yang terkena dampak bisnis mereka.
Ide ini tercetus dari pemikiran Ingvar Kamprad selaku pendiri IKEA saat memulai bisnisnya pada usia 17 tahun di 1943. Kamprad mendirikan IKEA – singkatan dari namanya, nama ladang keluarganya (Elmtaryd), dan nama desa tempat tinggalnya (Agunnaryd) – dan mulai memproduksi perabotan. Lambat laun dari sebuah desa di selatan Swedia, IKEA mulai mendunia.
Dalam mengelola bisnisnya Ingvar Kamprad selalu menekankan visi dan misinya, yakni menciptakan kehidupan yang lebih baik setiap harinya untuk setiap orang dengan menawarkan atau menyediakan furniture rumah tangga yang sangat beraneka ragam, desain dan fungsi pada harga yang murah. Ini semua dilakukan dengan berdasarkan prinsip bisnis ; harga rendah, tapi tidak di semua harga. Kemudian dirinya juga memperkenalkan konsep bisnis yang berbeda, yakni dengan membagi peran antara konsumen dengan produsen secara adil. Hal tersebut diwujudkan dalam statemen : Kau melakukan sebagian, kami lakukan sebagian dan bersama kita bisa menghemat uang.
Dalam sebuah wawancaranya dengan Forbes Ingvar Kamprad dirinya selalu menekankan pada kesederhanaan dan ini tercermin pada manifesto IKEA yang dicetuskannya pada 1967, berjudul “Testament of a Furniture Dealer” – kesederhanaan adalah kebajikan, pemborosan adalah dosa, katanya. Karyawan diharap mengimani nilai-nilai IKEA: rendah hati, rapi, dan berbudi – dalam bekerja dan dalam hidup.
Nilai-nilai tersebut juga mencakup keyakinan bahwa setiap individu memiliki nilai positif yang dapat diberikan kepada orang lain, dan IKEA juga berusaha untuk memiliki nilai-nilai yang sama dengan cara :
1. Memimpin dengan memberikan contoh. Manajer di IKEA bertindak sesuai nilai-nilai yang ada, membangun suasana kerja yang menyenangkan dan mengharapkan co-worker juga melakukan hal yang sama.
2. Berkeinginan kuat untuk melakukan pembaharuan. Kami tahu bahwa memenuhi kebutuhan pelanggan dengan solusi inovatif, dapat mendukung kehidupan sehari-hari yang lebih baik di rumah.
3.Kebersamaan dan Antusiasme. Dengan kebersamaan, kami memiliki kekuatan untuk menemukan solusi dari masalah yang tampak sulit untuk dipecahkan. Inilah cara kami bekerja.
4. Kesadaran terhadap biaya. Harga terjangkau yang kami tawarkan, tidak mungkin dicapai tanpa adanya biaya yang rendah. Oleh karena itu kami sangat bangga karena dapat mencapai hasil yang baik hanya dengan sumber daya yang kecil.
5. Berjuang keras menyesuaikan dengan kenyataan. Kami memegang teguh konsep solusi praktis untuk membangun, meningkatkan dan membuat keputusan berdasarkan kenyataan yang ada.
6. Rendah hati dan penuh tekad. Kami menghargai satu sama lain, pelanggan dan juga para pemasok kami. Dengan tekad ini kami yakin bahwa kami dapat menyelesaikan sesuatu.
7. Berani tampil beda. Kami mempertanyakan solusi yang sebelumnya dan, jika kami memiliki gagasan yang lebih baik, kami bersedia untuk berubah.
8. Menerima dan melimpahkan tanggung jawab. Kami mempromosikan co-worker yang memiliki potensi dan mendorong mereka untuk melampaui harapan mereka.
9. Sederhana. Kami menerapkan pendekatan yang ramah tetapi terus terang dalam memecahkan masalah, berhubungan dengan orang lain atau menghadapi tantangan.
10. Terus menerus memperbaiki diri. Kami meninjau kembali apa yang telah diselesaikan hari ini dan bertanya apa yang dapat diselesaikan dengan lebih baik besok, sehingga kami dapat mencari ide dan inspirasi baru.
Sumber/foto : forbes.com/ikea.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS